Bab 13 Move in

42.1K 2.9K 34
                                    

Pagi ini Inka sudah disibukan dengan memasak sarapan pagi untuk Sadam dan Nenek. Mereka memang menginap di rumah nenek Weni, wanita tua itu merengek meminta Sadam menginap dirumahnya.

"Pagi Nek," sapa Inka pada nenek Weni.

"Pagi cucu menantu, kamu masak apa?" Nenek Weni kepo menengok kearah masakan Inka.

"Nasi goreng nek, nenek mau aku buatin apa?"

"Itu aja, nenek bantu,"

Inka tertawa tentang bantuan yang Nenek Weni maksud ialah menatap piring karena memang Sadam sudah bilang kalau neneknya sama sekali gak bisa masak. Nenek Weni sangat tidak menyukai bergulat dengan perabotan dapur.

Inka menyajikan nasi gorengngnya. Ia menatap jam pukul 6 pagi pantas saja Sadam belum menampakan batang hidungnya. Lelaki itu pasti masih terlelap dalam alam bawah sadarnya.

Inka masuk kekamar dan benar saja, Sadam masih tertidur. Lelaki itu punya kebiasaan yang baru Inka tahu setelah menikah. Yakni, Tidak bisa tidur memakai baju.  Awalnya Inka sedikit risih namun Ia mulai terbiasa dengan pelukan Sadam.

"Bangun Sadam," Inka membangunkan Sadam.

Lelaki itu bergumam pelan namun membuka matanya. "Sudah pagi ?" tanya Sadam polos.

Inka ingin tertawa, wajah kaku dan datar Sadam mendadak menjadi imut saat bangun tidur apalagi saat lelaki itu masih loading.

"Morning wifey," ujar Sadam membuat pipi Inka memerah. Astaga padahal Inka sudah berusia 29 tahun namun mendengar gombalan Sadam Ia masih saja grogi.

"Pagi Sadam, sana mandi," Inka langsung menyiapkan pakaian Sadam. Ia memilih pakaian, lelaki itu tetap bekerja karena ada proyek penting yang harus Ia lakukan sebelum pelantikan. Sadam sebenarnya ingin cuti dengan alasan honeymoon namun tanggung jawabnya membuat Sadam harus mengalahkan egonya.

Pelukan di perut Inka membuat wanita itu terkejut. "Gimana dede hari ini? nakal gak ?" tanya Sadam.

"Dedenya gak nakal," ujar Inka ikut mengelus perutnya.

Sadam tersenyum merasakan tendangan anaknya pagi -pagi. "Ini dede nakal, pagi-pagi udah nendang. Kangen papa ya?," ujar Sadam.

Inka meringis karena tendangan diperutnya menimbulkan sensasi yang tak bisa Ia jelaskan. Papa? Sadam memanggil dirinya papa untuk anak dikandungannya. "Sadam," panggil Inka.

Sadam mengahadap ke Inka. Lelaki itu menangkup pipi Inka sembari mengelusnya sayang. "Sayang dengerin aku, anak ini anak aku. dengar! anak aku. Jadi kamu mamanya dan aku papanya." ujar Sadam.

"Aku mencintai anak ini. Ini anak aku , anak hati aku," lanjut Sadam membuat air mata Inka yang menggenang jatuh ke pipinya. Ia tak menyangka Sadam benar-benar serius dengan ucapannya.

"Tapi, gimana kalau mereka tahu, aku gak mau kamu dapat masalah," Inka tak mau membawa masalah untuk Sadam karena lelaki itu sudah sangat baik kepadanya. Inka yakin Sadam menikahinya karena lelaki itu kasian pada anaknya yang lahir tanpa ayah. Semua begitu tiba-tiba membuat Inka tak lansung gamblang bisa percaya dengan Sadam atau siapapun.

Inka hanya menganggukan kepalanya. "Kalau gitu kamu mandi dulu terus kita sarapan," ajak Inka.

"Mandinya bareng," ujar Sadam membuat Inka mendelik dan lelaki itu tertawa.

***
Sadam sudah siap dengan setelah kerja pilihan Inka. Ia menyukainya, warna baru. Inka memilih sebuah kemeja berwarna abu abu tua dan jas berwarna biru senada dengan jas miliknya.  Ini pertama kalinya Sadam ngantor dengan pakaian dengan perpaduan warna berbeda, Ia biasanya memilih warna hitam atau navy karena mudah dipadukan dan tidak akan kelihatan norak.

Sadam bergabung dengan istri dan neneknya. Weni melihat Sadam terlihat lebih segar dan santai saat menggunakan kemeja berbeda.

"Kamu tampak lebih segar," puji nenek pada Sadam.

Sadam hanya mengaguk, Awalnya Ia pikir kedua warna itu sangat aneh untuk dipadukan namun ternyata Ia tampak lumayan tampan.

"Ayo sarapan,"

Inka menyajikan makanan untuk Sadam, lelaki itu tersenyum dan mengucapkan terimkasih. "Makasih sayang" ujar Sadam manis.

Lelaki itu menjadi manis setelah menikah, Inka harus terus menguatkan hatinya agar kuat dan tahan akan godaan untuk mencintai Sadam  lebih dalam.

***

Sadam masuk ke kantor dengan santai, beberapa padang mata menoleh kepadanya namun lelaki itu tak perduli.

Pegawai wanita hampir menjerit melihat betapa tampannya Sadam menggunakan setelah kemeja berwarna biru. Sesuatu yang berbeda hari ini.

Sadam berjalan dengan wajah datar dan kaku seperti biasanya. "Pagi pak Sadam," sapa beberapa pegawai.

Seperti biasa, Sadam hanya mengangguk tanpa senyuman. Berita tentang Sadam the next chairman sudah menyebar luas meski pelantikan belum dilakukan.

Mereka semakin segan terhadap Sadam karena bisa menduduki posisi itu tanpa merasakan menjadi CEO terlebih dahulu.

"Jadwal saya hari ini?"tanya Sadam pada Brenda asisten barunya. Sekarang Ia memiliki dua asisten karena pekerjaannya sangat padat, Om Ferdi benar-benar memanfaatkan Sadam dengan baik.

"Hari ini bapak meeting dengan HK Corp," Sadam mengangguk, Ia langsung memeriksa berkas yang akan Ia gunakan.

Brenda menatap wajah Sadam dalam, Sial! bosnya ini sangat tampan. Brenda pikir lelaki yang akan menjadi bosnya lelaki tua bangka dan berperut buncit. "Ada yang kamu perlukan lagi?" tanya Sadam tanpa melihat Brenda.

Brenda yang merasa gugup langsung undur diri "Maaf pak,"

Sadam hanya menggelengkan kepalanya melihat wajah gugup Brenda. "Ada ada saja," gumam Sadam.

Ia melihat menelpon Dimas memastikan bahwa semua barang-barang Inka sudah dipindahkan ke rumah mereka.

Sadam sudah tertawa membayangkan wajah cengo Inka saat melihat kontrakannya kosong melompong, Ia memang suka melihat ekpresi-ekpresi diwajah Inka.

Ahhh.. Sadam jadi merindukan Inka. Apakah ini namanya syndrom pengantin baru. Sadam segera mendeal nomor ponsel Inka , kebiasaan Ponsel wanita itu belum aktif. Ingatkan Sadam besok pagi-pagi mengaktifkan ponsel wanita itu.

"Pak pertemuannya akan segera dilaksanakan," ujar Brenda pada Sadam.

Sadam mengangguk, Ia merapikan pakaiannya kemudian berjalan menuju keruang pertemuan diikuti Brenda.

"Selamat Pagi," sapa Sadam.

"Sadam," gumam wanita yang menatap rindu Sadam.

Sadam diam sesaat, Ia meneguk ludahnya susah payah. "Gita," gumam Sadam dalam hati.

Gita tak bisa menyembunyikan kerinduanya pada Sadam, Ia langsung berdiri dan menyentuh pipi Sadam lembut. Dengan cepat Sadam menepisnya.

"Maafkan kelancangan saya pak Sadam," ujar Gita menundung, merasa malu atas tingkahnya.

"Mari kita mulai rapatnya,"

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang