🌬️ 24 : Menonton film horor

355 53 2
                                    

☁️ SELAMAT MEMBACA ☁️

SAAT ini Sheyla dan Gavin sudah duduk di sofa dengan laptop di pangkuan gadis itu. Di atas meja juga sudah tersaji dua gelas minuman dan beberapa camilan untuk menemani acara menonton mereka malam ini.

"Kau mau menonton apa?" tanya Sheyla sambil memperlihatkan sederet film seru yang sudah dia cari di sebuah aplikasi.

"Entahlah, aku pikir kau yang lebih tahu," balas Gavin.

"Ya, tapi aku juga tidak tahu harus menonton apa."

"Tapi tadi di telepon kau bilang —"

"Aku hanya ... kau tahu? Berusaha mencari alasan agar bisa menolak ajakan Adrien, itu saja."

"Bilang saja kalau kau berbohong."

"Hey! Kau pikir aku mau berbohong apa? Atau kau memang berharap aku pergi bersamanya?!"

"Tentu saja tidak," jawab Gavin cepat.

Sheyla terdiam, menatap Gavin dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebaliknya, Gavin malah berusaha untuk tidak menatap gadis itu.

"Eum ... bagaimana kalau kita menonton ini saja?" Tunjuk Gavin pada sebuah gambar rumah besar yang menyeramkan.

Sheyla yang tadi menatap Gavin lantas menatap gambar yang lelaki itu tunjuk di layar laptopnya. "Tidak!"

Kening Gavin mengernyit. "Kenapa?"

"Aku tidak mau menonton film horor."

"Horor? Apa itu sesuatu yang buruk?"

"Ya, sangat buruk dan mengerikan, yang lain saja."

"Tapi aku mau menontonnya, sepertinya seru."

"Tidak, Gavin, aku tidak mau!"

"Oh, ayolah, kenapa kau tidak mau?"

Sebenarnya bukan tidak mau, hanya saja Sheyla punya trauma masa kecil. Di mana waktu itu, Sheyla kecil tanpa sengaja menonton film horor di laptop ayahnya.

Dia tidak ingat betul bagaimana kejadiannya, tapi sejak saat itu dia menjadi sangat penakut bahkan sampai saat ini.

"Tidak ada yang perlu kau takutkan, Sheyla," ujar Gavin tiba-tiba. "Aku ada di sini."

Nada bicara Gavin yang lembut, senyumannya yang manis serta tatapannya yang menenangkan, berhasil membuat Sheyla terdiam sekaligus hanyut dalam pesona lelaki di hadapannya.

Tak hanya itu, usapan lembut ibu jari Gavin yang entah sejak kapan memegang tangannya, semakin membuat Sheyla tak bisa berkutik. Parahnya, jantung Sheyla pun tiba-tiba berdetak tidak biasa.

"Apa kau baik-baik saja, Sheyla?" Pertanyaan Gavin berhasil membuat kesadaran Sheyla kembali.

"Y-ya, aku baik-baik saja," balas gadis itu seraya memalingkan wajahnya dari Gavin.

"Bagus, jadi ayo kita menonton filmnya."

Mungkin ini adalah keputusan yang akan sangat Sheyla sesali, tapi sepertinya ini adalah saat bagi dia untuk melawan rasa takutnya. Lagi pula ini hanyalah film, hantu-hantu yang ditayangkan tidak nyata meskipun tetap menyeramkan.

Setelah menghela napas berat, akhirnya Sheyla memutuskan untuk memenuhi keinginan Gavin. Dia mengarahkan kursor pada gambar yang tadi ditunjuk oleh lelaki itu lalu mengkliknya.

Buru-buru Sheyla menaruh laptopnya di atas meja, lalu mengambil sebungkus cemilan dan merapatkan diri pada Gavin. Tampaknya lelaki itu sama sekali tidak keberatan, karena dia malah menyinggungkan senyum.

THE MAN IN THE SKY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang