11. we're cool

239 34 31
                                    

please vote and leave comment, dear!
thank you <3
.
.
.

Malam harinya sepulang bekerja, Oliver tidak langsung masuk ke rumahnya, ia berdiri di depan halaman rumahnya untuk mencari udara segar. Pikirannya dipenuhi dengan apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Amy siang tadi. Oliver benar-benar merasa takut. Takut akan kehilangan Amy. Tapi, ia juga merasa sangat kesal pada Amy. Mengapa gadis itu tidak mau berkata jujur padanya mengenai Alex dan terkesan menutup-nutupi sesuatu sehingga merusak suasana hatinya. Padahal mereka berdua sedang asyik merayakan ulang tahunnya tapi kemudian jadi harus berakhir buruk seperti itu.

Oliver berdiri terdiam, melihat sekeliling. Malam itu jalanan sangat sepi dan gelap. Beberapa tetangga sepertinya terlalu pelit untuk sekedar memberikan lampu di depan rumah mereka.

Tiba-tiba Oliver teringat pada Amy. Bagaimana caranya gadis itu pulang tadi? Oliver tahu Amy tidak memiliki kendaraan dan ia pasti datang dengan menumpang pada salah satu temannya. Oliver baru menyadarinya. Ia memegangi kepalanya, merasa sangat bersalah pada Amy. Gadis itu pasti pulang dengan berjalan kaki. Daerah rumahnya sangat sepi dan tidak akan ada taksi yang lewat sini.

Oliver merasa kasihan pada Amy. Ia menyesal. Tidak seharusnya ia memperlakukan Amy seperti itu tadi. Berteriak padanya, melontarkan kata-kata tidak pantas dan mencengkram lengannya dengan sangat kuat. Amy pasti merasa kesakitan.

God, apa yang telah aku lakukan padanya. Maafkan aku, bisik Oliver dalam hati. Pikirannya tidak karuan saat ini. Gadis itu hanya berusaha menjaga perasaannya tapi Oliver memperlakukannya dengan tidak adil. Padahal hari ini Amy telah memberinya banyak kesenangan, sejak ia membuka matanya sampai akhirnya mereka bertengkar tadi.

Oliver menghela napas. Dari kejauhan, di kegelapan ia melihat ada tiga orang lelaki sedang berjalan, satu di antaranya membawa tongkat bisbol. Semakin mereka mendekat, Oliver semakin menyadari bahwa ketiga lelaki itu berjalan ke arahnya. Dan, ketiganya memakai balaclava.

Oliver tahu ada yang tidak beres tapi ia tetap berdiri di tempatnya sekarang, menunggu sampai ketiga orang itu benar-benar mendekatinya.

Ketiga lelaki itu berlari ke arah Oliver dan sebelum Oliver sempat bergerak masuk ke dalam rumahnya, dua di antara mereka sudah memegangi kedua tangannya. Dan, satu orang yang membawa tongkat bisbol langsung saja menghantam perut Oliver dengan ujung tongkatnya.

Oliver membungkuk sambil terbatuk, merasakan sensasi dahsyat di perutnya. Rasanya sakit sekali. Salah satu lelaki yang memegang tangan Oliver menghantam punggungnya dengan sangat keras menggunakan siku, Oliver ambruk ke tanah sambil memegangi perutnya. Oliver sudah sering berurusan dengan kekerasan fisik sejak kecil, tapi tetap saja, setiap ada pukulan baru yang datang padanya pasti memberikannya sensasi baru dengan tingkatan sakit yang berbeda.

Ketiganya memukuli tubuh Oliver yang sedang meringkuk di tanah. Mereka memukuli wajah Oliver, menendang dan satu di antara mereka menghantamkan tongkat bisbol ke sekujur tubuhnya berkali-kali. Oliver tidak bisa melawan. Perut dan sekujur tubuhnya terasa sangat sakit. Ia merasa seperti ingin mati sekarang.

Saat Oliver sudah tidak bergerak lagi, dua orang kembali mengangkat tubuh Oliver dan memegangi kedua tangannya. Wajah Oliver yang sudah babak belur tertunduk lemas. Lelaki yang memegang tongkat bisbol berdiri di depannya. Lalu siap melayangkan tinjunya ke arah Oliver.

"Kau rasakan ini!"

Satu pukulan keras tepat mengenai rahang dan cukup membuat Oliver ambruk lagi untuk yang kedua kali.

𝐎𝐋𝐈𝐕𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang