25. Heartbreak

2.3K 349 24
                                    

Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana ketika Mashiho menghampiri Jeongwoo setelah mereka turun dari rooftop, Haruto merasa tidak tenang, seperti ada beban yang mengganjal di dadanya. itu membuat ia berubah murung sepanjang perjalanan sepulang sekolah sampai di rumah sakit.

Jaehyuk sudah siuman. Ajaibnya ia sadar dengan keadaan yang baik baik saja meski luka di kepalanya masih menghambat pergerakan, tapi berdasarkan apa yang dokter infokan; Jaehyuk dalam keadaan yang stabil. begitu pula ketika hal pertama yang ia inginkan setelah bersua temu dengan kedua orang tua adalah untuk berjumpa dengan sang sahabat, Jeongwoo.

Itulah mengapa saat ini Jeongwoo berdiri menghadap Jaehyuk yang bersandar di brankar pesakitan yang sudah di atur agar ia bisa mengobrol dengan lebih mudah. Basa-basi sudah lewat beberapa detik tadi. Mengenai bagaimana perasaannya setelah siuman. Jaehyuk tidak pernah merasa se-ingin ini pada penyampaian sesuatu.

"Mashiho lagi nahan nangis di luar, dia mau ketemu lo," kata Jeongwoo, namun Jaehyuk tidak menggubris, ia sedang memikirkan sekiranya bagaimana ia harus menyampaikan isi kepalanya pada Jeongwoo.

"Lo mikirin apa?"

"Seharusnya lo udah gak perlu nanya, lo pasti udah tau kan gue mau bahas apa?" suara serak Jaehyuk menggema seisi ruangan, membuat Jeongwoo nyaris merasa tuli. Karena setelahnya ia memilih diam, pun Jaehyuk yang tengah menanti jawaban.

"Iya," katanya singkat.

"Lo bisa liat masa depan kan?" sekali lagi, dan diamnya Jeongwoo adalah sebuah jawaban berarti iya. Dan setelah itu ia pejamkan mata sejenak. Merasa menyesal pernah dengan begitu percaya diri mengabaikan peringatan dari Jeongwoo.

"Gak usah banyak mikir dulu, yang sakit itu kepala lo, kalo lo banyak mikir bukannya sembuh malah makin parah,"

"Tapi gue mau tau, jadi selama ini gue dan yang lain gak pernah sedekat itu sama lo, kita berteman udah kaya bersaudara tapi ternyata gak tau apa-apa."

"Ya gak apa-apa, gak masalah, toh kalaupun kalian tau dari awal, semua sama aja, gak ada yang berubah."

Jaehyuk menatapnya, namun Jeongwoo menghela napas setelah ia dapat membaca isi pikiran dan kejadian beberapa menit kedepan.

"Kalau waktu itu lo tahan gue, mungkin gue gak akan berakhir disini, Woo."

"Lo bakal tetep celaka, lewat cara lain. Karena itu udah jadi takdir lo buat mengalami musibah, gue cuma bisa liat, bukan ngubah, gue bukan Tuhan."

Sejenak ada detik yang mereka ambil untuk saling mencerna situasi, sementara setelahnya Jaehyuk kembali bersua.

"Kalau gitu, gue gak akan mati sekarang kan? atau besok, lusa?"

"Gak." Katanya, "lo gak akan mati," imbuhnya.

"Tentang Haruto."

Barulah Jeongwoo kembali menitik atensi, mendengar nama itu Jaehyuk sebut setelah sepuluh detik hening.

"Kenapa?"

"Gue tebak, lo gak bisa liat masa depan Haruto, kan?"

Jeongwoo diam, mata itu menajam. Ketika ia mendapat gambaran sebuah kejadian rancu yang rumpang. Seolah ada bagian yang hilang dari sana.

"Lo pengen tau siapa Haruto, rasa penasaran lo itu bikin lo jadi ngedeketin dia, kan?" sekali lagi, Jaehyuk mencetus asumsinya.

"Jadi selama ini, lo deketin gue karena penasaran, Woo?"

Tidak ada suara pintu yang di geser. tiba-tiba Haruto sudah berdiri berlinang air mata di ambang pintu, Jaehyuk tidak bisa melihatnya karena terbatas dinding, tapi Jeongwoo bisa. Ia bergerak mendekat, mencoba meraih Haruto namun yang terjadi sebelum ia mampu menyentuh tangan pemuda itu, Haruto sudah lebih dulu berlari pergi.

Jaehyuk di tinggal begitu saja, Jeongwoo berlari keluar mengejar Haruto. Mengabaikan pertanyaan dari Mashiho, Junghwan dan Yoshi yang ikut serta. Jeongwoo terus berlari mencoba menahan Haruto namun lift lebih dulu membawanya turun. Jeongwoo mengambil pilihan kedua yaitu tangga darurat, bergerak secepat mungkin.

Sementara Haruto tengah mati-matian menahan air mata dan sesak di dada. Pipi dan hidungnya memerah, ada beberapa orang yang bersamanya di lift dan menatap iba pun bertanya-tanya.

Haruto kecewa, ia terluka. ternyata benar, cinta memang cengeng, sakit, dan sesak.

"Bunda..."





















Tidak lagi peduli tubuhnya telah basah karena guyuran hujan yang tiba-tiba saja memeluk bumi, Haruto berjalan gontai memasuki pekarangan rumah. Isak tangisnya menyatu dengan deras hujan yang membasahi tubuhnya, membasuh luka di dalam hatinya.

Rumah sepi, hanya ada bi Surti yang tengah sibuk melipat pakaian di ruang laundry. Yang ketika ia menghampiri langsung kaget karena Haruto datang dengan keadaan yang sangat menyedihkan, ia masih menangis dan langsung masuk kamar, lanjut menangis lagi seperti bayi.

Si brengsek Jeongwoo itu, sialan. Begitulah sekiranya umpatan-umpatan di dalam hatinya. Secara ikhlas ia tujukan untuk Jeongwoo seorang. Yang telah dengan tega membuatnya kecewa. Selama ini harusnya ia tau, dekat secara tiba-tiba, di imbuhi embel embel tanya, "lo siapa?" di luar konteks bahwa mereka sudah saling mengenal. Sudah sangat jelas menunjukan bahwa Jeongwoo hanya teramat penasaran akan dirinya.

Lalu apa maksudnya, apa arti segala bentuk afeksi yang ia berikan beberapa hari belakangan. Membuat Haruto jatuh hati dalam-dalam, menerbangkannya tinggi-tinggi lalu menghempas begitu saja.

Ada banyak panggilan masuk dan pesan memberondong ponselnya. Ia raih kemudian ia putus akses Jeongwoo yang terhubung dengannya sebelum ia matikan ponsel itu. Masuk ke dalam kamar mandi, begitu bercermin, ia ingat lagi dengan Jeongwoo. Menangis lagi sambil membersihkan diri. Cengeng sekali memang, namun perlukah kamu merasakan dulu kecewanya baru tau apa yang Haruto rasa? sakit sekali, seperti ada luka besar yang bersarang di dadamu.

Akhir dari hari Haruto adalah jatuh tertidur setelah lelah menangisi Jeongwoo, laki-laki yang justru sedang memberontak agar dokter yang tengah menganinya membiarakan ia pergi.

"Lo kecelakaan, Woo, jangan pergi dulu!" Junghwan ada bersamanya, ia terus menahan Jeongwoo setelah beberapa menit yang lalu ponselnya berdering karena sebuah panggilan dari orang yang tidak ia kenal. Memberitakan bahwa Jeongwoo terlibat kecelakaan.

Jeongwoo berkendara seperti sedang menantang maut. Alhasil ketika tak mampu mengimbangi jalanan licin, ia mengalami kecelakaan. Pelipisnya terluka, jari tengah tangan kanannya patah dan tulang lengan kanannya retak. Namun begitupun ia tetap ngotot berkata bahwa—

"Gue gak apa-apa, Hwan." Membuat Junghwan ingin menghantam wajah datar itu kalau saja ia berani. Namun yang ia lakukan hanya mampu menahan tangis, karena tau Jeongwoo begini untuk mengejar Haruto yang lari pergi entah karena apa.

Juga melihat keadaan Jeongwoo yang cukup banyak terluka. Pada akhirnya dokter memberi Jeongwoo dosis obat bius agar penanganan pada sejumlah luka di tubuhnya berjalan dengan mudah.

Dan lagi, Junghwan hanya mampu menyaksikan dari depan pintu kaca UGD. Jeongwoo yang memejam damai ketika dokter menangani dirinya.

"Gue gak tau, Woo. Lo bahkan gak pernah tau perasaan gue, tapi rasanya, gue pengen mundur."

"Atau, gue harus singkirin Haruto?

tbc.

Walk You Home [JeongHaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang