Bab 1 Kenyataan

124K 5.6K 125
                                    

Inka mengenggam erat pregnancy test ditangannya, senyumnya tak pudar. Hari ini kekasihnya mengajak bertemu, Inka tak sabar untuk mengatakan kabar bahagia ini.

Ia sampai di sebuah restaurant, tempat mereka bertemu. Inka langsung menghampiri kekasihnya yang sudah duduk di meja sana.

"Arthur," panggil Inka.

Lelaki itu tersenyum, mempersilahkan Inka duduk. Seperti biasa segelas jus stowberry sudah tersaji di meja. Inka memang sangat menyukai strowberry.

"Makasih sayang," ujar Inka tersenyum sangat manis yang hanya mendapat anggukan dari Arthur.

"Aku mau berbicara sesuatu," ujar Arthur.

Inka mengangguk sembari meminum jusnya. "Aku juga mau ngomong sesuatu," ujar Inka.

"Kamu duluan," pinta Arthur.

Inka menggeleng, "Kamu dulu."

Arthur menghembuskan nafas lelah, "Aku akan menikahi Isabel," ujar Lelaki itu dalam satu tarikan nafas.

Bagai disambar petir, Ia langsung menatap Arthur memastikan pendengaranya.

"Isa hamil dan itu anak aku," jelas Arthur lagi.

Inka tertawa getir, "Aku juga hamil," ujarnya.

Arthur menatap Inka dalam, "Please Inka jangan buat semuanya runyam. Aku tahu kamu tak rela tapi aku harus bertanggung jawab," jelas Arthur.

Air mata Inka mengalir. "Tapi aku juga hamil Arthur," ujarnya namun Arthur tampak tak percaya.

"Inka aku mohon, jangan kayak gini," pinta Arthur.

Inka mengangguk, "Aku beneran hamil Arthur, kamu perlu bukti?" tanya Inka.

Wanita itu langsung menyerahkan alat tes kehamilan yang dia bawa tadi.

Arthur mentap itu kemudian melemparnya. "INKA JANGAN BOHONG, AKU TAHU GIMANA KAMU!" marah Arthur membentak Inka membuat mereka menjadi pusat perhatian.

"Hentikan Arthur! Baiklah , jika memang seperti itu. Kita selesai tapi jika suatu saat anak ini lahir, kamu gak pernah punya hak atas dia," ujar Inka.

Wanita itu kemudian berbalik dengan perasaan hancur. Ia mengelus perutnya yang masih rata. Padahal Arthur yang memintanya untuk hamil agar keluarga dari lelaki itu tak bisa berkutik.

Lalu apa sekarang? Inka hancur.

Wanita itu berjalan tanpa arah. Ia kemudian masuk ke dalam apartmentnya, mengemasi baju dan semua barang-barangnya karena apartment ini milik Arthur.

"Tenang nak, Mama pastikan kamu tak akan menderita," gumamnya sembari mengelus perutnya.

Inka berjalan tanpa arah karena memang Ia tak memiliki keluarga. Setelah tamat SMA, Ia keluar dari panti tempat dirinya dibesarkan.

Anak panti, itulah alasan mengapa keluarga Arthur tak bisa menerimanya. Selama ini Ia tetap bertahan karena yakin Arthur selalu ada untuknya namun sepertinya Inka terlalu naif.

Ia akan mencari kontrakan yang murah yang bisa dia usahakan. "Sabar ya sayang," perutnya juga lapar sekarang.

Ia mentap sebuah warteg. Inka masuk dan memesan makanan. Wanita itu makan dengan lahap, satu hal yang Ia syukuri karena saat kehamilannya Ia tak merasakan mual ataupun ngidam aneh.

Wanita hamil itu berjalan, peluh menetes di dahinya. Ia melihat ada ruko yang disewakan. Inka tersenyum, memang rejeki dirinya dan sang anak.

Ia menghubungi nomor tertera, untung saja Inka gemar menabung sehingga Ia memiliki cukup uang untuk ngontrak sebuah ruko ini.

***

Wanita itu membersihkan tempat tinggal barunya, Sebuah kontrakan dengan ruko didepannya. Ia berencana membuka sebuah warung sehingga bisa menyambung hidup.

Inka tersenyum kecil saat melihat tempat tinggalnya bersih, baju sudah tertata. Ia berencana ke pasar untuk membeli bahan makanan.

"Tetangga baru ya?" tanya seorang ibu-ibu membuat Inka mengangguk.

"Iya buk," ujar Inka.

Wanita itu memang sengaja memakai cincin yang dia beli di pinggir jalan sehingga saat kehamilannya membesar tak ada yang curiga.

"Suaminya mana neng?" tanya tukang sayur pada Inka.

"eh iya  mang,  suami saya kerja diluar kota," bohong Inka membuat ibu-ibu mengangguk.

"Aduh, Gak apa neng. Itu memang resiko namanya juga cari rejeki,"  ujar Ibu berdaster merah itu pada Inka.

"Iya buk, demi anak," ujar Inka sembari mengelus perutnya.

"Walah, mbak sudah hamil. Tenang saja, kita disini kekeluargaan tinggi. Nanti kalau ada apa-apa lapor saja ke RT," ujar Ibu berbaju merah itu lagi.

Inka tersenyum, "Makasih buk, nama saya Inka," ujar Inka memperkenalkan diri pada mereka semua.

"Cantik namanya kayak orangnya," ujar Tukang sayur itu.

Inka pamit karena perutnya lapar lagi. Akhir-akhir ini porsi makannya bagai kuli. "Kamu yang sehat didalam sana ya nak," ujar Inka.

Tangannya dengan lincah memasukan semua sayuran. Hari ini Ia ingin makan tempe dan sayur asem. Memikirkan itu saja membuatnya meneguk ludahnya susah payah.

Inka memakan makananya, Sepi! Entah kenapa Ia merasa sedih. Dalam diam Inka meneteskan air mata. "Mama bahagia karena kamu ada untuk mama,"

Inka tertidur, wanita itu selalu menangis dalam tidurnya. Mengapa takdir baik tak pernah berpihak kepadanya? Apa memang benar Inka sebuah buangan?

Saat bayi Ia dibuang oleh ibunya dan saat besar Ia dibuang oleh pacarnya. Anaknya pun merasakan hal yang sama. Dibuang dan tak diakui.

Ia menghapus air matanya. Cobaan datang bertubi-tubi kepadanya. Arthur? Apa lelaki itu memikirkannya?

Hari ini adalah pernikahan Arthur dan Isabel. Lelaki itu pasti sangat tampan dengan tuxedo hitam. Senyum terakhir Arthur masih terbayang dikepalanya.

"Semoga kamu bahagia," gumam Inka.

Perutnya tiba-tiba sakit, Ia khawatir dengan kandungannya.

Dengan sisa-sisa tenaga yang Ia miliki, Inka menyetop taksi. Ia memejamkan matanya. "Rumah sakit terdekat pak," ujar Inka.

Lelaki itu terkejut pasalnya seorang perempuan melambaikan tangan dan meminta pertolongan. Melihat wajah pucat perempuan itu membuat Sadam khawatir.

Ia mengendarai mobilnya kesetanan. Sadam melihat wajah perempuan itu, dimana Ia melihat wanita itu?

Sadam menggelengkan kepalanya. fokusnya pada kesehatan perempuan itu. Ia melihat darah mengalir dari kedua paha tersebut. "Dok, sus, tolong," ujar Sadam membuat petugas medis dengan sigap menangani Inka.

Sadam mondar-mandir, wajahnya berkeringat. Dokter datang, "Bagaimana keadaanya dok?" tanya Sadam.

sang dokter tersenyum, "Syukurlah pak bayi bapak selamat," ujar sang dokter membuat Sadam terbengong.

Sadam masuk keruangan perawatan, disana Inka masih dalam kondisi pingsan sedangkan dokter mengoleskan jel pada perut itu. " Lihat pak, bayi Bapak disana?" ujar sang Dokter.

Sadam menatap layar itu, hanya ada sebuah lingkaran bulat seperti kacang namun melihat itu hati Sadar bergetar. Entah mengapa Ia meneteskan air mata.

Sadam langsung jatuh cinta pada calon bayi kecil itu. "Apakah dia sehat dok?" tanya Sadam.

"Keadaannya masih sediki lemah maka dari itu istri anda harus bedrest," ujar Sang Dokter membuat Sadam.mengangguk.

"Baik dok,"

Dokter undur diri, Sadam duduk termenung. Ia menatap wanita didepannya. Ah! Sadam ingat bukankah ini Inka? mantan pacar Arthur, suami dari Isabel adik sepupunya?

Inka hamil, lalu Arthur menikahi sepupunya? Apakah ini anak Arthur? atau anak perempuan ini dengan lelaki lain?

Banyak tanya dikepala Sadam namun Ia memilih menyimpannya.

"Air"

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang