Chapter CMXIX

488 127 12
                                    

Dalam kepasrahan, Huri hanya bisa mematung di depan mulut penuh gigi runcing yang terbuka … Bersiap melahapnya. Huri tertunduk, ia masih menangis, mengasihani dirinya sendiri walau disaat yang sama ia tengah coba mengalirkan sihirnya untuk menghidupkan salah satu sihir terlarang dari Kaum Elf.

Namun yang tak Huri sadari … Dari sisi seberang, ikut muncul sihir besar yang bergerak cepat mendekati mereka. Huri seketika tertegun tatkala tanah yang ada di samping Naga Kaisar tiba-tiba merekah, seperti terdorong paksa dari dalam. Dan dari dalam tanah tadi, muncul kepala ular raksasa … yang secepat kilat langsung bergerak menggigit leher dari Naga Kekaisaran, Basil.

Basil memekik sambil sedikit memiringkan kepalanya tatkala, ular yang tadi masih menggigit lehernya turut menggerakkan badannya untuk melilit. “Paman Shin?” Huri bergumam sesaat ular tersebut memperkuat gigitannya.

Gigitan Shin terlepas, diikuti tubuhnya yang sedikit terdorong ke belakang dikala Basil balas menggigit lalu mengoyak badannya. Namun Shin masih tidak menyerah setelah tubuhnya sedikit bolong oleh gigitan tadi … Ia kembali menancapkan taringnya ke leher Basil, menyuntikkan sebanyak mungkin racun yang bisa ia keluarkan.

“Paman!”

Huri memanggil Shin yang sudah begitu babak-belur menyerang Basil. Bagaimana tidak! Disaat Shin melilitkan tubuhnya ke leher Basil, ketika itu juga Basil memiliki kesempatan yang sama untuk menyerangnya.

Lilitan Shin pada leher Basil melemah. Cengkeraman dan beberapa kali koyakan yang dilakukan Basil pada tubuhnya membuat darah mau tak mau keluar melalu luka yang didapatkan. Lalu, sesaat Shin sudah semakin melemah, Basil tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menggigit kepala Shin … Basil dengan kuat menggoyang-goyangkan kepalanya, sampai-sampai tubuh Shin terpontang-panting layaknya sebuah berang-berang sedang membanting ikan hasil buruannya.

Shin terlempar sangat jauh setelah Basil lagi-lagi membantingnya. Melihat Shin yang sudah tak berdaya, Huri segera mengunakan sihirnya … Menciptakan pohon-pohon yang tumbuh melilit keempat kaki Basil, agar Basil tidak bisa berjalan mendekati Shin.

Kesal karena apa yang hendak ia lakukan dihalang-halangi. Basil menoleh, melempar balik tatapannya yang begitu ganas pada Huri. “Apa yang kau lakukan? Cepat bawa dia lari!” Huri terkesiap oleh bentakan suara laki-laki yang masuk di kepalanya.

Pada saat yang sama dari suara bentakan tadi, Huri menoleh akibat tangannya yang tiba-tiba ditarik oleh seseorang. Laki-laki yang merupakan perwujuduan dari Leshy, segera menarik Huri ke punggungnya sebelum akhirnya ia kembali mengubah wujudnya menjadi seekor kuda dan membawa Huri yang di punggungnya tadi, lari menjauh.

Huri membungkuk lalu menoleh ke belakang. Hawa panas yang sebelumnya sempat ia rasakan mengejarnya tadi, ternyata telah berubah menjadi kobaran api. Dan dari dalam kobaran api tadi … Keluar Basil yang terbang dengan sayap besarnya. Kepakan dari sayapnya itu, membuat api di bawahnya bergoyang … Akan tetapi anehnya, Basil tiba-tiba mendongak lalu berputar arah … Terbang meninggalkan tempat tersebut dengan semua kekacauan yang ia sebabkan sebelumnya. Sungguh, kalau saja ia langsung menyerang, mungkin Huri dan Leshy yang membawanya tak punya kesempatan lagi untuk melarikan diri.

Merasakan sihir milik Basil bergerak menjauh. Leshy yang membawa Huri menghentikan langkahnya. “Apa yang terjadi? Kenapa dia tiba-tiba berhenti?” Huri bertanya tatkala dia menoleh pada Basil yang sosoknya kian tak terlihat.

Beberapa saat ketika sihir Basil tak dirasakan lagi … Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Hujan yang memadamkan amukan api di hadapan mereka, dan hujan yang ajaibnya melunturkan kutukan di lengan Huri.

Huri bergegas turun tatkala kobaran api sudah tergantikan oleh kepulan asap. Ia berlari, dan terus berlari walau tanah yang dipijaknya masih menyisakan panas, “Kakek Buyut! Paman Ryuzaki!” Huri memanggil berulang-ulang nama tadi.

Huri terjungkal oleh kakinya yang menabrak sesuatu. Dia menoleh dan segera merangkak setelah ia tahu bahwa yang ia tabrak tadi ialah gundukan batang pohon yang sudah hangus dilalap api. “Kakek! Kakek Buyut!” Huri mengais gundukan tadi sampai-sampai tangannya menghitam kala melakukannya.

“Kakek Buyut!” Lagi-lagi Huri memanggil, ia coba untuk mengalirkan sihir pada tanah yang ia duduki, namun gagal karena sebelumnya tanah tadi sudah terbakar habis oleh sihir Basil.

“Kakek Buyut! Huri mohon … Bertahanlah!” Huri terus mencoba menggali, karena dari balik gundukan tadi masih terasa sihir Kakek Buyutnya walaupun lemah.

Saat Huri masih berusaha untuk menyingkirkan gundukan, sebuah cakar burung raksasa tiba-tiba muncul lalu mencengkeram gundukan tadi. Huri mendongak … Walau tetesan hujan beberapa kali menyentuh matanya, akan tetapi pandangannya pada sosok burung besar di hadapannya itu begitu jelas.

Krak!

Terdengar suara keras yang terdengar dari gundukan tatkala burung raksasa tadi menunduk, membalas tatapan Huri padanya. Huri menunduk, ia segera menyingkirkan puing-puing kayu sesaat Burung tersebut mengangkat cakarnya setelah menghancurkan gundukan tadi.

Huri menggerakkan kepalanya tanpa sadar, mengikuti sosok Uki yang berlalu meninggalkannya. Gadis tersebut sempat tertegun sejenak, menyaksikan betapa anggunnya salah satu hewan milik Ibunya itu kala berjalan.

“Ka….”

Kata-kata Huri terhenti. Dia yang ingin kembali menolong Kakek Buyutnya, segera diurungkan oleh tangan yang memegang lengannya. “Biar aku saja yang mengurusnya, Putri! Lebih baik Putri segera susul saja dia!” ucap Leshy yang telah mengubah wujudnya lagi menjadi manusia.

“Di sana, aku merasakan sihir dari salah satu Leshy yang menjaga adikmu. Dia sama sekali tidak menjawab panggilanku, jadi Putri kumohon … Tolong pastikan keadaannya,” sambung Leshy tanpa memalingkan tatapannya.

Mendengar apa yang diucapkan oleh pengawalnya. Huri beranjak, lalu bergegas menyusul Uki yang saat itu juga tengah menuju pada gundukan lainnya … Gundukan yang sebelumnya begitu ingin dilindungi Ryuzaki.

Langkah kaki Huri terhenti oleh sayap Uki yang membentang, menghalangi jalannya. Huri lalu menoleh, memandang pada Uki untuk mengetahui alasan dari perbuatannya itu, “ada ap….” Belum sempat kata-kata tadi terucap sepenuhnya, sayap besar tadi berkibas … melempar tubuh Huri hingga ia terpelanting lumayan jauh.

Huri beranjak setelah ia sempat terkulai oleh serangan dadakan yang baru saja didapatkannya dan beberapa kali juga Huri sempat terbatuk oleh tanah basah yang masuk ke mulutnya. Bukan hanya itu, bahkan penampilannya pun sudah tak karuan lagi oleh lumpur yang memenuhi badannya.

“Kak Huri? Kak Huri, apa itu kau?”

Huri seketika menoleh akibat terkejut oleh suara yang menyebutkan namanya. Dari arah belakang, tak jauh dari tempatnya terlempar … Berdiri seekor Manticore yang membawa dua manusia di punggungnya. Satu manusia duduk sambil memeluk leher Manticore tadi, sedang satunya lagi terbaring tak sadarkan diri … Entah yang terbaring tadi masih hidup ataukah tidak.

“Kak Huri, itu benar kau, kan?” tanya suara tadi untuk kedua kalinya. Suara yang terdengar bergetar … Mengisyaratkan rasa takut dari orang yang mengucapkannya.

Our Queen : Carpe DiemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang