Chapter DCCCLVI

1.1K 372 59
                                    

“Kei, kau berlari terlalu cepat! Kau meninggalkan mereka!”

Kei terus dan terus berlari tanpa menanggapi teriakan Sachi di punggungnya. “Kei!” Sachi kembali memanggil Harimau Putih miliknya itu.

“Apa yang aku lihat dan apa yang aku rasakan. Jauh lebih baik dibandingkan denganmu!” sahut Kei dengan terus saja berlari tanpa berniat menurunkan kecepatannya, “mereka akan lebih aman kalau berada jauh di belakang kita!” sambung Harimau Putih itu kembali, seraya melompat ke bangunan batu yang menghalangi jalan mereka.

“Anak-anak kalian terlihat lemah sekali! Jauh berbeda dibanding kalian berdua!” cetus Kei sesaat dia melompat turun dari bangunan yang sebelumnya ia panjat.

“Mereka harus melihat, seperti apa Manusia yang sesungguhnya agar tidak menarik kalian jatuh oleh kelemahan yang mereka miliki.” Kei berucap lagi, diikuti langkahnya yang tiba-tiba berhenti.

“Kenapa? Apa kau juga merasa takut, My Lord?”

Sachi mencengkeram kuat bulu milik Kei. Dia tak bisa berucap apa pun, disaat dia menoleh justru menemukan sekumpulan manusia tengah berebut … Melahap bangkai manusia yang tergeletak di dekat mereka. “Kalian Para Manusia terlihat sangat menjijikan! Kalian selalu mengagungkan bahwa diri kalian adalah yang terbaik dari semua Makhluk yang hidup. Namun kalian tidak sadar, bahwa kalian bahkan jauh lebih buruk kalau sedang memperjuangkan hidup kalian sendiri,” gumam Kei, dia membawa Sachi ke arah kumpulan tadi, sampai-sampai membuat kumpulan Manusia tadi pecah, berlari tunggang-langgang, menyelamatkan diri kala melihat Kei yang semakin mendekati mereka.

“Kau tidak perlu kembali ke sini! Kau tidak perlu bertemu mereka lagi! Kau bahkan tidak perlu untuk menemui Dia lagi … Karena mungkin saja, dia sudah sama seperti Manusia yang lain. Bagi Manusia, kau sudah tertidur terlalu lama … Apa pun bisa terjadi!” tukas Kei, sembari menginjak sisa bangkai manusia yang ditinggalkan oleh kerumunan sebelumnya.

“Aku tahu!” Sachi menyahuti ucapan Kei di dalam kepalanya, “tapi aku, ingin memastikan semuanya dengan mata kepalaku sendiri.”

“Kalau saja memang benar dia berubah sama seperti Manusia yang lain. Tidak apa-apa! Karena tidak ada yang benar atau salah, disaat kita ingin mempertahankan hidup.”

“Bawa aku untuk bertemu dengannya! Karena jujur saja, aku sudah mempersiapkan diri untuk menerima hal buruk sekali pun.”

“Baiklah! Sesuai perintah yang kau berikan, My Lord!”

_____________.

“Zeki!”

“Apa yang kau lakukan di sana? Apa kau sedang menikmati kegelapan ini? Apa kau tidak tahu kalau mereka yang ada di Istana dan di luar Istana tengah bergejolak, oleh redanya hujan?”

Zeki yang berdiri dengan kedua tangan bersilang di dada itu, menoleh pada Aydin berserta Akash yang berjalan masuk ke dalam kamarnya. “Para Manusia yang masih tersisa hidup di luar sedang berusaha masuk! Sedang mereka yang di dalam sedang mencoba untuk melarikan diri! Kita akan berada dalam bahaya kalau tidak segera bertindak!” Aydin menyambung ucapannya yang sempat terhenti.

“Lalu? Biarkan saja! Lagi pula, apa bedanya kita dengan mereka? Kita bahkan, menernak mereka yang tak berdaya di Istana ini untuk jadi santapan kita setiap hari,” sahut Zeki sembari membuang lagi tatapannya ke luar jendela.

“Aku tahu! Namun kita akan kehilangan pasokan makanan kita kalau diam saja!”

“Kita hanya perlu untuk memburu mereka semua kalau lapar … Atau, apa kau takut, Aydin? Tubuhmu begitu tambun sekarang, apa kau takut kalau nantinya kau tidak sanggup berlari saat diburu balik oleh mereka?”

“Kau!”

“Yang Mulia!” Akash kali ini menyahut, menghentikan Aydin yang hendak memukul Zeki, “hujan telah berhenti sejak beberapa hari yang lalu. Kalau saja Yang Mulia menginginkan kita semua kembali ke Yadgar … Aku akan-”

“Nanti!” Zeki berkata singkat, menutup ucapan Akash disaat yang sama, “tunggu beberapa hari lagi. Dia pasti kembali,” sambung Zeki dengan melangkah maju, semakin mendekati jendela.

“Apa kau yakin dia akan kembali? Hujan memang sudah berhenti, tapi apa kau yakin-”

“Dia pasti kembali!” Zeki menyergah keraguan Aydin, “dia Ratuku! Dan dia pasti akan kembali padaku. Pasti!” tutur Zeki, yang tersenyum memandang pantulan bayangannya sendiri pada jendela buram di depannya.

“Yang Mulia! Yang Mulia!”

Baik Zeki, Akash berserta Aydin … Mereka bertiga yang berada di dalam ruangan saat itu, segera menoleh pada suara yang terus memanggil sejak tadi. “Ada apa? Kenapa kau berteriak memanggil Yang Mulia?” Akash segera melempar pertanyaan kepada seorang Kesatria yang berdiri di ambang pintu yang masih terbuka.

“Ratu! Kami melihat Ratu! Ratu, telah kembali!”

Bola mata Zeki melebar. “Apa yang kau katakan itu benar? Apa kau tidak salah melihat seseorang?” Zeki bertanya sambil berjalan mendekati Kesatria tadi.

Kesatria itu menggeleng, “dia berdiri di luar Istana dengan Harimau Putih miliknya. Para Manusia yang  sebelumnya ingin menerobos masuk ke Istana … Kini justru berbalik, berjalan ke arah mereka. Ratu berada dalam baha-”

Belum sempat Kesatria tadi menyelesaikan ucapannya, Zeki justru telah berlari meninggalkan mereka. Kedua kaki pria tersebut terus dan terus saja berlari tanpa memedulikan apa saja yang berada di depannya … Langkahnya semakin cepat bergerak, disaat dia sendiri sudah hampir mendekati gerbang yang tengah dijaga oleh puluhan Kesatria miliknya.

“Yang Mulia!”

Zeki menoleh, lalu segera berlari ke arah tangga terbuat dari batu, yang terlihat sedikit lapuk termakan usia … Tangga, yang berada melekat pada dinding gerbang Istana. Tangga, yang memudahkan penjaga untuk menjaga semua yang tinggal di dalam Istana dari ancaman luar.

Tubuhnya lemas! Dia sedikit tidak percaya dengan apa yang matanya lihat saat ini. Di sana! Seorang perempuan berambut panjang bergelombang tengah berdiri di belakang seekor Harimau Putih yang hendak melindunginya dari puluhan Manusia.

“Sachi!” Tubuh laki-laki tersebut gemetar! Kebahagiaan, seketika membuncah di dalam dirinya, sesaat perempuan yang berdiri di sana itu menoleh … Seakan menjawab panggilannya, yang ketika itu tengah meneriaki nama Istrinya.

“Yang Mulia!”

“Yang Mulia! Yang Mulia tidak boleh melakukannya!”

“Lepaskan tanganku, Akash! Para Manusia kotor itu sedang berusaha menyerang istriku saat ini!” bentak Zeki, kepada Akash yang saat itu menahan tangannya.

“Aku tahu bahwa Yang Mulia begitu ingin bertemu Ratu! Aku tahu kalau Yang Mulia sudah begitu tidak sabar untuk bertemu dengannya!  Namun dinding ini terlalu tinggi untuk dilompati! Aku sudah memerintahkan para Kesatria untuk menolong Ratu!”

“Ratu telah kembali!”

“Kita harus menyelamatkan Ratu apa pun yang terjadi!”

“Jangan biarkan mereka semua menyentuh Ratu!”

Zeki seketika menoleh, pada teriakan demi teriakan yang terdengar di dekat mereka. “Kau bisa melepaskan tanganku, Akash!” perintah Zeki, sambil terus menatapi Kesatria-kesatria Yadgar, yang berlari ke arah Sachi dengan pedang hingga tombak di tangan-tangan mereka.

Our Queen : Carpe DiemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang