🌬️ 35 : Keseriusan Gavin

374 56 10
                                    

☁️ SELAMAT MEMBACA ☁️

SHEYLA merenggangkan tubuhnya saat dia terus duduk selama hampir tiga jam. Hal itu bukan tanpa alasan, dia baru saja menyelesaikan satu bab cerita setelah beberapa hari sebelumnya tidak menulis karena sakit.

Puas melihat hasil kerjanya malam ini, Sheyla lantas menutup laptopnya sambil tersenyum. Awalnya dia berniat untuk langsung tidur, tapi saat matanya melihat keluar jendela, tepatnya ke arah langit malam yang disinari bulan, Sheyla tiba-tiba berjalan menuju balkon.

Baru saja dia menginjakkan kaki di sana, angin malam yang dingin seketika menyambutnya. Meski begitu, Sheyla tidak berniat masuk kembali. Dia malah duduk di sana seraya memeluk lututnya.

Tatapannya pun terus tertuju ke atas, ke langit malam yang gelap di mana bulan sabit tampak bersinar indah. Sayangnya tidak ada satu pun bintang yang terlihat malam ini.

Di saat asyik melihat bulan, tanpa Sheyla sadari pintu kamar yang berada di belakangnya dibuka dari luar. Memperlihatkan Gavin yang kini masuk ke kamarnya.

Awalnya Gavin terkejut saat tidak mendapati Sheyla di tempat tidur, tapi dia langsung bernapas lega saat melihat keberadaan gadis itu di balkon kamar.

Dengan senyum yang tersungging di bibirnya, Gavin menutup pintu secara perlahan, mengambil kardigan yang tergantung di dinding kemudian berjalan menghampiri Sheyla.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Gavin sembari menyelimuti punggung Sheyla dengan kardigan tadi.

Sheyla yang terkejut lantas menoleh ke belakang. Matanya sedikit terbelalak saat mendapati kehadiran Gavin. Sebaliknya, Gavin malah tersenyum lalu duduk di samping Sheyla.

"Aku masuk lewat pintu," ujarnya seraya menyikut Sheyla.

Sheyla mendengkus. "Apa yang kau lakukan di kamarku?"

"Eum ... sebenarnya aku tidak bisa tidur," jawab Gavin seraya menatap awan yang mulai menutupi bulan.

"Itu tidak menjawab pertanyaanku."

Gavin tersenyum lalu ditatapnya Sheyla. "Aku tidak bisa tidur karena memikirkanmu. Makanya aku ke sini untuk memastikan kau baik-baik saja."

"Memikirkanku?" Sebelah alis Sheyla terangkat.

"Ya, kau sudah minum obatnya, kan?"

Sheyla mengangguk. "Ya, tadi aku meminumnya. Lagi pula aku cuma batuk saja, bukan masalah besar."

"Bagus kalau begitu," balas Gavin lalu dia kembali menatap langit.

Sebaliknya, Sheyla malah menundukkan kepala seraya memutar-mutar kedua ibu jarinya. Selama beberapa saat mereka juga tidak lagi berbicara, membuat suara-suara di malam hari kian terdengar jelas.

Deru mesin kendaraan di jalan, suara anjing menggonggong, suara burung hantu di dahan pohon, suara daun-daun dan cabang pohon yang bergesekan tertiup angin dan suara-suara lain yang terdengar samar.

Namun, di antara semua suara itu, satu-satunya suara yang terdengar sangat jelas dan bisa Sheyla rasakan adalah suara detak jantungnya sendiri. Ya, sejak kedatangan Gavin jantung Sheyla tiba-tiba saja berdetak kencang.

"Ga-Gavin," panggil Sheyla tanpa menatap lelaki di sampingnya.

"Hm?"

"Tadi Sheryl menceritakan apa yang kau katakan pada orangtuaku." Sheyla terdiam sejenak lalu melanjutkan, "Kenapa kau bilang kita berpacaran?"

THE MAN IN THE SKY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang