Bab 16 Perlahan

32K 2.4K 18
                                    

Inka tak sengaja menatap sebuah pop-up pesan di ponsel Sadam. Gita? mungkin sekretaris atau rekan kerjanya.

Inka mengindikan bahu, Ia memilih kembali merapikan pakaian mereka yang menumpuk. Ia baru saja mengecek barang di ruko. Semua kegiatan pengiriman dan menjaga ruko dilakukan oleh Dimas sedangkan Inka hanya bertugas mengecek barang dan memesankan barang. Ia sudah terlalu lelah untuk berjalan ditambah kegiatan rumah yang lumayan banyak.

Inka sering tak enak hati pada Sadam. Suaminya itu sering kali ikut membantu Inka membersihkan rumah sepulang kerja padahal lelaki itu seharusnya beristirahat.

"Kamu mandi dulu, biar saya yang lanjutin lipat," ujar Sadam. Lelaki itu sudah mulai melipat pakaian membantu Inka. Awalnya memang Sadam tak bisa namun Inka mengajarinya hingga lelaki itu bisa melipat pakaian meski tak serapi Inka.

"Kamu istirahat saja, Ini tinggal sedikit kok,"

Sadam malah menatap Inka tajam. "Kamu gak capek?" tanya Inka.

"Capek, tapi saya akan lebih capek pikiran jika lihat kamu kerja keras dan kecapean," jelas Sadam.

Inka hanya diam. Apakah Ia beban untuk Sadam? hingga lelaki itu capek pikiran memikirkannya? ah.. Hormon kehamilan membuatnya sensitif.

"Kamu merasa terbebani oleh aku?" tanya Inka akhirnya.

Sadam malah tersenyum, sepertinya Inka salah paham dengan maksud ucapan Sadam. Ia lupa Inka sangat polos, "Maksud saya, saya khawatir sama kamu," ujar Sadam mengoreksi ucapannya.

"Tak usah khawatir aku kuat," ujar Inka sembari menunjukan ototnya.

"Bukan otot itu lemak," ejek Sadam.

Bukannyaa marah Inka malah mengejek balik Sadam. "Kamu juga lemakan," ujar Inka menunjuk perut Sadam yang membuncit.

Semenjak menikah berat badannya naik. Bahkan sebulan ini Ia naik 2 kilo. Maka dari itu Sadam mulai makan makanan yang sehat agar terhindar dari kolestrol dan perut one pack.

Sadam menunduk menatap perut six packs-nya yang mulai memudar. "Berarti saya bahagia,"

"Aku juga berarti bahagia,"

Akhirnya mereka tertawa karena menyadari bahwa dirinya dan Sadam mengembang bersama.

****
Inka menerima ajakan Isabel untuk makan siang bersama, Sadam memang masih dikantor sepertinya lelaki itu sibuk maka dari itu Inka tak enak mengganggu.

"Duduk Kak," pinta Isabel.

Inka duduk didepan Isabel. "Maaf ya aku ajakin kakak makan siang. Soalnya gak enak makan sendiri rumah sepi terus," jelas Isabel sedih.

Inka mengerutkan keningnya dengan wajah muram Isabel. "Emang suami kamu kemana?" Lidahnya terlalu kelu untuk menyebut nama Arthur.

"Arthur sibuk terus bahkan aku makan malam sendirian ," adu Isabel.

ckck.. Arthur memang keterlaluan. Lelaki itu bahkan tak perhatian pada istrinya yang sedang mengandung.

Pesanan mereka sudah sampai. Isabel memakan spagetinya dengan semangat sedangkan Inka Ia memang tak terlalu menyukai makanan menyengat. Semanjak hamil Ia senang makan buah- buahan dan sayuran. "Cuma salad?" tanya Isabel

Inka mengangguk, Mata Inka tak sengaja menatap seorang yang familiar. Ia sangat mengenal jas itu. Sadam? apa yang dilakukan Sadam di cafe ini.

"Kakak lihat apa?" tanya Isabel menatap arah pandang Inka.

"Ada kak Sadam," Ujarnya.

"eh---- ucapan Inka terpotong karena Isable sudah lebih dulu memanggil Sadam.

"Kak Sadam," panggil Isabel

Suaminya langsung menghampiri Isabel dan Inka. Sadam langsung mencium kening istrinya. "Kamu kok gak bilang keluar rumah?" tanya Sadam duduk disebelah Inka.

"Lupa," ujar Inka singkat.

Lelaki itu memanggil pelayan, Ia baru saja selesai meeting dan hendak pulang untuk makan siang. "Kamu gak makan apa ? cuma Salad?" tanya Sadam sembari mengelus perut Inka.

" Isa, Arthur juga ikut rapat tadi. Kemana dia?" Sadam nampak mencari Arthur.

Isabel langsung tersenyum saat melihat suami datang dari arah toilet. "Arthur sini," panggil Isa dengan wajah berbinar. Ia merindukan suaminya.

Arthur menatap ragu, duduk berempat didepan Inka dan Sadam. Lelaki itu akhirnya duduk disebelah Isabel tepat didepan Sadam.

Lelaki itu duduk dengan kaku terlebih lagi saat Isabel langsung memeluk tangannya erat. "Kamu sudah makan?" tanya Isabel.

"Sudah," jawab Arthur. Matanya sejak tadi mengawasi tangan Sadam yang mengelus perut Inka membuat hatinya panas. Sial!!!

"Saya pesan chicken steak dan vegetable pizza," pinta Sadam pada pelayan. Ia mengelus tangan Inka yang berkeringat. Istrinya nampak tak nyaman dengan kehadiran Arthur.

"Ada saya," bisik Sadam membuat Inka mau tak mau tersenyum.

"Ini tempat umum bisakah kalian tidak mempertontonkan kemesraan kalian. Ada banyak anak kecil," tegur Arthur.

Sadam malah tersenyum miring, Ia tahu lelaki didepannya ini masih ada rasa untuk istrinya.

Isabel hanya menengkan suaminya. Kenapa Arthur nampak risih pada kemesraan Sadam dan Inka, padahal hal itu dimana Isabel biasa malahan menurutnya sangat sweet.

 Kenapa Arthur nampak risih pada kemesraan Sadam dan Inka, padahal hal itu dimana Isabel biasa malahan menurutnya sangat sweet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(ini loh Inka yang cantik, gimana Arthur gak makin susah move on?🤣)

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang