Harusnya aku...

1.5K 248 55
                                    

"Halo para calon mantu, kangen Abah gak?" -Abah Sudah Tidak Duda.

---

Haidar Internatioal Convention Hall. Bangunan megah yang letaknya disuatu kawasan elit dengan luas tanah 5 hektar dan terdiri dari lima belas lantai. Belakangan, bangunan ini menjadi incaran para event organizer khususnya dibidang MICE kelas dunia karena fasilitasnya mendukung untuk semua jenis event Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition. Tebak punya siapa hayo?

Ya, si kaya yang sok miskin biar dapet gratisan.

Dilantai sepuluh dari gedung ini, terdapat dua bocil gemay dengan jas mini berwarna putih sesuai dengan tema acara hari ini. Dua bocil gemay itu berdiri disamping kanan dan samping kiri-mirip pengawal-dari seorang Bapak empat anak.

Dari depan sana, seorang perempuan yang dua puluh menit lalu suda resmi jadi istri dari si Bapak ini duduk diatas kursi rodanya yang berjalan bersama dua bocil-bocil kiyut yang mengenakan gaun mungil berwarna senada dengan dua bocil gemay.

Si Bapak yang kita panggil Abah (Tua) ini gak bisa nahan senyum waktu istrinya (Ceilah, istri. Kiw) menuju ke arahnya.

Disamping kanan dan kiri terdapat ratusan penonton yang memperhatkan roda dan kaki-kaki mungil yang pelan namun pasti berjalan ke arah Abah, Uji dan Ican. Termasuk tiga pemuda yang diketahui anak dari Abah.

"Tumben si Aspa cakep ya, Nu. Biasanya sarungan mulu." Komentar Bang Oci.

"Udah gue rekam, tinggal cepuin ke Abah." Bukan Mas Nonu, ini Kak Jun yang baru masukin hpnya ke tas Uji.

Bang Oci senyum ngeledek. "Jun, berani kaga balik kanan trus liat ke arah jam dua?"

Kak Jun belum ngeuh maksud kembarannya sampai dia bener-bener balik kanan dan liat ke arah jam dua. Memang baiknya omongan Oci Al-Fahrezi lebih baik difiltrasi dan jangan langsung diikuti. Kak Jun nyesel banget pas liat mantannya gendong anak dan duduk bareng suaminya.

Bukan gak move on, bukan. Tapi gimana ya? haduh, susah jelasin dah.

Didepan sana, Abah berdiri disamping Uma. Disamping Abah, ada Ican dan Wony yang bergandengan tangan. Disampng Uma, ada Uji dan Aira dengan tangan yang saling menggenggam.

Acara formal dilanjutkan sampai siang. Waktu makan siang, satu keluarga itu duduk bersama dimeja panjang. Abah yang tadi nyapa tamu-tamu, sekarang lagi ngedorong kursi roda bininya (ceilah, bini) menuju meja yang udah diisi sama enam belas orang itu. (Wawa-Nana diitung ya.)

"Uma mau makan apa?!" Uji langsung nyamperin ibunya yang baru. "Itu ada sepageti, sosis bakar, eum terus- Bude, itu yang dimangkok putih apa namanya, Bude?" setelah bernegosiasi bareng Bang Oci, akhirnya Uji mau manggil Tante Uyunnya, Uma.

"Zuppa soup, Sayang."

"Nah itu, Zupa sup. Uma mau yang mana?"

Abah duduk dibangku kosong sebelah Uma. "Abah aja yang ngambil makan Umanya, Uji makan aja tuh disamping Ican."

"Oh, mana boleh! Kan Uji anaknya Uma, Abah!"

"Lah, Abah suaminya."

Uji diem bentar. "Tapi Uma lebih sayang Uji!"

"Enggak, Uma lebih saynag Abah. Kan nikahnya sama Abah."

Yang lain mana mau misahin, seru tau makan sambil nonton gini.

"Yaudah, nanti Uma nikah sama Uji juga!"

Yang tadi nonton sekarang keselek dan pada heboh nyari air bening.

Boo yang paling deket posisi duduknya sama Uji, langung nyolek tangan si bocil. "Heh! Ngadi-ngadi lu ya, nikung Bapak sendiri."

"Uji duduk aja ya? Uma biar makan bareng Abah aja atau Ujinya mau Uma suapin juga?"

SeCaratttTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang