042

200 28 0
                                    

¡Hola!
I'm back!
Maaf ya menghilang gitu aja, hehe.
Kemarin-kemarin nggak ada mood buat update.
Seberapa banyak yang kangen Austin? Please raise your hand✋!
Part ini agak uwuw jadi langsung saja.
~Happy Reading!~
•••
Austin Saverio Marquez
Point of View
•••

Bagnaia, Elba Island, Toscana—Italian.

Suara deburan ombak di luar mengusik ketenanganku dari tidur yang tidak lebih dari tiga jam. Perlahan mataku terbuka. Tanganku meraba samping tempatku tidur dimana semalam Alessia ada di dekapanku. Dia tidak ada. Aku membelalak dan segera menyibak selimutku. Mencari di setiap sudut rumah yang berada di tepi pantai.

Dadaku tiba-tiba berdebar, takut tidak bisa menemukan gadisku lagi. Aku berlarian kesana kemari untuk mencarinya. Hingga pada akhirnya aku menemukan Alessia duduk di tepi pantai seorang diri.

Aku mendesah lega melihat punggungnya yang tampak tidak terlalu tegap. Berjalan mendekat dan duduk di pasir pantai tepat di sampingnya. Aku mencium bibirnya saat ia menoleh dan tersenyum kecil.

"Sejak kapan kau bangun?" tanyaku.

"Belum lama, aku tidak bisa tidur." Ia menyahut dengan lirih. Alessia kembali mengalihkan pandangan menatap gelombang ombak yang sedang bergulung ke tepian di pagi hari ini.

Tatapan matanya kosong dan aku yakin kalau pikirannya sangat penuh. Aku tidak tega melihatnya seperti ini. Sikap diamnya benar-benar membuatku ikut tersiksa.

"Apa kau menyesal?" tanyaku tiba-tiba.

Pertanyaanku menarik atensinya untuk menoleh. Ia mengernyitkan kening samar dengan aku yang masih menatap matanya dalam.

"Kau menyesal ikut bersamaku?" ulangku ketika kudapati Alessia masih mengerutkan kening samar.

"Apa maksudmu?" Ia bingung.

"Kau tidak terlihat bahagia."

"Austin...." Alessia meremas ujung kaosku sementara aku sudah mengalihkan pandangan. Membuang tatapan ke ombak yang bergulung menjauh usai menyapu pasir di tepian pantai.

Entah dari mana asal pemikiran itu. Aku benar-benar benci jika Alessia tidak bahagia bersamaku saat ini.

Alessia tahu bagaimana caranya agar aku luluh terhadapnya. Ia meraba rahangku dan membuatku menatapnya. Tatapan matanya mengunciku. "Kenapa kau berpikir begitu? Aku sangat bahagia bisa bersamamu, Austin. More than anything."

"Benarkah? Aku mencampakkanmu, menghinamu, kau memaafkanku?" Bayangan keberengsekanku padanya tiba-tiba mencuat di kepala. Jujur, aku sangat menyesal.

Dia mengangguk lantas mencium bibirku singkat. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, aku justru mendorong tengkuknya agar ciuman kami semakin dalam. Rasa bibirnya masih sama. Manis dan lembut. Selalu begitu.

Kami sama-sama membingkai wajah satu sama lain dengan tatapan yang saling mengunci. "Kau ada di sampingku itu sudah cukup. Aku tidak menginginkan yang lain, Austin. Terima kasih telah datang," ucapnya kemudian mengalihkan pandangan lagi.

Bermenit-menit lamanya keheningan menerpa kami berdua. Tak seorangpun ingin mengeluarkan kata untuk menghidupkan suasana. Hanya suara deburan ombak yang menghiasi telinga kami.

Pikiranku penuh. Sementara Alessia juga tampak melamun seperti kehilangan semangat hidup. Jika ini berlangsung lebih dari sehari, aku benar-benar tidak sanggup. Tidak sanggup melihatnya diam seperti ini.

Aku beranjak, berjalan ke tengah pantai dan menceburkan diriku di dinginnya air. Aku berenang ke tengah laut untuk sekedar melampiaskan rasa kesal dalam diriku atas semua yang terjadi. Aku bukan orang munafik yang tidak mau mengakui bahwa kesedihan Alessia juga bagian dari kesalahanku.

Close to YOU | MM93 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang