18. Ray

63 22 12
                                    

"Assalamualaikum, Bun!" gue menghampiri Emak yang lagi nonton sinetron favoritnya. Kadang-kadang gue sampai hafal percakapan sama pemerannya.

"Ya Allah, kamu habis dari mana? Katanya mau bikin SIM. Kok sampe malem begini?" cecar Emak saat gue menyalaminya.

"Tadi mampir ke cafe-nya Om Brian dulu, Bun," sahut gue. Gue duduk di sofa ruang tengah tepat di samping Emak. Lalu mengunyah tahu yang diberikan oleh Kinan tadi.

Terus waktu Emak mau mengambil salah satu tahu di plastik, gue langsung merebutnya.

"Ini tahunya pedes, Bun. Nanti mag kambuh lagi. Spesial dikasih orang."

"Ya ampun, sama Bunda pake pelit lagi. Emang dikasih siapa sih? Kamu lagi suka sama cewek ya?"

Gue hanya terdiam sambil fokus mengunyah. Kemudian gue mendesah saat melihat adegan tabrak lari di sinetron yang Emak tonton.

"Itu ngapa sih pake bengong? Padahal kan kalau lari masih bisa enggak ketabrak," komentar gue.

Emak malah memukul paha gue. "Pertanyaan Bunda enggak dijawab. Kamu lagi suka sama orang ya?" tebaknya.

Gue mengerutkan kening. "Suka? Siapa? Pasti ini gara-gara tahu jeletot. Orang ini dikasih sama temen."

"Kamu ini enggak usah bohong sama Bunda. Bunda kan juga pernah muda. Soalnya Bunda perhatiin kamu sekarang banyak berubah. Kamu jadi semangat les. Tiba-tiba mau kursus ngaji. Bunda sempet nanya-nanya ke Brian. Katanya ada cewek yang ikutan les. Bunda jadi penasaran." Kedua bola mata Emak menerawang ke plafon rumah.

"Bisa enggak sih husnuzan sama anak sendiri? Ray itu mau berubah. Mau belajar yang bener, terus bisa cari duit. Biar Bunda enggak usah kerja lagi. Duduk manis di rumah pokoknya," tutur gue sambil melahap potongan terakhir tahu jeletot.

Emak mengacak rambut gue. "Iya, iya deh percaya. Ajak-ajak ceweknya ke sini. Bunda mau ketemu."

"Mulai deh resek. Udah ah ngantuk. Bunda juga tidur gih. Jangan kemaleman." Gue beranjak dari sofa dan pergi ke kamar.

***

Biasanya kalau capek begini gue langsung tepar di atas kasur. Ini malah masih terang benderang mata gue. Padahal sudah main mobile legends dua match, gue masih belum mengantuk.

Ini si Gamal ngajakin main lagi. Gue malas ah. Tadi dia tiba-tiba nge-lag, terus AFK. Katanya kaki dia kesemutan dan dia jatuh di depan toilet. Ternyata dia main selama itu sambil boker sampai kakinya mati rasa. Bokernya di kamar mandi lantai dua yang jongkok. Lagian sih! Ah, malesin ngomong soal dia.

Entah kesambet setan apa, gue membuka chat dan mencari nama Kinan. Tadi sewaktu dia bilang kalau emaknya pulang dari rumah sakit, gue kepingin basa-basi sekalian nengokin ke rumahnya. Ah, tapi kita kan enggak sedekat itu. Apalagi selama ini Kinan menolak kalau diantar sampai depan rumah. Apa dia malu kalau ketahuan berteman sama gue? Eh, memangnya kita berteman?

Apa gue tanya keadaan emaknya ya? Ah, kan sudah malam. Enggak sopan. Eh, tapi dia kan sering kurang ajar sama gue.

Oiii, gimana? Mama udah di rumah?

Hapus, hapus! Sok akrab banget!

Oh iya, Mama lo gimana keadaannya?

Ah, enggak banget sih?!

Emak lo udah pulang dari rumah sakit?

Gini cukup kali ya? Eh, copot! Gue kaget! Tiba-tiba Kinan menulis chat kayak gini ke gue.

Kinan: Lo mau nulis cerpen ya dari tadi typing terus?

Sial, sial! Ketahuan gue. Dia kan orangnya narsis dan pede banget. Gue jangan sampai salah ngomong.

Lazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang