10. heaven in hell

310 38 83
                                    

please vote and leave comment, dear!
thank you <3
.
.
.

"Kau tidak cerita padaku kalau ayah dan ibumu sedang ke luar kota." Oliver menaikkan boxer-nya lalu duduk di tepian tempat tidurnya. Ia membuka laci nakas di samping tempat tidurnya, mencari korek api.

Di sampingnya, Amy mengulat seperti kucing yang baru bangun tidur. Ia menarik selimutnya sampai ke leher, menyembunyikan tubuhnya yang hampir telanjang.

"Kau tidak pernah bertanya. Lagipula untuk apa kau mau tahu tentang Mum dan Dad? Kau mau menginap di rumahku, ya?" Amy tersenyum dengan kedua alis terangkat, menggoda Oliver.

"Tidak. Bukan begitu." Oliver menghisap rokoknya. "Dari kapan mereka pergi?" Ia berbalik menghadap Amy.

"Sudah sekitar empat hari. Mereka akan pergi selama seminggu. Ada apa? Kau terus saja membahas masalah Mum dan Dad. Bisa tidak kita bahas masalah lain?" Amy duduk sambil memegangi selimut di dadanya.

"Contohnya?" tanya Oliver.

"Mmhh ... Apa ya?" Amy memutar bola matanya. Pura-pura berpikir.

"Lihat, kau sendiri tidak tahu mau membahas apa." Oliver mencubit pipi Amy perlahan. "Ayah dan ibumu sering pergi seperti ini? Apa tidak ada seorang pun yang menemanimu di rumah?"

"Biasanya Lynn akan menginap di rumah selama Mum dan Dad pergi tapi kali ini aku sendirian. Lynn kan sedang ngambek. Ia marah karena tahu aku berpacaran denganmu."

"Aku heran pada gadis itu. Kau tahu, aku sama sekali belum pernah mengatakan sepatah kata pun padanya tapi ia sepertinya benar-benar tidak suka padaku. Kau tahu alasannya?"

Amy menggigit bagian dalam bibirnya, berpikir apa yang harus dikatakan. Dengan gugup ia menggaruk keningnya yang tidak gatal sama sekali. "Kau tahu Lynn itu punya kakak laki-laki kan, Oli?" tanya Amy perlahan. Berusaha membentuk kalimat yang baik agar Oliver tidak tersinggung.

"Ya, lalu?" Oliver mulai memberi perhatian pada ucapan Amy.

"Ya, dari dulu Lynn sangat ingin aku dan Alex bersama-sama. Maksudku, berpacaran." Amy tersenyum kikuk, menunggu respon Oliver. Tapi tampaknya Oliver masih menunggu kelanjutan dari ceritanya. "Sejak kecil Alex memang menyukaiku tapi aku tidak tahu apa sekarang ia masih menyukaiku atau tidak. Kau tahu, sekarang kami sudah dewasa dan kejadian itu sudah lama sekali. Semacam cinta monyet begitu." Amy tertawa gugup. Ia senang telah berhasil mengatakan semuanya pada Oliver. "Kau tahu aku hanya mencintaimu, Oliver. Dan, Lynn marah saat tahu kita berpacaran."

"Kenapa Lynn harus marah kalau Alex sudah tidak menyukaimu. Kau mengerti maksudku? Itu artinya Lynn tahu kalau kakaknya itu masih menyukaimu, kan?" Oliver berusaha untuk bersikap tenang tapi nada bicaranya tidak bisa menutupi kalau kenyataannya ia terkejut dengan apa yang baru saja Amy ceritakan.

Oliver merasa terancam. Ia tidak suka ada orang lain yang mendekati Amy selain dirinya. Ia tidak suka mengetahui ada orang lain yang menginginkan Amy selain dirinya. Apalagi saat ia tahu lelaki itu lebih baik darinya. "Sekarang aku tahu mengapa ia mengajakmu menonton sepakbola kemarin. Itu hanya alasannya agar bisa bersamamu seharian penuh." Oliver mendengus kesal. Asap rokok keluar dari hidungnya.

Ya Tuhan, dia marah lagi, bisik Amy dalam hati.

"Sudahlah, Oliver. Mengapa kita jadi membahas Alex? Aku dan Alex tumbuh besar bersama-sama dan ia sudah seperti kakakku sendiri." Amy mengusap lengan Oliver.

"Ya, kakak yang jatuh cinta pada adiknya." Oliver tersenyum kecut. Ia mengalihkan pandangannya dari Amy. Amy terdiam mendengar ucapan Oliver. Sebenarnya apa yang mereka bahas di awal tadi? Mengapa akhirnya jadi seperti ini? "Oh ya, apa jangan-jangan kalian sudah dijodohkan sejak kecil seperti yang biasa dilakukan oleh keluarga-keluarga kaya lainnya?"

𝐎𝐋𝐈𝐕𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang