“Turunkan aku, Zeki!” pinta Sachi, kepada Zeki yang menggendongnya.
“Apa yang kau katakan? Aku tidak mendengarnya!”
“Turunkan aku! Turunkan aku! Turunkan aku!” geram Sachi hingga membisikkan kata-kata yang sama berulang-ulang, “apa kau tidak malu dilihat oleh anak-anak?”
“Kenapa harus malu? Mereka juga tercipta karena hilangnya malu di antara kita berdu-”
Ucapan Zeki terhenti. Laki-laki itu segera menunduk setelah tamparan di bibir menghentikan mulutnya berbicara. “Aku akan melayanimu tanpa henti nanti. Aku akan melayanimu sampai seluruh tulang di pinggangku rontok. Namun jangan seperti ini! Aku sungguh-sungguh malu! Terlebih pada Huri dan Ihsan yang sudah beranjak dewasa,” bisik Sachi, sesaat dia mendekatkan wajahnya pada Zeki yang masih tertunduk.
“Apa kau serius dengan ucapanmu? Kau dilarang pergi nanti tanpa izin yang kuberikan.” Zeki balas berbisik kepada Sachi yang ia gendong.
“Aku bersumpah. Jadi, ayolah! Turunkan aku! Mereka dari tadi tidak berhenti menatap kita berdua.”
Zeki menghela napas setelah mendengar bisikan dari Istrinya tersebut, “baiklah. Aku akan menagih semua itu nanti. Aku tidak bisa menyentuh perempuan lain, karena itu kau harus pasrah untuk aku sentuh sepuasnya,”
Sachi turut menghela napas, sebelum tangannya terangkat menarik kuat jenggot Zeki. “Sebelum kau menyentuhku. Sebaiknya kau harus membersihkan terlebih dahulu tubuhmu ini. Aku tahu, kau pasti sama sepertiku yang tidak menyentuh air selama hujan kegelapan itu turun.”
“Semakin lama kau memelukku, semakin itu juga keharuman pada tubuhku ini menghilang.”
Zeki menghentikan langkahnya, dengan bibirnya yang terkatup cukup lama, “kau benar!” sahutnya sambil menurunkan Sachi dari gendongannya.
Sachi sendiri setelah diturunkan Zeki, segera menarik napas yang begitu dalam sebelum dia menggigiti bibirnya sendiri … Sembari memandang punggung Zeki yang melangkah terlebih dahulu, meninggalkan mereka. “Aku tahu apa yang sebelumnya ingin kau sembunyikan!” Sachi mengutarakannya menggunakan Bahasa Yadgar.
“Dari caramu memerintah Akash dan prajuritmu secara diam-diam tadi … Membuatku memahami semuanya!” Zeki segera menghentikan jalannya lalu menoleh sesaat mendengar perkataan Sachi, “aku tidak mempermasalahkannya, karena aku bisa memahami bahwa kau melakukannya hanya karena harus bertahan hidup.”
“Namun aku tidak bisa menjamin anak-anak bisa menerimanya … Terutama Putra Kembar kita-”
“Jangan katakan, kalian ingin meninggalkanku sendirian lagi?” Zeki memotong ucapan Sachi dengan suara yang terdengar begitu gemetar.
“Tentu saja tidak, kau bodoh!” sahut Sachi sembari menggeleng pelan, “aku akan membantumu membohongi mereka!”
“Sejak aku terbangun, aku belum sempat memakan apa pun. Dan aku yakin … Mereka berempat juga cepat atau lambat akan merasakan hal yang sama.”
“Semenjak kalian memberitahukanku tentang hujan kegelapan. Semenjak itu juga, aku sudah mempersiapkan banyak hal dengan hewan-hewan milikku. Aku akan menjelaskannya dengan lebih terperinci … Shin dan Tama memiliki kemampuan untuk mengendalikan hewan apa pun, asal jarak di antara hewan tersebut tidak terlalu jauh dariku atau dari mereka.”
“Setiap hari, semenjak kalian menceritakannya. Aku meminta mereka berdua untuk berangsur-angsur membawa semua hewan yang bisa mereka kendalikan ke Dunia Kou. Karena gerbang dari Dunia Kou itu sendiri, hanya dapat muncul di tempat-tempat yang pernah aku datangi. Inti dari semua perkataanku … Aku menyiapkan dunia Kou, terutama hutannya menjadi hutan yang menyimpan seluruh cadangan makanan kita jika bencana ini terjadi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Carpe Diem
FantasySambungan dari Our Queen : Memento Mori. Diharapkan, untuk membaca judul tersebut terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psychology. Warning! Ba...