6//Nyaman Yang Semu

77 10 0
                                    

.
.
.
.
.

"Aku cuma mau ngobrol sebentar, Ra..." Rengek Sella ditengah isaknya.

.
.
.
.
.
.

Kamu tahu rasanya hidup dalam ketakutan dan kekejaman? Lalu sebuah angan datang bersama awan putih. Membawa harap bahwa hidupku akan penuh dengan kebahagiaan. Aku mungkin terbawa arus dimensi, tapi darisanalah aku bisa bahagia.

.
.
.
.
🍃

"Sella...?" Panggil Yura lagi, kali ini ia beranikan mengguncang tubuh Sella, meski tetap hati-hati, karena setelah gadis itu bicara omong kosong, dia kembali menenggelamkan wajahnya.

"Can leave me alone, please?" Pinta Sella yang tentu saja tidak dituruti oleh kelima temannya,

"Untuk saat ini, kita gak bakal ninggalin kamu, Sel. Tapi kita gak akan nanya apapun. Nanti, kalau kamu udah lebih baik, kamu harus cerita sama kita." Karin menimpali, setelah sekian lama diam, ternyata gadis itu diam-diam mengumpulkan mental untuk menguatkan temannya.

"Harus cerita!" Tambah Lia, penuh penekanan.

Sella mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit toilet wanita. Toilet yang hampir saja berantakan kalau tadi teman-temannya tidak sigap menghadapi Sella yang tiba-tiba brutal,

Selang beberapa detik, gadis itu lalu tersenyum lebar. Masih dengan posisi mendongak menatap langit-langit. Membuat kelima gadis yang masih berjongkok mengitarinya bergidik. Tentu saja mereka berusaha bersikap biasa, hanya diam-diam saling menggenggam,

Lalu ia menurunkan kepalanya setelah berhasil bersikap yang memacu ardenalin teman-temanya, raut mukanya berubah tenang, ia lalu menghembuskan nafas berat,

"Oke. Aku bakal cerita. Kata 'dia' kalian baik. Jadi gak masalah kalau tau tentang 'dia'," Lugasnya dan lagi-lagi hampir membuat teman-temanya mati kutu,
















Jadi semua bermulai sejak masa SMP.

'Aw...'

Ghisella. Gadis cungkring dengan wajah super lugu itu hanya bisa mengaduh pelan. Merasakan pukulan yang mendarat di punggungnya, lalu diikuti tawa tiga gadis yang berdandan super menor.

Ini bukan pertama kalinya, malah ini bisa terbilang ringan.

Dua hari yang lalu, Sina -yang menyebut dirinya ketua- dari geng tiga gadis badut itu menutup mulut dan hidung Sella menggunakan sapu tangan yang sudah diolesi krim pereda nyeri otot. Dia kejang-kejang. Lalu pingsan.

Mengadu pada orangtuanya? Oh tidak.

Itu adalah ide buruk. Mereka amat posesif. Bisa-bisa mereka mencak-mencak demo minta keadilan kepada pihak sekolah. Dan tentu tidak akan ditanggapi karena status sosial keluarganya biasa saja.

Dimata kedua orangtua Sella, Sella adalah gadis pintar, penurut, dan pendiam yang berhasil mendapatkan beasiswa penuh di SMP tempat Sella bersekolah.

Dan tentu mengundang kebencian Sina dan teman-teman badutnya yang gila kepopuleran. Karena para pengajar disana seringkali menyebut-nyebut nama Sella sebagai contoh baik.

Give love ; Ninini [COMPLETED] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang