14. Overthinking

2.5K 432 15
                                    

Haruto duduk termenung—kebiasaan barunya setelah ia sadar banyak kejadian beruntun tiba tiba melibatkan dirinya, alih-alih merasa tidak berkenan, Haruto lebih kepada bertanya-tanya, mengapa harus ia dan bukan orang lain.

Sore tadi, Mashiho baru berhenti menangis setelah orang tua Jaehyuk memberi kabar secara langsung bahwa putra sulung mereka tidaklah meninggal dunia. Detak jantung Jaehyuk sempat berhenti sepanjang lima belas detik, bertepatan dengan waktu Mashiho bertanya pada staff sekolah yang ikut serta pergi ke rumah sakit, namun ternyata Tuhan masih memberi kesempatan untuk Jaehyuk, jantungnya kembali berdetak setelah sekian kali di usahakan sekuat tenaga oleh tim dokter yang menanganinya, dan saat ini Jaehyuk di nyatakan koma.

Sejujurnya, Haruto masih gamang pada runtutan kejadian ini. Semua yang telah ia alami, ia saksikan sendiri pun menjadikan dirinya sebagai salah satu bagian dari salah satunya, yang masih ia pikirkan hingga detik ini. Mengenai Jeongwoo dan segala hal yang seolah tersembunyi di balik tatap matanya yang datar; menjadi misteri.

"Lo mikirin apa, Ru?" suara Asahi membuat ia menoleh kaku, anak itu duduk bersila di sisinya.

"Mikirin banyak hal,"

"lawh, overthinking," Asahi terkekeh sekilas karena ucapannya hanya di balas hela napas kasar dari Haruto, "emang mikirin apa aja sih?" tanyanya, lagi.

"Mikirin, banyak, Sa."

"Ya, apa aja. Cerita kek, gue ini sepupu lo, kita bahkan tinggal di satu atap yang sama, masa lo segen cerita sama gue?!"

"Tinggal satu atap bukan berarti lo bisa tau segalanya."

"Ya itu, yang tinggal seatap aja bisa gak tau, apalagi yang cuma ketemu sekilas," kata Asahi sekonyong-konyong membuat Haruto tergugu.

"Maksud lo apa?!"

"Santai dong, kita nggak lagi balapan, jangan ngegas," kata Asahi.

"Maksudnya gini, apa yang lo asumsikan di dalam kepala lo itu bikin lo jadi overthinking, entah apapun itu penyebabnya pasti manusia, dan manusia itu udah pasti dia yang belakangan ini lagi sering hadir di hari-hari lo, kan?"

Kok, Asahi tau?

"Diem. Berarti iya?"

Haruto diam.

"Lo pilih, mau diem terus, ngobrol sama gue, atau gue tonjok?!" Asahi pun jengkel.

"Lo.. hhh, iya bener, gue kepikiran Jeongwoo." Kata Haruto kemudian, nampak jelas gurat-gurat letih dari alis si pemuda april yang tertekuk.

"Emang dia kenapa? lo demen sama dia? gara-gara pulpen doang lo naksir?" tanya Asahi secara beruntun, padahal tadinya Haruto berniat berkeluh kesah, tapi setelah mendengar pertanyaan tabrakan dari sepupunya itu, Haruto jadi malas.

"Mikirin bukan berarti naksir tau."

"Ya tau, kata Junkyu juga gitu."

"Anjing, lo pacaran beneran sama Junkyu?!"

Jadi, maafkan mulut berdosa Haruto, tapi dia memang berniat menumpahkan kegelisahannya pada Asahi, mumpung ada topik yang membebaskan ia untuk menganiaya sepupunya. Sepupu yang tau-tau sudah jadian dua bulan lalu dengan Junkyu, sepupu Jeongwoo. Sempitnya dunia ini.

Pukulan kencang di lengan Asahi dapatkan dari Haruto, ia meringis pun berniat membalas namun Haruto lebih dulu berseru, "kok mau sih sama boti?!" tanyanya.

"Ih anjing, jangan sembarangan ya lo! Bota boti, Junkyu tuh bukan boti asal lo tau, dia itu—"

"Najis, bucin!" sarkas Haruto dengan tampang jijik membuat Asahi ingin menikam namun harus tertahan karena ia teringat sesuatu yang pernah Junkyu ceritakan, mengenai Jeongwoo.

"Pending dulu balas dendamnya karena ini kalo gak di kasih tau gue bisa lupa," katanya.

Haruto mengerutkan alis bingung, "apasih, kaya yang serius banget?" tanyanya.

"Junkyu itu kakak sepupunya Jeongwoo, dia udah anggep Jeongwoo kayak adek serahim katanya, dan Junkyu tau banyak tentang Jeongwoo." awal mula tutur Asahi.

Haruto diam, menyimak dengan baik.

"Dan, lo mau tau sesuatu gak?"

"Apa?"

"Tentang Jeongwoo."

"ywa apa, anjing, lama lo!"

Asahi cengengesan, untungnya Haruto sabar.

"Jeongwoo itu titisan Dilan, dia bisa ngeramal."

tbc.

Walk You Home [JeongHaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang