“My Lord!” seru empat Leshy berwujud manusia yang membungkuk setelah melihat kedatangan Sachi.
Sachi melirik ke arah gerbang es yang kembali menutup sesaat Bernice baru saja berjalan melewatinya, “aku ingin kalian membantuku mencari barang-barang mencurigakan yang disembunyikan di Sora. Apa pun itu, yang menurut kalian berpotensi untuk membahayakan nyawaku!” perintah Sachi dengan lagi-lagi menatapi Leshy di depannya.
“Kalian bertiga juga harus membantuku! Karena aku, benar-benar ingin memberantas semua ini dari akar-akarnya,” sambung Sachi, tapi kali ini ia melempar tatapan pada Bernice, Sabra berserta Ebe di belakangnya.
“Tapi apa mungkin salah satu keluarga kita yang berkhianat? Maksudku, bukankah mereka sangatlah menyayangimu?”
“Aku pun berharap bahwa perkiraanku ini salah, Ebe!” seru Sachi menimpali ucapan Ebe, “tapi tidak ada yang tahu kelemahanku kecuali orang-orang yang berada dekat denganku.”
“Aku bisa saja mencurigai kalian, tapi Bernice dan Sabra sudah bersumpah di depan Lux dan Lux sudah memastikan sumpah mereka itu benar … Dan kau, kau mungkin sudah tidak bisa berdiri lagi di hadapanku jikalau saja kau benar mengkhianatiku, Ebe!”
“Tidak apa mereka mengincarku! Tapi bagaimana kalau sasaran mereka justru beralih pada anak-anakku? Terutama pada Huri yang memiliki sihir untuk memurnikanku serta kegelapan di Dunia Manusia. Aku tidak akan diam saja menyaksikan anak-anakku menderita oleh sebuah kesalahan yang tak mereka lakukan!”
“Usiaku tidaklah lama lagi! Entah esok, entah lusa, entah pekan depan, atau entah beberapa tahun kedepan … Aku sudah tidak bernyawa lagi,” sambungnya sambil menepuk dadanya sendiri beberapa kali, “kalau aku tidak bisa memastikan Kaisar hancur dengan mata kepalaku sendiri. Sampai tubuhku membusuk pun, aku tidak akan tenang memikirkan nasib anak-anakku!”
“Akan kuhancurkan Kaisar dan hewan-hewannya sebelum aku mati! Akan kuakhiri semua yang sudah kumulai! Akan kuakhiri semuanya agar aku bisa mati dengan tenang nantinya!”
“Kenapa kau selalu membicarakan kematian?” Ebe balas bertanya dengan suara gemetar, hampir menangis.
“Karena itulah yang akan terjadi,” timpal Sachi hingga membuat mata Kakak Iparnya itu sedikit membelalak, “usia Robur Spei menjadi pendek setelah dia tercemar dengan kegelapan. Inilah kesempatanku untuk menyelesaikan ini semua!”
“Demi Keluargaku! Demi keselamatan dan kebahagiaan mereka, akan aku lakukan apa pun.”
“Apa Zeki mengetahui hal ini?”
Sachi menggeleng setelah Ebe kembali bertanya, “dia tidak mengetahuinya! Hanya kalian yang berada di sini, mengetahui semua itu.”
“Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan untuk membantumu, My Lord?” tukas Ebe yang tiba-tiba terisak diikuti tubuhnya yang segera bersujud di depan Sachi.
“Kau tidak perlu mela-”
“Tidak!” sergah Ebe sembari terus bersujud dengan sedikit menggeleng, “aku sekarang bukan sebagai Kakak Iparmu. Aku melakukannya sebagai Putri dari Bangsa Duyung yang mengikutimu, My Lord!” ujar Ebe kembali melanjutkan ucapannya.
“Apa yang dapat kulakukan untuk menolongmu, My Lord? Akan kulakukan apa saja, walau itu mengorbankan nyawaku sendiri.”
Sachi menghela napasnya sambil terus memandang Ebe yang masih bersujud di hadapannya, “berdirilah, Ebe! Aku memintamu untuk berdiri!” ungkap Sachi sembari membungkuk, meraih dan memegang lengan perempuan di depannya itu agar segera beranjak.
“Perintahku sebelumnya sudah jelas, kan? Aku ingin kalian membantuku memeriksa Sora dan mencari apa saja bukti yang memungkinkanku celaka! Jika kalian memang ingin menolongku, maka lakukan saja hal tersebut untuk saat ini!” sambung Sachi, setelah mata mereka berdua telah bertatap tatkala Ebe sendiri mengangkat wajah yang sebelumnya menyentuh rumput.
___________.
“Aku akan memeriksa arah sana, dan kalian coba periksa arah sebaliknya!”
“Apa kau yakin ingin pergi sendirian ke sana?” seru Ebe setelah Sachi menarik kembali jari telunjuknya.
“Ini rumahku. Aku lebih mengetahui Istana ini dibanding kalian, jadi aku akan baik-baik saja walau pergi sendirian.”
“Ebe, kalau kau berjalan lurus lalu belok ke kanan … kau akan menemukan kamar yang dulu ditempati oleh Kakakku,” sambung Sachi sembari berbalik lalu melangkah pergi meninggalkan mereka semua.
Sachi terus saja berjalan tanpa memedulikan apa pun di sekitarnya. Langkah perempuan itu baru berhenti disaat dia mendapati sebuah pintu di depannya. Jari-jemari Sachi terangkat menyentuh gagang pintu di hadapannya … Berulang-ulang perempuan tersebut menarik dan mengembuskan napasnya, sebelum ia benar-benar yakin untuk membuka pintu tadi.
Sachi segera membuang pandangannya ke seluruh area di dalam ruangan yang baru saja ia masuki. Dia mulai kembali melanjutkan langkahnya secara perlahan mendekati sebuah lukisan di sana, “Sachi, apa kau marah karena kehidupanmu sedang kunikmati sekarang?” lirih Sachi kepada lukisan bayi bermata hijau di depannya.
“Kalau aku tidak menggantikanmu … Apakah Robur Spei tetap menjadi bagian dari tubuh ini?” perempuan itu bergumam pada dirinya sendiri sambil terus meraba lukisan tadi.
Sachi diam beberapa saat, sebelum dia mundur … menjauhi semua lukisan bayi di dalam kamar tersebut. “Kei, porak-porandakan kamar ini untukku! Kalau di perpustakaan saja terdapat ruang rahasia, bukanlah sebuah kemustahilan jikalau kamar Raja memiliki tempat yang hampir serupa, kan?”
“Ayahku dan Kaisar bukanlah orang asing. Mereka bersaudara … Jadi mustahil, kalau Ayah tidak menyembunyikan sesuatu dari kami. Meminta Ayah berbicara akan sulit, karena itulah bukti harus ditemukan agar dia dapat dipaksa untuk berbicara,” gumam Sachi yang kesekian kalinya.
“Apa kau tidak mendengar perintahku, Kei? Porak-porandakan kamar ini!” Sachi mengulang kembali perintahnya yang belum terwujud.
Sachi menoleh disaat dia merasakan sihir Kei mendekat padanya. Tak beberapa lama … Kaca-kaca pada jendela di dalam kamar tersebut pecah hingga semua serpihannya berserakan di lantai. Sachi sedikit memejamkan matanya tatkala embusan angin terasa lembut memasuki kamar tersebut … Embusan angin, yang kian lama kian berubah menjadi pusaran di hadapannya.
“Kei!” seru Sachi penuh kesal disaat pusaran angin di depannya itu tiba-tiba pecah dan menghilang.
“Aku tahu bahwasanya kalian melarangku untuk berhubungan lagi dengan Manusia,” ucap Sachi sambil menarik napas panjang sesaat dia terdiam sejenak, tak melanjutkan perkataannya, “baiklah kalau kau tidak ingin membantuku.”
“Tidak ada apa-apa di sini!” seruan suara Kei yang tiba-tiba terdengar membuat Sachi mengurungkan niat untuk melangkah, “aku sudah memeriksanya. Tempat itu hanya seperti kamar pada umumnya … Lagi pula, kalau aku memiliki sebuah rahasia besar, aku tidak akan menyimpannya secara sembarangan. Kalau diperlukan, akan kubawa rahasia tersebut bersama kematianku.”
“Ada tempat di sekitar sini yang tak disentuh kegelapan, tapi dia diselimuti oleh sihir yang lain … Sihir yang sangat kecil, hingga terasa sulit dirasakan kalau kau tidak berada dekat di sana. Aku tidak tahu itu apa, tapi itu sebuah bangunan kecil terbuat dari batu di atas bukit.”
“Ada satu hal yang lupa kukatakan, Elf yang kau panggil Kakek juga berada di sana!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Carpe Diem
FantasiSambungan dari Our Queen : Memento Mori. Diharapkan, untuk membaca judul tersebut terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psychology. Warning! Ba...