31. deadly memories

153 25 38
                                    

please vote and leave comment, dear!
thank you <3
.
.
.

"Apa yang kau katakan barusan, Lucia? Kau hamil?" Ucapan itu terlontar dari mulut Tom. Ia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Sebentar lagi aku akan menjadi seorang kakek. Ya Tuhan, waktu berjalan begitu cepat." Tom tertawa tidak percaya. Banyak hal yang berlari di kepalanya sekarang.

Wanita di hadapannya itu, rekan kerjanya, bosnya sekarang sedang mengandung anak dari putranya sendiri. Oliver dan Lucia bahkan terpaut umur yang cukup jauh. Bagaimana mungkin Oliver akan menjadi seorang ayah di usianya yang baru hampir 23 dan keadaannya yang belum pulih total.

"Ada apa denganmu, Tom? Kau seperti sedang mengejekku." Lucia menaikkan sebelah alisnya. Memperhatikan Tom yang masih tertawa.

Tom tahu Lucia tersinggung. Dengan segera ia menghentikan tawanya.

"Aku hanya merasa–kau tahu, tidak bisa percaya."

"Seharusnya kau senang. Karena aku akan melanjutkan keturunanmu."

"Ya, kau benar, Bello-cantik." Untuk beberapa saat Tom tampak berpikir. Tatapannya kosong. "Kurasa sebaiknya sekarang kau harus mulai berhenti mengurus pekerjaanmu, Lucia. Maksudku, mengambil cuti panjang. Dan, segera pindah dari sini. Biar aku dan Alberto yang mengurus semuanya. Kau tahu, di awal kehamilan akan terasa sangat berat. Pergilah ke suatu tempat yang jauh, di sini tidak akan aman bagimu. Apalagi kalau kabar tentang kehamilanmu tersebar kemana-mana."

"Aku tahu, Tom. Aku sudah memikirkan hal itu tepat setelah aku mengetahui bahwa aku hamil. Aku akan membawa Oliver pindah ke Roma. Di sana aku memiliki sebuah bar yang baru saja dibuka. Aku akan mulai berkonsentrasi mengurusnya. Sekalian, supaya Oliver bisa belajar memulai sesuatu dari nol."

"Mengapa kau tidak pindah ke luar negeri untuk sementara. Misalnya ke London. Bukankah di sana kau memiliki sebuah rumah yang cukup besar? Lagipula di sana kau juga punya kafe dan bar yang cukup terkenal, kan?"

"Bar di London sudah ada yang mengurus, Tom. Dan, sejauh ini semuanya berjalan lancar. Aku sangat percaya pada orangku di sana. Lagipula, aku tidak akan pernah meninggalkan tanah kelahiranku. Di sini aku lahir, di Italia. Dan, aku mau anakku juga lahir di sini. Tidak di tempat lain mana pun."

"Ya, aku mengerti. Aku lahir di Sheffield dan aku berharap suatu saat nanti aku juga akan mati di sana."

Lucia dan Tom tersenyum.

"Lalu bagaimana dengan Oliver? Sudah berapa besar kemajuan anak itu?"

"Kemajuan dalam hal apa?"

"Semua hal."

"Anakmu adalah sebuah spons besar, Tom. Ia adalah seorang yang cepat belajar dan juga seorang pemikir. Aku suka cara kerjanya. Tapi, karena sifat pemikirnya itu, kurasa ia sekarang mulai mencurigaiku."

Tom tertawa mendengar ucapan Lucia.

"Oliver sedang bermimpi dalam tidur panjang, Lucia. Suatu hari, saat ia terbangun dari mimpinya ini, ia mungkin bisa saja berbalik arah melawanmu. Berhati-hatilah."

***

Sepulangnya dari tempat Tom, Lucia kembali ke rumahnya. Ia tidak menemukan Oliver di kamar tidur mereka. Pelayannya mengatakan bahwa Oliver sedang berada di dalam perpustakaan pribadi Lucia.

Lucia menyusul Oliver dan menemukan pemuda itu sedang duduk di sofa sambil membaca sebuah buku di tangannya. Suara ketukan hak sepatu Lucia terdengar sangat nyaring di ruangan yang sangat hening itu. Oliver berpaling pada Lucia saat wanita itu masuk ke dalam dan menghampirinya.

𝐎𝐋𝐈𝐕𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang