•••
Austin Saverio Márquez's
Point of View
•••Madrid—Spain.
Jemari Fredico Carl Andrews dengan lincah menekan keyboard yang mana langsung memunculkan layar hologram tepat di hadapan kami. Detik-detik Alexis diserang sekelompok orang bersenjata terekam jelas di kamera CCTV. Selain menjadi asistenku, Fredico juga berbakat dalam bidang IT. Aku sengaja datang ke kediamannya yang ada di Madrid untuk mengetahui lebih detail tentang penyerangan Alexis.
Sekelompok orang yang terdiri dari lima pria menghadang mobil Alexis dengan menodongkan senjata tajam. Alexis tanpa senjata apa pun menghadapi mereka tapi sayang dia harus kalah setelah ditembak lengannya dan ditikam tepat pada perutnya.
"Aku sudah mencari tahu siapa orang-orang ini. Ternyata mereka adalah bagian dari Thanatos. Mata-mata yang sempat kau bunuh waktu itu bagian dari mereka masih ada dan ingin membalaskan dendam. Alexis mengetahuinya lebih dulu. Dia dengan bodohnya malah membobol sistem keamanan mereka. Itu yang membuat mereka murka." Penjelasan Fredico sanggup membuatku berpikir keras.
Keningku mengerut sesaat setelah Fredico menjelaskan. Otakku memutar ulang kapan kiranya aku pernah mendengar tentang geng itu. Begitu banyak pikiran yang memenuhi kepalaku akhir-akhir ini sehingga aku tidak punya cukup waktu untuk mengelola Aeolus dengan benar. "Thanatos, bukankah itu geng dari Bulgaria?" tanyaku, mencoba memastikan apakah ingatanku ini masih berfungsi dengan baik atau tidak.
Anggukan Fredico memberi jawaban. "Ya, dia bukan pemimpin yang sebenarnya. Orang yang kau bunuh saat hari peringatan kematian Elena waktu itu adalah kaki tangan. Tapi dia cukup dekat dengan pemimpin Thanatos.
Aku bisa mengingat dengan cepat kepingan-kepingan itu. "Itu artinya mereka masih ada?" tanyaku.
"Seperti yang tadi kukatakan."
Aku menjatuhkan diri di sofa putih yang ada di ruang utama apartemennya ini. Tanganku meneguk segelas wine sedikit demi sedikit. Fredico turut melakukan hal yang sama setelah menghilangkan layar hologram yang muncul di permukaan tadi.
"Kau harus lebih hati-hati. Mata-mata itu sudah tahu identitasmu meski dia mati. Aku hanya ingin memperingatkan, apa yang sudah kita lakukan sejauh ini mengundang banyak resiko yang akan kita hadapi kelak di masa depan. Kupikir kita tidak akan selamanya bersembunyi seperti ini. Suatu hari kita harus membuka topeng, memberitahu pada dunia bahwa kita bukan orang suci."
Aku menatapnya dramatis. Fredico tampak mendesah lelah sembari merengangkan kedua tangannya. Berikutnya ia menatapku serius. "Kau dengar apa yang aku katakan, 'kan?" tanyanya, karena aku hanya diam tanpa memberi sepatah jawaban.
"Kenapa kau tiba-tiba mengatakan semua itu. Kau lelah berada di sampingku?" Pandanganku kulayangkan asal ke seluruh penjuru ruangan. Tidak sanggup menatapnya, bukan, aku lebih takut akan jawaban yang akan ia berikan.
Fredico Carl Andrews adalah sahabatku sejak kecil. Dia yang selalu di sampingku untuk meraih mimpi-mimpi yang selama ini aku dambakan. Bahkan ketika orang tuaku tak mendukung apa yang aku suka, dia adalah tempat aku berkeluh-kesah. Dia juga mau membuang waktunya untuk bergabung dengan Aeolus untuk menemaniku di tengah jadwal padat kami balapan sepanjang musim. Kata-katanya tadi sanggup membangkitkan ketakutan bahwa dia lelah dan ingin berhenti.
"Aku tidak mengatakannya."
Jawabannya sedikit membuatku lega tapi tak ayal aku tetap mengajukan pertanyaan untuk memastikan. "Lalu kenapa kau mengatakan kalimat-kalimat itu?"
Fredico membungkukkan badan sehingga condong ke arahku. Posisi duduk kami dibatasi meja kaca selutut. "Dengar, kau ini sudah menikah. Ada seseorang yang harus kau lindungi. Jika pada saatnya kau punya anak dan identitasmu terbongkar oleh musuh-musuhmu itu, sasaran pertama balas dendam mereka bukan kau. Jika bukan Alessia maka itu anakmu," ucapnya serius. Aku suka jika Fredico dalam mode yang seperti ini daripada dia yang banyak bercanda. "Ini belum seberapa, jika dunia luar tahu kau adalah orang yang mengerikan, penggemarmu akan pergi, aku sangsi kau tidak akan diizinkan balapan lagi karena kau adalah ancaman. Bisa-bisa jika kau marah kau akan menghancurkan sirkuit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Close to YOU | MM93 Fanfiction ✔
Roman d'amourFOLLOW DULU SEBELUM BACA!! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!! ••• Semua orang mengira dengan keberuntungan dan bakat yang luar biasa mampu membuat Austin Saverio Márquez menjadi orang paling bahagia. Hidup di lingkungan orang-orang berkasta. Ter...