Melangkah pelan, sebisa mungkin tak perlu menimbulkan suara. Kemudian mendudukan diri di sisi seseorang yang saat ini sedang tertidur di sudut atap, di sisi banyak meja dan kursi bekas. Tubuh yang tempo hari menghalau kerasnya bola basket untuk melindunginya itu kini terbaring di atas tumpukan meja.
Mata yang kerap kali menatap ia dengan sorot datar atau bahkan memaku tajam itu tengah memejam. Pahatan nyaris sempurna dari pemuda pemilik segala gerak tak tertebak, seseorang yang telah bunda Haruto nobatkan sebagai pemuda hebat, pemuda yang telah membuatnya jatuh cinta, siapa lagi kalau bukan Park Jeongwoo.
Ia tatap lamat. Kelana pikirnya mulai membawa Haruto pada saat ia sedang jalan berdua dengan Mashiho. Pemuda pendek itu bercerita; tentang asumsinya bahwa Jeongwoo adalah seorang cenayang pun begitu juga dengan apa yang di katakan Asahi tempo hari.
Haruto pikir-pikir secara realistis hal-hal seperti itu sulit di percayai namun bisa saja terjadi pada segelintir orang-orang beruntung di bumi, dan mungkin juga Jeongwoo.
Kemudian ia putar kembali memori singkat mengenai kedekatan mereka. Perihal kesan pertama tentang Jeongwoo, yang ia sebut sangat menakutkan, aneh dan membuatnya bingung.
"Sampai kapan lo mau liatin gue?"
Kaget, Haruto lantas mengalih atensi. Tidak lagi menatap pada si pemilik wajah yang telah membuka mata. Menatapnya, lantas kembali memejam, "bener kan, kita bakal ketemu di atap." Katanya.
Haruto mendengus, "ya karena gue di suruh nyiduk lo, gak masuk jam pelajaran ketiga, nyebat disini, tidur pula, ada akhlak gak sih?" omel Haruto kemudian.
"Ya udah sih, kelas juga kosong. Habis ini juga guru rapat," kata Jeongwoo bernada malas.
"Tau darimana guru rapat?"
"Di kasih tau Yedam," ok.
"Ya udah, lo gak mau turun apa?" tanya Haruto.
"Ngapain, enak disini, adem."
Haruto bergerak untuk bangkit, "karepmu, gue mau turun, nyatet nama lo di buku pelanggaran," katanya.
Namun sayang, ketika tubuh jangkungnya menegak sempurna, tangan Jeongwoo terulur guna menarik ia hingga kembali duduk dan lalu dibebani kepala Jeongwoo di paha. Seketika angin berhembus dingin, menerbangkan surai Haruto juga Jeongwoo.
"Jeongwoo."
"Disini aja dulu, gak akan ada yang marah, gue izin pinjem lo dulu ke Yedam."
Haruto terdiam, begitu ia lihat isi obrolan Jeongwoo dan Yedam si ketua osis di aplikasi perpesanan. Disana tertulis bahwa Yedam akan menjamin kebersamaannya dengan Haruto akan menjadi rahasia negara.
Demi siasat bawah tanah yang Jeongwoo gencarkan, demi seorang Watanabe Haruto, Yedam pun tunduk padanya.
"Ru, pinjem tangan?" tanya Jeongwoo, yang kemudian ia dapat rasakan tangannya bersentuhan dengan tangan kurus Haruto.
Jeongwoo arahkan tangan itu ke kepalanya sendiri, memberi arahan agar Haruto mengusap kepalanya.
Senyum terbit tatkala Haruto mulai mengerti apa yang Jeongwoo inginkan, ia beri usapan demi usapan lembut di kepala bersuai legam itu.
"Udah nih, seneng?" tanyanya.
Jeongwoo hanya diam, mengangguk sedikit setelahnya kembali menutup mata. Menikmati setiap detik yang bisa ia lewati bersama Haruto. Seseorang yang mungkin saja telah sedari lama ia beri seluruh hatinya.
"Ru, boleh tanya?"
Serandom itu memang seorang Jeongwoo ini.
"boleh," tapi Haruto akan tetap menjadi 'iya' di setiap tanya yang Jeongwoo tujukan padanya.
"Lo ada mata?"
Sejenak memang Haruto sempat ingin menjitak Jeongwoo, namun urung dan lantas berkata, "ada."
"Ada hidung?"
"Ada."
"Ada bibir?"
"Ada."
"Boleh cium?"
Kemudian hening. Wajah Haruto memerah padam, angin dingin tidak mampu mengenyahkan rasa panas di wajahnya.
"Ru, kok diem?"
"Lo—sialan, jantung gue..." Haruto menghentikan usapannya di kepala Jeongwoo lantas memegangi dada kirinya yang berdegup sangat kencang.
Kemudian Jeongwoo bangkit, duduk bersila menghadap Haruto yang menutup mata, tak berani balas menatapnya. Jua tak melepas kedua tangan dari dada. Masih berdegup amat riuh di dalam sana.
"Kenapa jantung lo?"
Haruto masih menutup mata, "ribut, mau lompat, sesak..." Katanya.
"Setau gue kalo sesak perlu napas buatan."
"Jeong—hmp!"
Ini bukan ciuman pertama, namun rasanya masih sama seperti saat pertama. Gelenyar yang tak pernah berubah, detak yang makin dalam ciuman jadi semakin riuh. Ribut dan menyesakan. Sesak yang menyenangkan, seperti ada jutaan kupu-kupu di dadamu.
Ciuman bermakna penuh rasa, bukan di landasi lonjakan nafsu. Haruto pun di buat terlena meski pada akhirnya harus menepuk bahu Jeongwoo sebagai gestur bahwa ia telah lelah mengimbangi, ia butuh udara.
Semesta menjadi saksi, ketika dua putra bhuana kita tengah saling menyelami netra.
"i'm off my face, in love with you."
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk You Home [JeongHaru]
Fanfictiontentang abu-abunya jatuh cinta, sederhana yang luas serta perasaan-perasaan mereka tentang perasaan mereka. sedikit rumit, tapi cinta memang selalu seperti itu. pernah di : #1 on #wooharu #3 on #treasure #5 on #yedam #5 on #damdo #1 on #kyusahi #1 o...