21. Kinan

61 21 13
                                    

Masalahku dengan Ibra sudah selesai. Namun dengan Dayana belum. Tadinya di hari libur seperti ini, aku ingin ke rumah Dayana untuk meminta maaf dan membujuknya.

Akan tetapi Dayana diajak oleh kakak iparnya menginap di villa keluarganya di puncak. Kebetulan tanggal merahnya di hari Jum'at, jadi libur tiga hari. Lalu Ibra mengajakku datang ke acara tunangan kakak perempuannya. Meskipun tanpa Ibra undang, Mama pasti menyuruhku ikut dengannya.

Mama dan Tante Astri itu sudah seperti Sinichi dan penjahat. Di mana ada Sinichi atau Conan, pasti ada kejahatan di sana. Sama persis, di mana ada Mama, di sana ada Tante Astri. Apalagi Mama yang mengurusi snack di acara tunangan.

Kebetulan Mama masih sibuk dengan riasannya, aku berinisiatif untuk mengambil snack yang dipesan. Sewaktu sampai di depan rumah tempat pesanan kue, aku baru sadar bahwa itu adalah rumah Ray.

Ketika bertemu dengan bundanya Ray, aku seperti melihat Ray versi cewek. Kulit kuningnya sama, bibir tipisnya, rambutnya, tapi mata sipitnya mirip ayahnya. Serta tinggi badan dan jalan berjalannya Ray seperti menjiplak ayahnya.

Tante Astri mengabari bahwa Ibra akan menjemputku untuk membawa snack tersebut. Dia meneleponku ketika sudah sampai.

Ibra turun dari mobil ayahnya diantar sopir. Mobil ini bukan yang digunakan untuk mengantarnya ke sekolah. Biasanya dia diantar ke sekolah memakai Yaris bersama maminya. Kebetulan searah dengan tempat kerjanya. Baru sepulang sekolah dijemput sopir yang biasa membawa mobil Alphard ini untuk mengantar papinya bekerja.

Aku menyambutnya dengan semringah dan membuka pagar rumah Ray.

"Ngapain si cowok Korea ke sini?" bisik Ray.

"Cowok Korea?" Aku mengerutkan kening.

Dagu Ray menunjuk Ibra yang sedang membenarkan letak kemeja birunya yang melapisi kaus putih. Aku tergelak saat memahami ucapan Ray. Pasti karena gaya rambutnya Ibra yang poninya menutupi area dahinya.

Mirip sih kayak Ray. Cuma Ray rambutnya lurus dan tipis banget. Kayaknya kalau ada nyamuk yang hinggap di rambutnya, bakal kepeleset deh.

Beda dengan rambut Ibra yang tebal dan sedikit bergelombang. Lalu dia membuat kesan rambut acak-acakan. Ya, mirip personil boyband Korea. Jadi, alasan mereka memasang poni sangat berbeda. Satunya, karena alasan style. Sedangkan satunya lagi demi kesejahteraan aktivitas tidurnya.

Semenjak kedatangan Ibra, entah kenapa Ray menjadi semakin jutek. Ya, dari awal kenal sih dia kayak gitu. Cuma sekarang lebih kayak mendiamkan setiap perkataanku. Ah, mungkin dia cuma masih dendam, karena aku menjajah waktu tidur paginya.

"Makasih, Tante, atas suguhannya." Aku menyalaminya sebelum pergi. Semua kotak snack sudah diangkut oleh sopirnya Ibra ke bagasi mobil.

"Sama-sama. Maaf ya, tadi Ray cuma kasih air dingin. Kuenya jadi telat disuguhin. Ini sekalian bawa aja. Ke mana lagi tuh anak? Masa tamu pulang, malah pergi," keluh bundanya.

"Eh, enggak usah repot-repot, Tante. Biarin aja, Tante. Ray masih ngantuk kali." Aku akhirnya menyerah dan mengambil kue yang diberikan bundanya Ray setelah dipaksa untuk dibawa.

Aku menawari kue yang ada di dalam plastik kepada Ibra saat kami berada di dalam mobil.

"Enggak, ah. Gue masih kenyang, tadi baru makan," tolaknya.

Kemudian kami terdiam. Hinga Ibra tiba-tiba bertanya sesuatu yang aneh. "Apa hubungan lo sama Ray?"

"Maksudnya? Temen lah. Emang apa lagi?"

"Gue enggak ngerasa begitu. Ya, lo nganggepnya kayak gitu. Belum tentu dia juga nganggep lo sebagai temennya," sahut Ibra.

Aku terkekeh. "Emang sih, dia suka sok-sokan enggak kenal sama gue. Kita emang enggak sedekat itu kok. Lebih banyak adu mulutnya."

Lazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang