7. Kinan

93 23 16
                                    

Akhirnya setelah beberapa minggu enggak bisa menerima notifikasi SMS, sekarang nomor ponselku kembali normal. Terpaksa aku pergi ke mal sendirian, karena besok Dayana sedang gladi untuk assembly.

Namun saat berjalan pulang, aku terkejut melihat Bunga berjalan berlawanan arah bersama seorang pria berkemeja bak-bak bapak pengusaha sukses. Bukan, bukan pria itu yang membuatku aneh. Pria itu adalah ayahnya yang terkadang menjemputnya di sekolah. Akan tetapi pria yang mengenakan seragam pramuka di sebelah kanan ayahnya.

"Ray?" Refleks aku menyapanya.

Sedari pagi aku kucing-kucingan dengannya. Sekarang cecunguk ini malah muncul bersama Bunga. Apa jangan-jangan mereka pacaran? Masa sih Bunga mau sama cowok model kayak Ray?

Tiba-tiba saja Ray berdiri di sampingku dan sok akrab.

"Yah, Ray lupa kalau ada janji sama Kinan," ujarnya.

"Hah? Kap-"

"Please, tolongin gue. Gue bakal nurutin apa mau lo," bisiknya di dekat telingaku.

"Unlimited. Lo nurutin kemauan gue," balasku.

"Deal."

"Emang kalian ada janji apa?" tanya ayahnya.

"Ini, Yah, Kinan juga mau lanjut kuliah di Jerman. Kita mau belajar bareng," kata Ray.

"Bagaimana kalau Kinan ikut makan bareng? Baru setelah itu kalian belajar bareng," usul ayahnya.

Wah, aku sih mau-mau aja. Apalagi sepertinya mereka mau ke restauran mahal. Kapan lagi makan enak?

"Enggak usah, Yah. Kita soalnya mau belajar ke rumah Om Brian," tolak Ray.

Ah, dasar congcorang!

"Kamu kapan mau daftar les di Goethe? Brian itu enggak punya sertifikat bahasa Jerman yang diakui sama pemerintah sana. Meskipun Brian jago."

"Iya, iya. Nanti Ray bakal daftar."

Lalu Ray seenaknya menarik tanganku meninggalkan mereka.

"Kita mau ke mana?" tanyaku. "Eh, tangan gue kenapa masih dipegang-pegang sih?"

Sontak Ray melepaskan tanganku. "Sorry, khilaf. Kita pulang lah."

"Lho, kirain mau ke rumah Om lo. Siapa namanya?"

"Om Brian? Iya, gue belajar bahasa Jerman sama dia. Lo mau ikut? Tapi enggak sekarang."

"Wah, boleh tuh."

"Tapi kalau beneran mau ke Jerman, mending les di Goethe. Cuma di situ sertifikat bahasa Jerman yang diakui sama pemerintah sana."

"Oh gitu. Nice info."

Saat tiba di depan mal, aku mencegah Ray yang berjalan sangat cepat.

"Gue masih banyak yang pengin ditanyain," kataku.

"Sekarang banget?" Dia mengerutkan dahinya.

"Maunya sih besok, tapi gue takut ditipu lagi kayak kemaren."

Ray tergelak. "Kali ini gue janji enggak bakal kabur. Asal lo jangan bocorin apa yang lo lihat tadi ke temen-temen di sekolah."

"Kalau lo pacaran sama Bunga?"

"Pacaran dari Hong Kong! Bunga itu saudara tiri gue. Sebenernya gue juga males ngakuin, tapi ya Bapak'e udah terlanjur nikah sama emaknya." Dia mengedikkan bahu.

"Iya, sih. Kalau kalian pacaran, enggak mungkin ayahnya Bunga seperhatian itu sama lo."

"Eh, itu Ayah gue, bukan dia," protesnya.

Lazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang