11. Pesan tersirat.

2.7K 450 46
                                    

Masih dengan ekspresi yang sama; datar. Mata kelam nan tajam bak busur panah itu tak berpindah sejak sebuah mobil ambulance masuk area sekolah karena sebuah insiden telah terjadi pada salah satu murid unggulan Treasure High School, siapa lagi kalau bukan Yoon Jaehyuk.

Di selasar kelas sebelas, sebuah pot besar terjatuh karena pondasi yang menopangnya telah lapuk dan tepat saat itu Jaehyuk lewat di bawahnya, jadilah pemuda itu mengalami luka cukup serius di bagian kepala.

"Lagi-lagi lo melewatkan kesempatan untuk merubah semuanya, Woo."

Suara khas dari sepupunya bahkan tak mampu membuat Jeongwoo mengubah haluan netranya. Dengan nada malas ia katakan, "gue cuma bisa mengingatkan, bukan mengubah, lagipula gue bukan Tuhan." Dengan nada santai.

Helaan napas pasrah terdengar dari arah belakang, Junkyu memilih menarik asal kemeja bagian lengannya hingga tersampir di siku, gerah sekali untuk kesekian kali menjadi saksi kebodohan sepupunya ini.

"Gimana bisa lo menyatakan semuanya gak bisa di ubah sementara lo gak pernah coba?!"

"Coba apa? pada akhirnya apa yang harus terjadi ya terjadi, semua itu udah jadi takdir untuk setiap orang."

"Kalau gitu terus, lo bakal sering sakit karena kehilangan."

"Rasa sakit pun udah jadi hal yang wajar bagi orang-orang yang menyayangi orang lain. Itu semua udah jadi hukum alam Bang, lantas gue harus mempermasalahkan bagian mana lagi?"

Sudah lelah dengan debat bersuasana datar ini, tangan besar Junkyu bergerak menggasak surainya sebagai implementasi dari perasaan jengkel terhadap sepupunya ini.

"Kalau besok gue yang mati, gimana?"

"Ya mati. Terus gimana lagi?"

Ingin rasanya Junkyu lambungkan sebuah bola besi ke kepala Jeongwoo?, namun inner-nya mengatakan bahwa pemuda berkulit tan ini selalu benar, dengan segala macam bentuk realita di kepalanya, itu semua adalah bagian terbenar dari abstraknya dunia.

"Lo lagi mikirin sesuatu?" tanya Junkyu pelan, setelah akhirnya memilih mengubah topik pembicaraan. Duduk di sebuah beton setelah membuat ujung dari batang nikotinnya menyala.

"Kapan sih manusia gak mikir?" jawab Jeongwoo balik dengan sebuah pertanyaan.

"Kayanya gak masalah kalo gue sundut mulut lo pake rokok ya, Woo?" tanya Junkyu dengan nada sarat geraman.

Kekehan Jeongwoo terlontar sebagai balasan atas cuitan sarkas sang sepupu, pun karena melihat empat petugas rumah sakit membawa tubuh Jaehyuk yang berlumur darah hingga bahu masuk ke dalam ambulance dengan terburu-buru.

"Woo, Jaehyuk gak akan mati kan?" sepersekian detik tau-tau Junkyu sudah ikut berdiri di samping Jeongwoo.

"Gak tau deh, kalau di spoiler nanti gak seru." Katanya.

Junkyu menoleh dengan tatapan sinis, "lo pikir ini pilem horror?!"

Jeongwoo tak lagi menanggapi, memilih untuk mencuri sepuntung rokok dari sekotak marlboro yang Junkyu letakan di atas beton dan menyulutnya kemudian dengan ringan mengumbar kepulan asap ke udara.

Kali ini mata itu ia tutup, membiarkan desir angin menerbangkan surai dan membelai lembut wajahnya, dingin yang tak seberapa tetap mampu membuat ia terbuai pada pikirannya mengenai apa-uapa saja yang belakangan ini menguras sepertiga ruang di dalam kepalanya.

Melupakan eksistensi Junkyu yang saat ini sibuk memperhatikan kerumunan di bawah sana, Jeongwoo sedang sibuk dengan pikirannya, segala kecamuk ribut yang dari luar seolah bukan apa-apa namun nyatanya begitu hebat merusak sisi realistis dalam dirinya.

"Jun, Haruto sama kaya mama. Gue sama sekali gak bisa liat dia."

Junkyu lantas menoleh, detak jantungnya memompa darah lebih cepat, Jeongwoo yang saat ini membelakanginya menundukan kepala sedalam-dalamnya.

"Ma-maksudnya.. beneran, Haruto itu jodoh lo?" takut-takut menyuarakan, namun nyatanya Junkyu terlalu bodoh menahan diri.

"Yang berat bukan itu, tapi bagian dimana nanti gue harus kehilangan lagi, tanpa bisa gue cegah."

Tapi pada kenyataannya, seberapa realistis pun pemikiran Jeongwoo mengenai hal-hal yang akan datang dan hilang dalam hidupnya, ia tetaplah manusia biasa yang tak siap untuk menyuarakan selamat tinggal, ia tak pernah siap untuk menyambut kepergian orang yang ia cintai, lagi.

tbc.

Walk You Home [JeongHaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang