14. Ray

81 19 12
                                    

"Heh, Anjelo! Lo bawa motor, enggak?" tanya Kinan yang berjalan di belakang gue.

"Enggak. Kan, hari ini enggak les."

"Yah, padahal gue mau sekalian ikut. Lumayan, irit ongkos."

"Dasar enggak modal."

Eh, si kutu kupret malah narik tali tas selempang gue ke belakang. Gila, hampir saja gue kejengkang.

"Day! Lo baru selesai latihan?" panggil Kinan kepada Cutbray saat kita sedang ingin menuruni tangga. Cutbray bersama segerombolan cewek-cewek lainnya datang dari arah lantai lima.

"Iya, nih. Tungguin gue! Mau ambil tas dulu di loker," seru Cutbray.

"Kita lagi ada urusan. Lo pulang duluan aja," sela gue.

Eh, si Cutbray malah mesam-mesem terus melihat gue sama Kinan bergantian.

"Ah, curang lo, Ki! Katanya mau ngejomlo sampe lulus. Semenjak lo sama Ray, gue jadi sering pulang sendirian!"

Akibat suara seriosanya Cutbray, cewek-cewek yang tadi dari lantai lima, serentak menengok ke arah kita. Terutama gue sama Kinan. Mereka yang sedang mengobrol di depan deretan loker tiba-tiba berubah menjadi intelnya Lambe Turah. By the way, gue tahu Lambe Turah dari cewek yang duduk sama Cutbray persis di depan gue. Berisik banget tuh cewek. Kayaknya pas keluar dari perut emaknya, kerjaannya ngomong terus.

"Eh, jangan percaya sama Dayana! Gue? Pacaran sama dia?" Kinan tertawa sumbang. Lalu dia menangkup wajah gue dengan telapak tangannya dan mendorongnya ke kiri. Seakan dia baru saja melepeh muka gue sambil ngejulurin lidahnya, bergaya ingin muntah.

Gue selepet juga nih cewek!

"Buruan ke bawah. Kalau enggak, besok lo enggak usah dateng ke Senja Cafe," ujar gue sambil menuruni tangga dan meninggalkan si kutu kupret. Lalu terdengar suara hentakan kaki mengikuti gue di belakang.

***

Bapak'e dengan senyuman mengembang, menyambut gue sewaktu pintu kaca cafe dibuka. Untung saja cuma ada dia sama Bunga bangkai di sini. Sudah jam lima, anak-anak yang eskul pada langsung pulang.

"Kenapa harus nunggu di sini sih?" protes gue. "Hari ini ada jadwal les. Kalian aja yang makan. Ayo, kita pergi."

Baru saja gue menarik tangan Kinan, Bapak'e malah bilang, "Ayah tadi udah nanya ke Brian. Katanya hari ini bukan jadwal kalian belajar. Terus Brian enggak ada di cafe."

Kampreto! Awas saja besok, gue bakal protes ke Om Brian.

Gue melihat Kinan yang kebingungan. Dia sudah enggak bisa menolong gue. Bapak'e baru saja menyiram kita dengan fakta.

"Ya udah kalau gitu saya pamit pulang duluan, Om. Permisi." Kinan sedikit menunduk.

"Eh, tunggu! Siapa namanya?" seru Bapak'e.

"Kinan, Om."

"Iya, Kinan. Ikut kita makan aja. Nanti dianter pulang sekalian."

Kinan menatap gue seakan meminta jawaban. Mulutnya menggumam sesuatu, tapi gue enggak kedengaran.

"Ayo, kita ke mobil," ajak Bapak'e.

Kinan mau enggak mau menurut dan mengikuti Bapak'e menuju parkiran, karena gue enggak ngomong apa-apa. Dia kayaknya enggak enak buat menolak.

"Pa, boleh enggak kalau aku ajak temenku ikut?" tanya Bunga.

"Lo kenapa ajak-ajak orang lain, sih?" sergah gue. "Gue males ya, kalau nanti ada gosip aneh-aneh di sekolah."

Lazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang