Aku tergopoh-gopoh berjalan memasuki salah satu deretan ruko dekat dengan pintu masuk perumahan Lake House. Ini akibat Dayana mengajakku ngobrol sembari keluar dari sekolah.
Sebenarnya jarak antara ruko tempat kursus mengaji dengan sekolah enggak jauh-jauh amat sih. Cuma enggak dekat-dekat banget. Eh, gimana sih? Pokoknya tanggung kalau naik angkot dari depan perumahan Kosambi Jaya ke Lake House. Kayaknya baru nempelin pantat, eh sudah sampai.
Baru saja aku membuka pintu kaca ruko dan menikmati embusan angin AC setelah berkeringat, aku baru teringat karena melupakan sesuatu! Jilbab! Biasanya aku juga bawa rok panjang. Masa baca Al-Quran pakai rok pendek? Meskipun rok yang aku pakai sedengkul sih.
Ah, kenapa pakai lupa segala sih?
"Kenapa, Kinan? Kok bengong sih? Itu Xian di belakang kamu enggak bisa masuk," tunjuk Mbak Diana, admin kursus, ke cowok berwajah oriental di belakangku.
Aku segera berjalan maju dan cowok bernama Xian menahan pintu kaca supaya dia bisa masuk.
"Masih ada murid ya, Mbak?" Aku menghampiri Mbak Diana yang duduk di balik meja besar seberang pintu.
"Udah selesai. Udah mulai kayaknya. Tinggal kamu sama Xian yang belom masuk," jawab Mbak Diana.
Iya sih, beberapa murid SD banyak yang duduk di kursi stainless di lobby kursus. Pasti mereka lagi menunggu untuk dijemput. Jadwal mereka di jam empat sampai lima sore. Isi kelasnya didominasi oleh anak-anak SD. Di jam lima sampai enam sore, kebanyakan anak-anak SMP dan SMA seperti diriku dan Xian. Kebetulan kami sama-sama pulang sekolah sekitar jam empat sore.
"Mbak, aku lupa bawa jilbab sama rok panjang. Gimana dong?" aduku kepada Mbak Diana.
"Mau pake mukena? Ada di musala." Mbak Diana pergi ke belakang. Lalu beberapa menit kemudian, dia datang membawa mukena lengkap dengan bawahannya.
"Ih, tapi aneh enggak, Mbak? Aku malu, masa pake mukena?"
"Enggak apa-apa. Soalnya kalau enggak pake, enggak dibolehin sama Ustazah Nuri. Sini kalau malu, aku anterin. Pake dulu aja."
Mbak Diana masuk ke dalam kelas yang hanya disekat oleh kaca yang sudah dilapisi oleh logo besar milik kursus. Aku pergi ke musala belakang untuk memakai mukena.
"Ayo, masuk." Mbak Diana membuka pintu kelas.
"Lho, enggak usah malu, Kinan. Di dalam cuma ada Xian, Lola, sama ada yang baru masuk." Ustazah Nuri menyambutku di pintu. Jilbab merah mudanya membuat pipi putih bersihnya seakan merona. Pokoknya kalau aku melihat Ustazah Nuri tuh adem banget kayak ubin masjid. Masih muda, cantik, solehah lagi. Kapan ya aku kayak dia?
Untung saja Xian dan Lola enggak memedulikan penampilanku. Kita bertiga memang jarang berinteraksi. Kalau Ustazah Nuri sedang enggak di kelas, mungkin ada pulpen jatuh pasti kedengaran. Lola yang masih kelas tiga SMP, terlalu muda untuk aku dan Xian yang seumuran.
Namun Xian juga sangat pendiam. Dia selalu fokus mengulang-ulang bacaannya yang masih terbata-bata. Ustazah Nuri pernah bercerita kepadaku dan Lola saat Xian belum datang. Katanya Xian mualaf. Jadi kita enggak boleh menyamakan kemampuan kita dengannya yang masih membaca Iqra. Aku dan Lola memang sudah Al-Quran.
Xian dan Lola mengambil tempat duduk di depan Ustazah Nuri, aku memutuskan untuk mengambil tempat di samping murid baru. Eh, tunggu! Kok seragamnya kayak seragam Russelia? Lalu saat cowok itu menengok ke arahku, kedua mataku membelalak.
"Ray?!"
Sontak Xian, Lola, dan Ustazah Nuri menengok ke arah kami.
"Oh iya ya, seragam kalian sama. Saling kenal?" tanya Ustazah Nuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Boy
Novela JuvenilKinan merutuki nasibnya gara-gara didepak oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa p...