Ngantri

1.5K 252 16
                                    

Mas Gyu lagi sibuk masak didapur sedangkan Koh Hao sama Bang Dika lagi bersih-besih rumah. Kemarin, diperingati sebagai hari ibu tapi mereka baru mau buat perayaan hari ini. Ya maklum, selama lima tahun ini mereka gak ada buat perayaan apa-apa selain ziarah ke makam Bunda.

Kalau tiga anaknya lagi sibuk, si Ayah justru dengan santainya ngeliatin anak-anaknya yang sibuk. Sambil minum susu kotak yang didapat dari kulkas, si Ayah selaku pihak pengawas kerjanya ngeliatin doang.

"Bang, itu sofanya diangkat dong biar bersih."

Bang Dika hormat. "Siap, Paduka!" setelahnya dia nyesal sendiri mengiyakan karena sofanya berat.

"Masih jam tiga nih, Ayah lanjut tidur ya. Capek."

Koh Hao yang lagi ngelap meja makan auto berhenti. "Ayah sadarkan kalau dari tadi Ayah gak ngapa-ngapain?"

"Sadar banget." Ayah mukul pundak Koh Hao beberapa kali. "Masih berdebu ini mejanya."

Sebelum si Ayah ke atas, suara Mas Gyu lebih dulu menginterupsi. "Ayah kalau sampe tidur lagi, Gyu teriakin maling nih ya!"

Dengan santainya seoarang Johan Haidar ngangguk. "Tapi kalian gak malu? Otot gede-gede begitu ada maling kok teriak? Yang ada diketawain warga kalian."

Begitulah bagaimana saat ini si Ayah kembali ke atas kasur dan tidur disamping Ibun sementara anak-anaknya pada ngebabu diluar. Oh ya! Karena bocil diperut Ibun makin besar, jadi abang-abangnya pada khawatir sama Ibun. Jadi kamar Ibun sama Ayah dipindahin ke bawah.

"Kuenya belum selesai, Gyu?" tanya Bang Dika yang udah duduk lesehan didapur. Padahal dapurnya masih berantakan banget karena tepung yang berantakan kemana-mana.

"Belom lah. Kan baru gue masukin ke microwave."

"Ngantuk banget gue." Koh Hao dateng dan rebahan dipaha Bang Dika. "Gue tidur ya?"

"Emang anak si Johan banget ya lo, Hao. Noh! Taneman Ibun dikasih minum."

"Matahari belom muncul bego."

Sambil nunggu kue dan kerupuk bakal seblak yang dia rebus mateng, Mas Gyu ikutan lesehan disamping saudara-saudaranya. "Gak ngerti gue sama otaknya si Johan. Padahal kita bisa masak kuenya nanti pagi."

"Takut kaga supres katanya."

Mas Gyu mendecih. "Gegayaan orang tua satu."

Setelah menunggu sekitar dua puluh menit, akhirnya bunyi ting dari mincro wave terdengar dan membuat Mas Gyu meletakkan mangkok seblaknya. Iya, jadi seblaknya mereka bertiga makan dulu baru kalau ada sisa buat Ayah sama Ibun. Alasannya biar kalo ada racun yang koit duluan mereka bertiga.

"Udah mateng?" Koh Hao ngedeket ke Mas Gyu.

"Udah nih. Dibuat apa ya bacaanya?"

"Dika ganteng." Usul Bang Dika.

"Bakal muntah gak sih Ibun yang ngebaca." Komentar julit dari Koh Hao.

Untuk menghias kue, mereka bertiga terlibat didalamnya. Tentu saja hasilnya sangat bernilai artistik. Kue ulang tahun anak tk kalah saing sama hebohnya hiasan di kue buat Ibun ini.

"Bangunin Ibun sekarang nih?" tanya Bang Dika.

"Iya. Tapi Ayah gak usah dibangunin, Bang. Pelan-pelan aja bangunin Ibunnya."

"Lah kenapee?"

"Ya gak kenapa-kenapa sih. Lagi pengen jailin Ayah aja gue."

Didepan pintu kamar Ayah sama Ibun, Bang Dika nguping bentar. Takutnya didalam si Ibun sama Ayah lagi melakukan hal yang didalam kepala readers. Setelah dirasa aman, Bang Dika masuk dan ngebuka pintu pelan banget.

SeCaratttTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang