Dasar pengecut! Enggak seharusnya gue kabur dari Kinan. Memangnya apa salah dia? Apa karena dia jadian sama cowok Korea itu? Dia enggak salah kok. Lagian kita enggak pacaran sampai gue bisa marah.
Gue frustasi! Padahal gue tadinya semangat belajar. Apalagi sewaktu lihat catatan rumus yang Kinan tulis khusus buat gue. Arrrggghh! Lemah banget gue!
Pokoknya gue harus belajar dan mendapatkan nilai yang bagus. Biar gue bisa mengalahkan si cowok Korea. Gue yakin tuh cowok cuma modal tampang sama harta orang tuanya.
Namun gue malah berakhir tiduran di bawah pohon asam yang meneduhkan sebagian vihara. Di bawahnya ada kursi panjang. Gue enggak bisa lagi di sarang lama. Pasti Kinan bakal menyeret gue.
Seenggaknya biarkan gue damai. Sampai perih di hati gue sembuh.
***
Dasar Bunga bangkai! Dia enggak ada kerjaan atau punya semacam intel? Tiba-tiba sepulang sekolah, cewek jahanam itu menyeret gue ke mobil BMW. Terus Bapak'e membawa kita berdua ke restauran seafood favoritnya. Bukan untuk menikmati santapan, tapi gue disidang!
"Kamu kenapa bolos les di Goethe? Banyak orang yang kepingin les di sana, tapi enggak bisa karena mahal. Terus kamu?!" Bapak'e mengusap wajahnya dan mendesah kasar.
"Ayah udah senang waktu kamu tiba-tiba mau les di Goethe. Bahkan sampe bilang mau kursus ngaji. Tapi kenapa malah bolos?"
"Kan mau ujian, Yah. Izin enggak masuk dulu." Gue berkelit.
"Ujiannya minggu depan! Kamu bolos Goethe udah dua minggu. Terus Ayah dapat laporan kalau kamu bolos pelajaran PE, dan Mathematics. Homeroom kamu yang bilang. Ayah cek di weekly report yang masuk ke email, ternyata benar. Nilai kamu kosong. Kok bisa ke sekolah, tapi bolos pas pelajaran?"
"Pasti dia yang ngaduin, kan?" Gue menunjuk Bunga bangkai yang dengan sok polos melahap cumi goreng tepung.
"Enggak usah ngelemparin ke orang lain! Kata Bunga, kamu begini semenjak Kinan dekat sama Ibra. Apa benar?"
Gue enggak tahan lagi. Tadinya gue mau menggebrak meja, tapi gue tahan. Gue meremas kain ransel kuat-kuat.
"Ayah tahu kamu kecewa kalau Kinan lebih memilih pria lain. Kamu tahu? Bunga juga suka sama Ibra, tapi dia tetap rajin latihan piano dan belajar buat persiapan Final Test. Enggak cemen kayak kamu. I know it's hard, tapi kamu harus survive, Ray."
Rasanya gue muak banget. Terus gue mengeluarkan suara tawa yang sumbang.
"Lagi-lagi semuanya sok tahu. Enggak ada hubungannya sama Kinan. Jangan samain Ray sama dia," tandas gue. Gue menusuk Bunga dengan tatapan gue.
"Pokoknya Ayah enggak mau dapat laporan seperti ini lagi, Ray. Mengerti?" tegasnya.
Lalu di perjalanan pulang, gue membuka galeri di ponsel. Gue cuma mau memastikan beberapa foto aman. Foto yang akan membawa si Bunga bangkai ke gerbang kematiannya. Sekarang gue masih tahan, karena apa yang dia lakukan belum masuk kategori parah. Kita lihat nanti. Dia berulah lagi, gue akan menjatuhkan bom nuklir ini. Dia akan bernasib sama dengan Hiroshima dan Nagasaki.
***
Sesampainya di rumah, Bapak'e masuk ke dalam. Dia berbicara serius kepada Emak di ruang tamu. Gue enggak peduli dan masuk begitu saja ke dalam kamar.
Enggak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Tadinya gue mau ngebiarin Emak berdiri sampai dia capek sendiri. Ya, mana tega gue? Gue bisa keras sama Bapak'e, tapi gue paling enggak bisa begitu sama Emak.
Gue membuka slot kunci pintu dan membiarkan Emak masuk. Sedangkan gue kembali merebahkan tubuh di atas kasur. Wajah gue sengaja ditutup pakai bantal. Emak memang jarang masuk kamar gue, kecuali mengetuk pintu terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Boy
Teen FictionKinan merutuki nasibnya gara-gara didepak oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa p...