Gosip bahwa Kinan enggak lulus Oxford berembus ke seantero sekolah. Gue curiga, di sekolah ini jangan-jangan ada admin akun gosip viral yang selama ini masih misteri siapa dalang di baliknya. Ya, tapi gue bersyukur sih, gue jadi tahu kabarnya tanpa gue harus kelihatan ngorek-ngorek informasi.
Terus anehnya, si cowok Korea malah semakin dekat sama Bunga bangkai. Kayaknya sewaktu cowok sableng itu jadian sama Kinan, dia sudah jarang bercengkrama bersama Bunga, Davina, and the gank. Cailah ... bercengkrama. Apa jangan-jangan mereka sudah .... Pernah dengar gosipnya sih.
Gue sebenarnya enggak ada maksud jadi tukang nguping. Cuma akhir-akhir ini entah kenapa gue selalu enggak sengaja mendengar sesuatu yang seharusnya enggak boleh gue dengar. Lagian hobi banget ngobrol depan library. Kan gue lagi kepingin tidur di dalam pas istirahat.
Jadi selalu begitu. Di saat gue sudah menguap dan mendambakan karpet library yang empuk, eh ada yang berseteru di depannya. Dulu sewaktu Kinan berantem sama cememew-nya. Eh, sekarang sama Davina.
Harusnya gue bisa melenggang tanpa dosa melewati mereka. Itu dulu. Eh, gue malah bersembunyi di balik tembok pemisah antara toilet dan library. Dasar sampah! Sekarang gue memang benar-benar berubah menjadi wartawan lambe-lambean yang beraksi dengan hengpon jadul.
"Ternyata Oxford bener-bener punya selera yang tinggi ya. Pantesan aja lo enggak masuk kriteria." Suara Davina tertangkap oleh pendengaran gue.
"Lo kenapa, sih, selalu ngusik gue? Apa untungnya bagi lo? Lo itu punya segalanya, Davina. Kenapa lo selalu cari gara-gara?" Gue enggak tahu mimik wajahnya Kinan. Dia berdiri membelakangi pandangan gue.
"Ya, harusnya sih gue yang punya segalanya. Bukan lo! Lo bisa menang olimpiade. Jadi anak emasnya semua guru Math di sini. Masa lo bisa dipilih terus tiap olimpiade? Ini kan sekolah punya keluarga gue. Sedangkan lo bayar aja didiskon!"
"Oh, satu lagi." Yeuh, banyak cingcong juga si Davina. "Belom puas lo ambil kesempatan olimpiade dan perhatian guru-guru, lo punya Ibra. Lo itu cuma menang temenan sama dia dari kecil. Modis juga enggak. Enggak suka bergaul. Lo tuh kalau enggak ada Ibra dan Dayana yang rela jadi temen lo, nasib lo bakal hancur di sekolah ini."
"Lo naksir sama Ibra? Gue enggak nyangka ya, ternyata selama ini penyebabnya itu. Kenapa lo enggak ngomel aja di depan si Bunga bangkai?" sahut Kinan.
Ah, enggak kreatif si kutu kupret! Pakai istilah Bunga bangkai.
"Gue lebih rela orang yang gue cintai sama sahabat gue. Daripada sama orang yang gue benci. Seharusnya lo sadar diri. Ibra itu enggak pantes buat lo. No wonder kalau lo diputusin sama dia."
Ah, sudah waktunya iklan sinetron lewat. "Misi, Mbak. Jangan menghalangi jalan masuk."
Tiba-tiba Kinan menarik lengan kemeja gue. "Bareng."
"Gue mau tid-" Wajahnya menatap gue dan sudah kayak kucing meminta ikan asin. Tapi imut. "Ayo, cepetan."
"Oh, so now you two in relationships? Cepet juga move on-nya. Tapi cocok sih. You two weirdo's are perfect for each other," cibir Davina.
Baru saja gue mau maju ke arah Davina, Kinan menahan gue. "Enggak worth it lo menghadapi sampah kayak dia."
Akhirnya tangan gue ditarik masuk ke dalam library oleh Kinan sambil melayangkan jari tengah ke arah Davina.
***
"Oiii, lo kalau mau nangis, ngapa di sini sih?" gerutu gue.
Masalahnya dari semenjak kita masuk ke dalam library, Kinan nangis bombay. Aduh, labil banget nih cewek cuma gara-gara putus cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Boy
Teen FictionKinan merutuki nasibnya gara-gara didepak oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa p...