Chapter DCCCLXXXII

845 307 19
                                    

"Aku lebih tua beberapa tahun darimu, seharusnya kau memanggilku Kakak!"

"Aku tidak sudi memanggilmu Kakak!" sahutan pemuda tersebut membuat Huri segera menoleh padanya, "bahkan Ihsan dan Hikaru saja tidak mempermasalahkan kupanggil berdasar nama mereka. Kenapa aku harus memanggilmu Kakak? Itu membuat lidahku kaku untuk mengucapkannya."

"Apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak benar-benar tersasar, kan?"

"Untuk apa aku menjawab pertanyaanmu! Kau sendiri ... Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku? Aku baru kembali setelah memeriksa keadaan Kakek dan juga Nenek. Saat di tengah perjalanan, aku merasakan sihir Paman, jadi aku mengikutinya sampai ke sini."

"Benar juga! Kau saja tidak menjawab pertanyaanku, kenapa aku harus menjelaskan apa yang aku lakukan sekarang ini kepadamu!" lanjut Takumi sambil menatap gadis yang berjongkok di depannya itu.

"Kau juga bisa merasakan sihir?"

Takumi membungkuk hingga wajah dan mata mereka saling bertatap, "aku dilahirkan oleh Ibu yang berasal dari Bangsa Duyung! Jika Elf menguasai daratan, maka bangsa duyung menguasai lautan dan semua air yang berhubungan dengan laut. Aku juga bisa merasakan sihir besar di dalam tubuhmu."

"Begitukah?" sahut Huri datar sambil beranjak lalu berbalik meninggalkan Takumi.

"Kau sama sekali tidak terkejut?"

"Apanya? Laut di tempat kami tinggal masih mati diselimuti kegelapan! Air tanpa kegelapan juga tidak bisa ditemukan di mana-mana ... Sihirmu sama sekali tidak berguna! Aku menyebutkannya karena Ibu pernah memberitahuku bahwa para duyung bisa mengendalikan air," jawab Huri dengan terus berjalan, tanpa memedulikan Takumi yang menyusul di belakangnya.

"Kau berbeda sekali dari yang Bibi Sachi ceritakan sebelumnya! Apanya yang pendiam? Bahkan tidak ada perubahan seperti Huri yang dulu-"

"Karena wajahmu selalu memancing kekesalanku!" geram Huri sambil menoleh hingga membuat Takumi juga ikut menghentikan langkahnya, "kalau kau berkata macam-macam kepada keluargaku! Akan kutarik tubuhmu ke dalam tanah dalam keadaan hidup!"

"Kalau pun aku membuka mulutku, tidak akan ada yang percaya! Sama seperti dulu ... Seberapa keras aku menjelaskan semuanya, tetap tidak ada yang percaya setelah melihat tangisanmu," ungkap Takumi yang maju beberapa langkah lalu membungkuk di depan Huri, "di mata semua orang, kau akan dikenal sebagai anak yang baik. Tenang saja! Aku akan berpura-pura tidak mengetahuinya," bisik Takumi begitu pelan di telinga gadis tersebut.

Wajah Takumi semakin bergerak mendekat, lalu berhenti setelah kecupan darinya menyentuh pipi gadis di depannya, "aku menagih janji yang kau tawarkan, Putri!"

"Bagaimana bisa kau menyetujui rencana pernikahan diantaramu dan juga Hikaru. Disaat kau sudah berjanji akan menjadi pasanganku kelak!" lanjut Takumi yang berjalan melewati Huri, "ingat saat aku tinggal bersama kalian di Yadgar! Aku hampir menyerah oleh semua pelajaran yang diberikan oleh Paman Zeki ... Kau datang dan menghiburku lalu berkata, Takumi kalau kau nanti jadi Pangeran yang luar biasa seperti Paman Izumi, aku akan menikahimu!"

"Tapi semua yang kukatakan dulu ... Semua itu tidak lebih dari-"

Huri menarik ucapan dengan menggigit kuat bibirnya sendiri tatkala matanya menatap sosok Takumi, yang berdiri diam di depannya sambil melempar pandangan yang begitu sendu, "lupakan semuanya, Takumi! Kau pasti tahu, semua itu tidak lebih dari bualan anak kecil."

"Kenapa? Aku tidak akan menyerah hanya karena kau memintanya."

Huri menghela napas setelah menunduk beberapa saat, "Ayah dan Ibuku ingin aku menikah dengan Kak Ihsan. Mereka memang belum mengatakan hal ini secara langsung kepadaku ... Namun kami para Elf dapat mendengar pembicaraan orang-orang di sekitar kami selama kami masih menginjak tanah. Sama seperti yang Paman Ryuzaki lakukan saat ini kepada kita."

Our Queen : Carpe DiemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang