29

2.9K 309 17
                                    



"pelan-pelan zee ih!"

"aku bisa lebih cepet chel, udah lepasin dulu coba"

"yaudah nih!"

"aaaa chel-"



Brugh





















"huaa....sakiitt.." pekik zee merasakan nyeri di kakinya. Dia jatuh ke lantai posisi duduk.

Siang ini, ashel menemani zee yang sedang melakukan terapi. Sejak kemarin, zee benar-benar sembarangan menjalankan latihannya. Bukannya step by step, pelan-pelan gitu, dia malah lompat-lompat pake sebelah kakinya yang ga di gips. Ashel jadi kasian sama suster pendampingnya. Jadilah dia yang ambil alih sekarang. Ya walaupun tekanan batin banget si. Dari tadi di ajakin berantem mulu sama si zee.

"chel ngomong-ngomong dong kalau mau lepas tangannya.." zee mendongak melihat ashel yang bersilang dada. Ekspresinya mengerikan dengan muka yang di tekuk.

"apa? Tadi yang minta di lepas siapa?" ketus ashel.

"ya kan pelan-pelan bisaa. Kalau gini kan makin sakit kaki ku yang ada"

"bodo! Kamu tuh lagi belajar zee.. Kamu nggak akan sembuh-sembuh kalau terus seenaknya kayak gini.. Kamu nggak bosen apa jalan mincang mulu!" ashel terbawa emosi. Dia benar-benar kesal dengan zee. Ga tau apa, ashel tu ga tega liat dia jalan ga bisa normal kaya biasa.

"ya maaf, aku kan pingin cepet-cepet lepas tongkat atau ga perlu lagi pake kursi roda" jawab zee menunduk. Ashel jadi menghembuskan nafas lelah.

"hufft.. Sini bangun pelan-pelan!" ashel membantu zee bangun dengan merangkul lengan dan bahunya. Setengah menahan nyeri, zee berusaha bangun sebisanya.

"awshh.." ringis zee.

"jangan aneh-aneh mangkanya.. Kamu ga mau pulang apa?!"

"mauu, aku bosen tau di sini sendiri. Tega banget si kamu pulang duluan!"

"yee, aku kan udah sembuh! Kamu aja tuh yang lama banget belajar jalannya" ashel memindahkan zee pada kursi roda. Dia membantu gadis itu duduk dengan nyaman.

Ashel memang sudah kembali lebih dulu ke apartement sejak dua hari yang lalu. Sedangkan zee belum karena kakinya yang ga bisa diajak kompromi.. Entah ara menyerempetnya se keras apa. Kaki zee serasa patah sepatah-patahnya.

"yaudah lah chell.. Aku pulang aja lah yaa.. Kamu tolong bilang papah dong.. Aku mau sekolah tauu" rengek zee pada ashel.

"duh, ga dulu deh zee. Ngeliat kamu degil kek gini jadi males aku"

"aaaaa... Janji deh chell.. Aku belajar terus di rumah.. Pagi siang sore malem aku latian pelan-pelann yang penting kamu gak tinggalin aku... Aku bosen chel disini.. Aku gamauu" zee bergelendot di lengan ashel, ashel memutar matanya malas.

"aku musti bilang apa zee sama papa kamu, bilang kalo kamu udah sembuh gitu? Aku bohong dong?"

"iih enggak! yya gatau kamu mau ngomong apa yang penting aku ga disini, yayaya.. Aku mau ikut kamu chell.."

"hufftt.." ashel mengeluarkan ponselnya, "ini kalo aku telfon om cio sekali langsung di angkat aku ngomong. Tapi kalo percobaan pertama ga di angkat, aku batal ngomong"

Adzizi mangut-mangut dengan semangat, ashel pun mulai mencari nomor cio dengan malas.

Tombol telfon di pencet.. Ashel menempelkan ponselnya pada telinga.




Nuuttnuutt
Nuuttnuutt

Zee harap-harap cemas berharap papahnya mengangkat telfon ashel. Kalau enggak, zee tidak tau lagi mau bujuk ashelnya kayak gimana.


mate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang