26. Hurt So Good.

2.2K 349 27
                                    

Junghwan yang tidak pulang karena menemani Jeongwoo di rumah sakit, Junghwan juga yang menjelaskan semua yang dia tau tentang kecelakaan yang menimpa Jeongwoo pada Papanya, dan Junghwan juga orang pertama yang di lihat Jeongwoo di pagi hari, setelah dia sadar dari tidurnya.

"Junkyu bilang mau pulang dulu, nanti kesini lagi."

"Lo gak sekolah?"

"Nggak," jawab Junghwan yang duduk di kursi samping brankar Jeongwoo.

"Lo semaleman di sini?" hanya basa-basi, Jeongwoo sudah tau kalau Junghwan memang disini sedari kemarin.

"Iya, dari UGD sampai di pindah kesini, selama lo tidur sampai sekarang," jawab Junghwan sedetail mungkin.

"Lo pulang aja."

"Anjing, lo ngusir gue??" Junghwan menatapnya, ada raut kesal di matanya, "gak ada makasih main ngusir, jahat!" katanya.

Jeongwoo yang sudah bisa duduk sendiri pun menghela napas, "gue gak ngusir, Hwan... gue minta lo pulang, istirahat, orang tua lo pasti khawatir anaknya gak pulang semaleman."

"Gue udah bilang kok."

"Ya tetep aja, Junghwan."

"Duh, Woo. Lo emang mau ngusir gue kan? biar apa? biar lo bisa pergi ke rumah Haruto, iya kan?" entah bagaimana tapi Junghwan berseru menggebu, ini pertama kali ia berani menaikan nada bicara di depan Jeongwoo. Orang yang di takuti satu sekolah. Sungguh impressive sekali kamu Junghwan.

"Diem kan lo, emang ngapain banget sih nguber Haruto? katanya cuma penasaran."

"Kata siapa?"

"Jaehyuk."

"Ya kan itu kata Jaehyuk, bukan kata gue." Jeongwoo telak membungkam Junghwan.

Rasanya seperti di hantam batu besar, seketika rasanya air mata di produksi cepat dan berlebihan tapi Junghwan masih mampu menahan. Yang tidak bisa ia tahan adalah seruak rasa sakit di dadanya.

"Jeongwoo..."

"Iya, gue tau." Sesungguhnya, lebih dulu tau ada orang yang akan segera menyatakan perasaan mereka padanya adalah sebuah hal yang biasa.

Tapi kali ini beda, karena ia Junghwan. Bukan orang lain, yang tiba-tiba mengaku menyimpan rasa, Junghwan adalah salah satu teman terbaiknya, yang tentu selalu ada untuk masa sulitnya. Maka ketika Junghwan nampak menghela napas seraya mengangkat sejajar wajahnya, menatap pada mata kelam Jeongwoo dalam-dalam.

"Please, Woo. Lo bener-bener cuma penasaran sama Haruto kan?"

Harus apa ia untuk Junghwan?






















Asahi jelas tau duduk perkara antara Jeongwoo dan Haruto. Ia bergegas bersama Junkyu ke rumah sakit atas kabar kecelakaan yang menimpa calon adik iparnya itu. Asahi pula yang ada di saat Junkyu hampir menjatuhkan pukulan di pelipis papa Jeongwoo ketika beliau datang dengan santainya seolah Jeongwoo tidak sedang terluka.

Dan Asahi juga yang harus menjelaskan semua sepengetahuannya mengenai mengapa Haruto mengunci pintu kamarnya dan tidak mau di ganggu sama sekali. Jelas bunda dan ayah khawatir.

Tanpa menceritakan kemampuan Jeongwoo tentu saja, Asahi bilang ini hanya permasalahan anak muda, dua atau tiga hari lagi pasti sudah kembali reda. Karena Junkyu sendiri bilang begitu padanya, memang hanya penenang tapi tidak ada salahnya melangitkan harapan bukan?

Saat ini Asahi datang dengan kunci cadangan, secara amat terpaksa demi kesehatan Haruto, ia harus tetap makan dan tidak boleh melewatkan obatnya atau ia bisa saja bergabung dengan Jaehyuk dan Jeongwoo menjadi bagian dari pasien pesakitan.

Asahi masuk dengan nampan berisi lengkap makan dan minum untuk Haruto, ia lihat si pemilik kamar tengah mengubur diri di dalam selimut. Sepuluh menit Asahi memilih merapikan kamar Haruto yang cukup berantakan, ada tisu dimana-mana, juga ada beberapa helai di bawah ranjang yang berhias warna merah. Haruto mungkin terlalu banyak menangis sampai ia sakit kepala lalu mimisan.

"Haru, ini gue.." katanya, setelah memastikan kamar Haruto kembali bersih seperti sedia kala.

"Gue udah tau semua kok, lo gak perlu cerita lagi, jadi lo gak perlu mikirin harus apa setelah ini selain makan, dan minum obat atau lo bakal ketemu dokter lagi dan harus diem di—"

"Gak mau," suara berat Haruto terdengar serak. Ia menarik selimut di tubuhnya sampai Asahi bisa melihat mata sembab sepupunya itu.

"Astaga, kasian banget Haruto..." katanya, ia usap mata Haruto yang bengkak.

Sementara Haruto memilih memejam, ia pening.

"HP lo mana?"

"Gak tau."

"Udah mandi?"

"udah."

"Mau makan?"

"Mau."

"Bangun dong kalo gitu," yang terjadi setelah adalah Haruto yang jatuh lagi sebelum benar-benar bisa duduk tegak, kepalanya sakit sekali, dunia seperti berputar.

"Mual," keluh Haruto singkat setelah akhirnya bersandar di tumpukan bantal.

Asahi terkeheh, "makanya jangan sakit."

"Hiks..."

"Lah, badan tinggi, suara mirip om-om, kalo nyidak udah kaya satpol masa cengeng gini?" di berkatilah Asahi dan mulut jahatnya.

"Hiks... jahat!" dan Haruto semakin menangis di buatnya.

"Asahi, lo jahat banget."

"Hiks... pergi aja lo pergi!" Haruto memintanya pergi dengan kedua tangan hangat yang melingkari satu lengan Asahi.

Yang lebih tua mendengus, "gue ini orangnya sabar banget, Haruto. Lo tau hari ini gue liat banyak orang marah, frustasi, nangis, sedih dan sekarang gue liat lo begini, apa gak sabar dan kuat banget hati kecil mungil gue ini?" selama sesi curhat berlangsung, Asahi ikut serta menyandarkan tubuhnya di headboard, ia juga lelah sekali hari ini.

"Kok marah, siapa marah?"

"Junkyu, dia marah banget sama Papanya Jeongwoo, waktu dateng ke rumah sakit biasa aja, udah gitu bentar doang, katanya udah liat Jeongwoo masih hidup dan kuat, dia pergi lagi."

"Gue liat seberapa frustasinya Junkyu liat Jeongwoo yang masih belum siuman tapi papanya udah pergi aja, gue juga liat Mashiho nangis karena gak ngerti sama situasi, Yoshi yang juga ada disana tapi diem-diem aja,"

Haruto diam bukan berarti ia tidak mendengarkan, ia dengar nama Jeongwoo di sebut lebih dari satu kali.

"Kenapa?"

"Apanya?"

"Jeongwoo, kenapa?"

"Lakalantas, pas mau nyusul lo, ada rekaman CCTV malah, Junkyu langsung minta temennya cari tau, takutnya Jeongwoo celaka karena kelalaian orang lain juga," jelas Asahi yang membuat Haruto makin-makin pening, luka di hatinya berdenyut nyeri. Hari ini buruk sekali.

"Parah gak si Jeongwoo?"

"Kakinya di amputasi."

Selanjutnya, malam itu di hiasi dengan kalimat-kalimat penenang dari Asahi untuk Haruto yang kembali menangisi Jeongwoo, dan juga, mulut jahat Asahi tidak berniat memberi tahu kebenaran yang ada.

tbc.

Walk You Home [JeongHaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang