please vote and leave comment, dear!
thank you <3
.
.
."Silakan masuk, David," ucap Oliver saat ketiganya sampai. Alex masuk dan memperhatikan ruang tamu apartemen milik Oliver dan Amy. "Amy, jangan lupa berikan air dan obat untuk David, ya? Aku ke dalam sebentar untuk ganti baju."
Oliver masuk ke dalam ruangan yang tampak seperti kamar tidur lalu menutup pintu dari dalam, meninggalkan Amy dan Alex berdua di ruang tamu.
Dengan ragu Amy ke dapur dan mengambilkan air dan obat. Setelah itu ia kembali duduk menemani Alex.
Alex mengambil obatnya dan menyembunyikannya di saku kemejanya. Ia menggeser posisi duduknya lebih dekat dengan Amy lalu berbisik, "Kenapa kau tampak sangat ketakutan, Amy?"
"Apa yang kau lakukan, Alex? Kau ingin menghancurkan hubunganku dengan Oliver?" Amy menjawab dengan gigi yang terkatup rapat.
"Tidak seperti itu, Amy. Mengapa kau bisa berpikiran seperti itu padaku? Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja." Alex masih berbisik.
"Semuanya baik-baik saja sampai kau datang kemari, Alex." Amy tampak sangat gemas. Ia bangkit dan berniat menyusul Oliver ke kamar, tapi tiba-tiba pintu kamar terbuka. Oliver kembali dan tampak sudah mengganti pakaiannya.
"Kau sudah memberikan obat untuk tamu kita, Amy?" tanya Oliver lalu menyusul Alex duduk di sofa.
"Sudah. Nona Levesque sudah melayaniku dengan sangat baik, Oliver. Dan sekarang aku merasa sedikit lebih baik, terima kasih. Aku sangat bersyukur bertemu dengan kalian saat ini karena sebentar lagi aku ada janji dengan seseorang."
"Seseorang?" Oliver menaikkan alisnya, ia mencoba menggoda Alex.
Alex tertawa melihat raut wajah Oliver.
"Benar-benar seseorang. Ya, seorang rekan kerja."
Mereka berdua tersenyum. Alex merasa senang mengetahui bahwa Oliver adalah orang yang sangat baik. Tidak seharusnya ia begitu mengkhawatirkan Amy.
Tapi, Alex tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia masih begitu mencintai Amy. Alex sangat cemburu melihat cincin yang melingkar di jari manis Amy. Ia benar-benar ingin membawa Amy kembali pulang. Tapi, mendapati kenyataan bahwa gadis itu begitu mencintai Oliver dan begitu pula sebaliknya, terasa begitu pahit untuk ia terima.
Alex pura-pura melirik ke arah jam di pergelangan tangannya. Ia merasa tidak ada gunanya lagi ia berlama-lama di sana. Yang paling penting, Alex tahu di mana tempat tinggal Amy sekarang dan ia juga tahu bahwa Amy baik-baik saja saat ini.
"Baiklah, Oliver. Maaf, tapi aku rasa aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku harus pergi sekarang." Alex bangkit dari sofa. Oliver menyusulnya bangun.
"Oh, benarkah? Baiklah kalau begitu. Hati-hati berkendara."
"Pasti, Oliver. Aku akan berhati-hati."
Oliver mengantar Alex sampai ke pintu. Amy memperhatikan mereka dari dalam, merasa lega Alex tidak menghabiskan waktu lebih lama lagi di apartemennya.
"Senang bertemu denganmu, Oliver. Terima kasih banyak. Selamat siang."
Mereka berdua berjabat tangan lalu Alex beranjak pergi. Oliver tersenyum sambil menutup pintu apartemennya.
Oliver berjalan menghampiri Amy yang masih berdiri di depan pintu kamar.
"Hei, sunshine. Kenapa diam saja dari tadi?" Oliver menarik pinggul Amy dan berusaha menciumnya tapi Amy memalingkan wajahnya. Oliver tersenyum melihat sikap Amy. "Apa kau masih marah padaku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐋𝐈𝐕𝐄𝐑
Ficção Geral[𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄 𝟐𝟑/𝟎𝟒/𝟐𝟐] Oliver Harris, seorang pemuda broken home, bertato, mempunyai temperamen buruk dan tidak pernah segan untuk menghajar setiap orang yang menghalangi jalannya. Tumbuh besar bersama ibunya yang seorang pemabuk setelah...