35. Kinan dan Ray

178 26 16
                                    

Kinan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kinan

"Peraih nilai terbaik di Jurusan Science angkatan XI Russelia International High School. Peringkat pertama, Kinanthi Sekar Arumdani," ujar Kepala Sekolah.

Aku enggak bisa membendung air yang sudah menggumpal di sudut kedua mataku. Emma memelukku dengan erat. Dayana dari barisan kelasnya melambaikan tangan dan meneriakkan namaku. Bukan hanya Dayana, tapi Gamal juga. Dan ... Ray. Hatiku berdesir melihatnya. Dia memberikan dua jempolnya beserta senyuman yang hangat.

Tak lupa aku menoleh ke arah belakang, tepatnya ke deretan kursi wali murid. Mama melambaikan tangan sambil mengusap kedua matanya. Aku yakin Mama lebih heboh menangis dariku, sedangkan Papa hanya bertepuk tangan sambil memancarkan kebanggaan pada kedua matanya.

Aku berdoa supaya enggak jatuh saat menuju panggung, karena Mama menyuruhku untuk memakai high heels. Beruntung aku bisa negosiasi untuk masalah makeup supaya enggak terlalu tebal. Bisa-bisa aku dicemooh oleh Ray dan Gamal. Mereka akan menertawakanku sampai terpingkal-pingkal.

Pantas saja beberapa minggu yang lalu—sebelum wisuda kelulusan—Mrs. Shelly menyuruhku untuk menyiapkan pidato kelulusan. Aku sudah latihan berkali-kali, tapi rasa gugup tiba-tiba menyergapku kala menatap audiens yang memenuhi aula sekolah dari atas podium.

Namun saat aku melihat Ray yang menatapku dan tersenyum kepadaku, keberanian di dalam diriku muncul kembali.

Tak lupa aku menaikkan daguku dan berbicara dengan lantang. Aku tahu jika aku akan mendapatkan sorakan dari teman-teman kala aku menyebutkan nama Ray setelah aku berterimakasih kepada Mama, Papa, dan para guru.

Aku bisa melalui hari-hari terakhir di sekolah dengan baik berkat Ray. Bahkan dia merelakan waktunya untuk menemaniku berkonsultasi ke psikiater kenalan Ustazah Nuri.

Semenjak aku jujur kepada Mama dan Papa soal pelecehan yang dilakukan oleh Ibra, keduanya sempat bertengkar dan saling menyalahkan. Beruntung hal tersebut enggak berlangsung lama. Mama memanggil Tante Astri dan Ibra ke rumah. Papa membelaku mati-matian.

Ternyata Papa marah hanya karena terluka. Mana ada seorang ayah yang enggak terluka melihat anaknya dilecehkan? Meskipun peristiwa ini diselesaikan secara kekeluargaan, tapi hubungan Mama dan Tante Astri putus begitu saja.

Aku bisa menceritakan peristiwa tersebut kepada Ustazah Nuri berkat Ray. Menurut Ray, aku butuh wejangan spiritual, karena aku selalu menyalahkan diriku terus-menerus. Aku menyalahkan diriku yang membiarkan Ibra menjadi pacarku sehingga dia merasa bebas menyentuhku.

"Jangan terlalu menyalahkan diri kamu, Kinan. Ayo, kita sembuhkan luka bersama-sama ya, Kinan," ujar Ustazah Nuri kala itu.

Setelah itu Ustazah Nuri merekomendasikanku untuk berkonsultasi kepada psikiater kenalannya. Aku senang dengan Bu Sahara—psikiaterku—karena dia orang yang mempunyai kemampuan yang baik untuk memulihkan traumaku dan juga mendekatkanku dengan nilai-nilai spiritual.

Lazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang