🌬️ 42 : Pertemuan dua keluarga

349 47 0
                                    

☁️ SELAMAT MEMBACA ☁️

KEESOKAN paginya Sheyla memeriksa kembali barang-barang bawaannya yang sudah rapi di dalam koper, memastikan tidak ada satu pun barang yang tertinggal. Dia sendiri sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi.

Jujur saja sejak semalam jantung Sheyla terus berdetak tidak karuan, perasaannya juga tidak menentu. Dia bahagia, tapi juga cemas karena untuk pertama kalinya dia akan bertemu kakek Roland, seorang pemimpin dan orang paling berpengaruh di dunianya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Gavin tiba-tiba.

Sheyla yang dibuat terkejut lantas menatap Gavin dengan kesal. Sebaliknya, Gavin malah tersenyum sembari bersandar di ambang pintu, tangannya juga disilangkan di depan dadanya.

"Tidak, aku tidak baik-baik saja," balas Sheyla apa adanya. Karena rasanya percuma juga dia berbohong, Gavin pasti membaca pikirannya.

"Jangan cemas, semua akan baik-baik saja," kata Gavin mencoba menenangkan.

Sheyla memutar bola matanya, tapi tidak berkata apa-apa. Dia malah sibuk menutup kopernya.

"Bagaimana dengan barang-barangmu? Apa sudah siap?" tanya Sheyla mengalihkan topik.

"Kenapa bertanya padaku? Bukannya kau yang membereskan barang-barangku, kan?"

"Ya ampun, Gavin!" bentak Sheyla sembari menatap tajam lelaki itu. "Setidaknya periksa kembali, siapa tahu ada barang yang lupa aku masukan!"

Gavin tersenyum kecut. "Sudahlah, tidak apa-apa, kita tidak punya waktu banyak." Gavin menunjuk jam yang tertempel di dinding. "Sebentar lagi kakek Roland akan datang."

Sheyla menatap jam di kamarnya dan benar saja, lima belas menit lagi pukul sembilan. Di saat itu juga jantung Sheyla berdetak semakin cepat. Bahkan kedua tangannya terasa begitu dingin.

"Bagaimana ini? Aku belum siap," gumam Sheyla sembari menggigit bibir bawahnya. Kentara sekali betapa cemasnya dia saat ini.

Gavin berdecak, jujur dia tidak mengerti kenapa Sheyla harus begitu cemas. Padahal dia hanya akan bertemu kakeknya.

Gavin lantas menghampiri gadis itu lalu mendaratkan kecupan singkat di pipinya, membuat sang empunya mematung.

"Ayo keluar," ujar Gavin seraya mengambil koper Sheyla.

°°°°

Pukul sembilan tepat, pintu apartemen Sheyla diketuk. Namun, Sheyla yang begitu gugup malah menyuruh Gavin untuk membukanya. Mau tidak mau Gavin hanya menurut.

Tak lama dia kembali ke ruang tamu dengan diikuti seorang pria tua berkacamata bundar yang Sheyla yakini sebagai Kakek Roland. Lalu di belakangnya ada Edgar yang meskipun tersenyum, tapi terlihat jelas jika dia begitu kelelahan.

"Jadi ini calon istrimu, Gavin?" tanya Kakek Roland.

"Aku heran kau masih bertanya," balas Gavin.

Kakek Roland tersenyum lalu berbisik, "Bersikaplah sedikit sopan padaku. Setidaknya di depan calon istrimu."

Meski begitu, baik Sheyla maupun Edgar masih bisa mendengar ucapannya dengan jelas. Edgar bahkan sampai menyeringai, sedangkan Sheyla hanya tersenyum kikuk. Kakek Roland lantas menatap Sheyla sembari tersenyum ramah.

"Apa kabar, Sheyla?" tanyanya seakan sudah bertemu gadis itu sebelumnya. "Kau terlihat lebih cantik daripada saat aku melihatmu di bola kristal."

"Apa?" ujar Sheyla yang sama sekali tidak mengerti.

"Eum ... begini," ujar Gavin. "Sebelumnya aku minta maaf, tapi selama ini kakekku sering memata-matai kita dari bola kristal. Bahkan dia juga menyuruh Edgar untuk memata-matai kita secara langsung dan orang yang kita lihat di kafe waktu itu, dia adalah Edgar."

THE MAN IN THE SKY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang