Beberapa langkah mendekati gerbang sekolah, aku menekan ulang lagu Selena Gomez berjudul Who Says dari ponselku. Saat lagu itu berdengung di telingaku melalui headset, aku mendongakkan pandanganku dan berjalan dengan percaya diri.
Tadinya aku ingin seperti Selena, memegang high heels dan mengangkat gaun. Sayang, aku sedang memakai kemeja putih dibalut rompi berwarna abu-abu dan rok dengan warna senada. Aku pun memakai dasi berwarna merah dan sneakers. Kamu Cuma anak high school, Kinan! Enggak usah sok ngartis deh. Memangnya lagi syuting High School Musical? Sok-sokan feeling musical. Cih! Sudah begitu, aku naik angkot lagi. Bukan seperti teman-temanku yang duduk cantik di dalam mobil mewah mereka yang sedang mengantri panjang dari gerbang sampai lobi gedung satu. Rumahku dekat, Mama dan Papa sibuk. Lebih aman menggunakan angkot daripada menaiki motor dan belum mempunyai SIM. Itu petuah Papa
Meskipun begitu, aku tetap tersenyum kepada Pak Joni yang sedang menyesap kopi hitam bersama pisang goreng di depan posnya tepat samping gerbang Russelia International School. Aku memilih jalan di samping gedung utama ketimbang melewati lobi.
Berbeda dengan temanku, Dayana. Sebagai orang yang hobi bersosialisasi, lobi adalah tempat yang strategis baginya untuk bertemu dengan lautan manusia.
"Woy! Kok gue ditinggalin?"
Aku menengok ke arah belakang saat berada di tangga lantai dua. Entah kenapa aku lebih fokus dengan komedo hitam yang bertengger di hidung besar milik Dayana.
"Lo pasti pengin mencetin komedo gue, kan? No way! Lihat tuh bekas jerawat di bawah bibir lo. Gegara lo pencet-pencet sih," tukasnya.
Memang aku suka gemas dengan komedo yang berada di hidungnya. Tipe kulit kami sama-sama berminyak. Jadi komedo dan jerawat adalah teman akrab kami dalam melewati masa ABG ini. Cuma bedanya, Dayana tidak terlalu peduli. Dia selalu percaya diri dengan apa yang dimilikinya.
Kalau kamu mau lihat orang yang paling positif dan bersyukur, lihatlah Dayana Almira
Dia tidak peduli teman-temannya memanggil Betty Boop, karena rambutnya yang ikal dan pendek. Dia tidak minder dengan kulit sawo matang. Katanya itu kulit eksotis.
Dia selalu memancarkan energi positif yang enggak ada habisnya. Makanya dia banyak temannya. Sangat terbalik dari diriku
"Iya, sih. Tapi gue enggak mau ditendang lagi. Lo kalau ngamuk udah kayak sapi dipotong pas lebaran kurban," dengkusku
Dayana tergelak. "Lo kenapa sih suka ninggalin gue kalau jalan?
"Gue cuma butuh sepuluh menit jalan dari gerbang ke kelas. Nungguin lo bisa sejam. Disapain semua satu sekolah," gerutuku
"Tadi gue ketemu Miss. Elisa. Ngomongin choir. Makanya lama. Sori, deh.
Biasanya di lantai tiga kami berpisah. Kelasku XI Science-1 berada di ujung koridor sebelah kanan, sedangkan kelas Dayana XI Commerce-1 berada dekat tangga. Namun aku malah mengikuti Dayana yang sedang berjalan menuju loker miliknya di depan kelas
"Lo mau main ke kelas gue?" tanyanya
"Bukan. Gue mau ke ruang guru." Aku menunjuk ruangan tepat di depan kelasnya
Dayana mengembuskan napas. "Lo masih belom nyerah? Pasti lo mau ke Mrs. Shelly, kan?
"Gimana lagi, Day. Gue harus ikut OSN. Gue kepingin ikut program Russelia GTC gratis. Masa si Davina yang nilainya di bawah gue bisa kepilih?" protesku
Lalu aku merogoh saku rompiku
"Program Russelia GTC atau goes to campus merupakan program spesial milik sekolah yang membantu murid-murid yang ingin berkuliah di luar negeri. Para murid akan ditutor oleh alumni kampus luar negeri yang prestisius sampai disediakan layanan pendaftaran kampus plus beasiswa bagi siswa yang terpilih. Murid hanya mengikuti instruksi dari tutor dan fokus belajar tanpa memikirkan rumitnya tahapan pendaftaran, birokrasi, dan sebagainya. Siswa berprestasi, seperti pemenang olimpiade tingkat Nasional dan Internasional, bisa mengikuti program ini tanpa bayar. Bahkan bisa menjadi kandidat kuat penerima beasiswa dari Yayasan Russelia!" Aku memerlihatkan selebaran yang kuambil dari samping mading
"Yah, malah promosi dia. Cocok jadi sales. Lo kira gue enggak pernah baca selebarannya?" Dayana mendengkus. "Lo udah minta tolong Ibra?" Dagunya menunjuk seorang pria jangkung yang baru saja datang dari arah tangga.
"Hai, Bra!" sapanya. Ibra menjawabnya dengan senyuman yang memerlihatkan lesung pipinya
Aku memelotot ke arah Dayana. "Bisa enggak sih manggil dia jangan pake itu? Kenapa enggak Galang aja? Kan Ibra Galang Setiawan."
Dayana mengedikkan bahu. "Gue kan cewek. Enggak bakal dituduh mesum cuma ngomong bra doang. Oh iya, lo kenapa enggak minta tolong dia? Mrs. Shelly kan deket sama nyokapnya Ibra.
"Gue enggak butuh pertolongan dia. I can handle it, Day." Aku meninggalkannya dan langsung membuntuti seorang wanita dengan kacamata tebal memasuki ruangan guru
Saat dia menengok ke belakang, kedua alisnya menukik tajam, menambah kesan horor. Kedua bola matanya seperti ingin keluar saat tahu aku yang membuntutinya
"Mrs, saya mohon, pertimbangkan sekali lagi." Aku sudah latihan untuk menampakan wajah yang berharap belas kasihan
"Saya sudah pernah bilang. Tidak bisa, Kinan. Kesempatan kamu sudah ditutup sewaktu kamu gagal Olimpiade Sains tingkat Kabupaten tahun lalu." Ah, ternyata enggak mempan
"Tapi, Mrs, setahu saya yang enggak boleh ikut lagi kalau udah pernah masuk tahap nasional dan dapat medali emas di jenjang yang sama. Saya pernahnya di jenjang SMP sampai tahap nasional. Beda jenjang, Mrs, dan saya dapetnya medali perak. Terus tahun lalu di jenjang SMA, saya cuma sampai tingkat Kabupaten." Aku menyodorkan peraturan olimpiade yang sengaja aku print sebelum pergi ke sekolah
"Kinan!" Aku tersentak dengan bentakannya. Lalu Mrs. Shelly merapikan rambut lurus pada dahinya dan mengatur napasnya
"Kepala Sekolah memutuskan untuk memberikan kesempatan bagi murid yang lain. Supaya adil. Enggak itu-itu saja yang dipilih. Lagipula saya sudah memperjuangkanmu untuk bisa ikut OSN dan mengabaikan permintaan Pak David supaya Davina maju di tahun lalu. Tapi kamu malah menyia-nyiakan kesempatan itu. Saya sudah enggak ada muka di depan Pak David," katanya lagi
"Kalau berbicara adil, jelas itu enggak adil, Mrs. Saat seleksi untuk olimpiade di sekolah, jelas-jelas nilai saya lebih tinggi dari Davina waktu tahun lalu. Entah kenapa sekarang dirahasiakan. Apa karena Davina anaknya Pak David, jadi beliau berkali-kali meminta supaya Davina mewakili sekolah?
Mrs. Shelly sekakmat. Dia sama sekali enggak ingin melawanku dan malah mengusirku dari hadapannya
Lalu aku tak sengaja melirik pria yang sedang menyodorkan map kepada Mrs. Zalina, guru English kami yang mejanya berada tepat di samping Mrs. Shelly. Saat Mrs. Zalina membukanya, aku sempat membaca tulisan personal statement.
Pria itu melirikku dan menatapku dengan alis berkerut. Mungkin karena aku tersenyum lebar kepadanya. Apa dia anak kelas sebelas juga? Tapi kenapa enggak pernah lihat? Eh, tunggu sebentar! Kayaknya enggak asing deh wajahnya. Di mana ya? Kayak pernah ketemu
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Boy
TienerfictieKinan merutuki nasibnya gara-gara didepak oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa p...