029

225 29 6
                                    

¡Hola!
I'm back!
~Happy Reading!~
•••
Austin Saverio Marquez
Point of View
•••

Termas de Río Hondo—Argentina.

Aku mendapatkan hasil yang bagus seperti tahun-tahun sebelumnya di Argentina. Tercatat aku sudah memenangi tujuh kali balapan di sini. Termas de Río Hondo merupakan salah satu trek favoritku setelah Texas dan Valencia.

Seperti biasa ketika selesai bekerja di hari Minggu, aku dan tim mengadakan acara makan malam di salah satu hotel berbintang di Argentina. Alessia dan Fredico masih mendampingiku hingga sekarang.

Alessia sangat baik pada kru yang lain sehingga mereka menyukainya. Sebenarnya aku sedikit cemburu karena dia sangat ramah tapi aku tidak mau dia dibenci kru yang lain jika bersikap sombong. Apalagi tempat kerjaku adalah dunianya para laki-laki. Aku tidak ingin ada kejadian Alessia dilecehkan atau semacamnya seperti yang terjadi di Italia dulu.

Gadis yang tengah memegang sumpit di tangannya itu tengah tertawa dengan Luiz karena menceritakan kejadian konyol yang ia dapat di sirkuit. Aku memperhatikan tanpa ingin ikut bicara. Sementara Fredico selalu saja ikut serta membuat suasana makan malam berlangsung sangat ceria.

Acara makan malam tidak berlangsung lama karena semua orang sudah kelelahan. Aku menggandeng Alessia untuk pergi ke kamar hotel yang ada di lantai 20. Dengan sikapku yang sekarang banyak orang yang mempertanyakan hubungan kami yang mana berakhir aku abaikan.

Aku memencet tombol lift saat kami sudah masuk. Hanya ada kami berdua karena aku menyuruh Fredico untuk menjauh dari kami. Kulepaskan genggaman tanganku dan Alessia begitu lift mulai bergerak. Kiranya kami akan sampai dalam lima menit.

Tak ada percakapan yang terjadi antara kami, aku memperhatikan Alessia melalui pantulan di dinding tanpa menoleh ke arahnya langsung. Selama berada di sini aku tidak banyak bicara padanya. Entahlah, sesuatu menahanku untuk terlalu akrab dengannya.

Alessia juga tampak tidak ingin memulai pembicaraan lebih dulu. Ia cukup pendiam jika sedang berhadapan denganku. Kupikir kami sama-sama canggung jika habis bertengkar atau semacamnya.

Enam lantai lagi, kami akan sampai ke lantai yang dituju. Namun, tiba-tiba listrik padam dan ruangan sempit ini mendadak gelap. Alessia memekik hiseris dan langsung memelukku erat. Sontak aku membeku sejenak. Gadis ini enenggelamkan wajahnya di dadaku. Goncangan akibat lift ini mendadak berhenti menambah ketakutannya.

"Alessia, ada apa? Kau takut?" Tubuhnya bergetar di pelukanku. Ia mulai menggigil. Aku balas mendekapnya.

"Lampunya, aku takut! Nyalakan lampunya!" Ia berbisik dengan suara bergetar.

Aku menyadari ketakutannya dalam kegelapan. Aku mendekapnya kian erat serta memberikan elusan di punggungnya agar ia merasa tenang. Namun tidak, Alessia justru makin ketakutan saat tiga menit lampu belum juga menyala. Bahkan lift ini juga berhenti di lantai empat belas.

Aku merasakan sesuatu membasahi dadaku. Alessia menangis. Apa sebegitu ketakutannya ia pada kegelapan?

Ingin melihat bagaimana wajahnya sekarang, aku melonggarkan jarak kami. Benar, air mata Alessia mengalir sangat deras. Aku menangkup wajahnya dan mengelus pipinya dengan lembut. "Hei, it's okay. I'm here with you," ucapku agar ia tenang.

Bukannya baik-baik saja, Alessia justru memegangi dadanya karena kesulitan bernapas. Aku panik dan kembali memeluknya erat. "Alessia, bertahan lah! Ini tidak akan lama."

Tanganku merogoh saku celana berharap bisa menemukan ponselku. Aku segera menghubungi Fredico dan dia langsung mengangkat di dering pertama.

"Halo?" sapanya dari sana.

Close to YOU | MM93 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang