24. we're doomed

126 29 39
                                    

please vote and leave comment, dear!
thank you <3
.
.
.

Hari sudah cukup gelap. Amy masih saja menangis setelah berjam-jam kepergian kedua orang tuanya. Kedua matanya tampak sembab dan kepalanya terasa sangat pusing. Ia bahkan belum makan sama sekali seharian ini.

Ruangan apartemen miliknya tampak sangat hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar. Amy duduk di sofa sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing akibat terlalu banyak menangis.

Tak berapa lama, tiba-tiba ia dikagetkan dengan suara pintu yang terbanting mengenai dinding. Amy menoleh ke arah pintu dan melihat Oliver terburu-buru masuk dan menghampirinya.

Oliver langsung saja mencengkram tangan Amy dengan kasar dan memaksanya untuk berdiri.

"Katakan padaku, Amy. Apa yang sebenarnya terjadi!!!" bentak Oliver tepat di hadapan Amy. Ia mencengkram lengan Amy dengan sangat keras, membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Apa yang kau katakan, Oliver? Aku tidak mengerti," jawab Amy bingung. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa Oliver tampak begitu marah.

"Kedua orang tuamu mendatangiku dan memintaku untuk meninggalkanmu, Amy!" Oliver melepaskan cengkramannya dari lengan Amy dengan kasar hingga tubuh Amy terhempas kembali ke sofa.

Amy sangat terkejut mendengar apa yang baru saja Oliver katakan. Ia sudah tidak tahu lagi harus berkata apa. Amy merasa bahwa ini adalah akhir dari segalanya.

Oliver berjalan mondar-mandir di depan Amy dan menjambak rambutnya sendiri. Ia tampak sangat frustasi.

"Dan kau tahu, Amy? Ayahmu bilang kalau mereka sudah datang kemari dan bertemu denganmu. Bagaimana mereka bisa tahu kalau kita tinggal di sini, Amy? Katakan padaku!!!"

Oliver membungkukkan tubuhnya dan menatap Amy yang sedang menciut di sofa. Amy benar-benar merasa takut pada Oliver saat ini. Ia merasa sangat ingin menghilang.

"Katakan padaku yang sebenarnya, Amy. Dari mana mereka tahu tempat tinggal kita?" Oliver menatap Amy dengan sangat tajam.

"Kau tidak akan percaya dengan apa yang akan aku katakan, Oliver," ucap Amy dengan suara yang bergetar. Air mata mengalir di pipinya.

"Katakan padaku, Amy," Oliver berbisik. Wajah mereka berdua sudah sangat berdekatan sekarang. Amy menundukkan wajahnya, berusaha menghindari tatapan Oliver.

Amy benar-benar tidak sanggup menatap kedua mata Oliver yang dipenuhi dengan kemarahan.

"Kau ingat David Alexander, Oliver? Orang yang pernah mampir ke sini seminggu yang lalu?" ucap Amy perlahan. Ia benar-benar merasa ketakutan sekarang.

"Apa hubungannya semua ini dengan David Alexander?" bisik Oliver. Kedua matanya masih terus menatap tajam pada Amy yang masih menundukkan wajahnya.

"David Alexander adalah—Alex Tunner, Oliver. Ia adalah kakak laki-laki Lynn."

Oliver menegakkan tubuhnya lagi. Ia memegangi kepalanya, tampak sekali ia sangat syok mendengar apa yang Amy ucapkan barusan.

"JADI KAU YANG SUDAH MEMBERITAHU LELAKI ITU DIMANA KITA TINGGAL SUPAYA IA DAN KEDUA ORANG TUAMU BISA DATANG KEMARI DAN MEMBAWAMU KEMBALI KE SHEFFIELD!!!"

"KAU YANG MEMBAWANYA KEMARI, OLIVER!!!" Amy balas berteriak, ia sudah tidak tahu lagi harus berkata apa.

"DAN KAU DIAM SAJA! KAU TIDAK MEMBERITAHUKU SETELAH ITU! KAU SENGAJA MELAKUKAN SEMUA INI, AMY?"

Oliver kembali membungkukkan tubuhnya dan menatap Amy dengan sangat tajam. Amy tidak bisa menggambarkan betapa Oliver sangat marah saat ini. Belum pernah Amy merasa setakut ini pada Oliver sebelumnya.

𝐎𝐋𝐈𝐕𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang