Bab 34 Sorrow

30.6K 2.2K 1
                                    

Inka menangis dipelukan ibunya. "Ma, Sadam Ma, Sadam" ujar Inka merancau.

Ucapan Sadam tadi membuatnya takut. Ia kenal Sadam dengan baik, lelaki itu sangat nekat. "Sadam kenapa? kalian berantem?" tanya Hana sejak tadi putrinya hanya merancau memanggil nama suaminya.

Bahkan Hana menelpon Derin, Ia cemas pada putrinya yang menangis hingga suaranya tersedat -sendat. "Ma .. Sadam Ma " rengek Inka.

Hana memberikan air pada putrinya. Mata Inka bengkak karena hampir sejam menangis. "Coba kamu tenang dulu nak" pinta Hana sembari memeluk erat putrinya.

"Aku.. aku jahat sama Sadam" aku Inka.  "Aku minta cerai sama Sadam Ma" ujar Inka membuat mata Hana melotot tak percaya.

"Sadam jahat sama kamu? dia nyakitin kamu? bilang sama mama sayang" tanya Hana.

Inka menggeleng. "Sadam baik banget Ma, bahkan dia punya hati malaikat"

Hana heran sekarang. "Kalau baik kenapa kemu minta cerai?" tanya Hana akhirnya.

Inka menatap ibunya tak yakin. Dengan sedikit kelu, Ia memulai ceritanya. Semuanya dari Arthur hingga pertemuannya dengan Sadam.

Hana menutup mulutnya tak percaya, air mata Hana mengalir. Ia tak menyangka hidup putrinya seberat ini. Arthur?  Arthur keponakannya bukan? "Sadam baik banget, bahkan Ia mengakui anak ini Ma. Sadam punya tanggung jawab lain, ada anak yang lebih berhak mendapat kasih sayang Sadam" ujar Inka pilu.

"Kamu mencintai Sadam nak?" tanya Hana. Tentu saja. Dengan yakin Inka mengangguk. "Sangat" ujarnya yakin.

Hana mengelus kepala putrinya sayang. Derin yang datang dengan panik mengecek putrinya. "Berani beraninya Sadam melukai putri Papa" ujar Derin melihat mata bengkak Inka.

Inka menggeleng. "Sadam tak pernah melukai aku Pa" ujar Inka.

"Lalu kenapa kamu menangis kalau bukan karena lelaki itu?" cecar Derin.

Inka meminta bantuan ibunya. Inka ingin istirahat, tubuhnya terlalu lemas. "Nanti mama jelasin. Inka kamu ke kamar ya nak. Nanti Mama hubungin Sadam" ujar Ana menenangkan.

Inka masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Derin menuntut penjelasan istrinya. Hana menunggu Fabian dan Derian, sejak dulu memang menjadi kebiasaan keluarganya jika ada masalah akan berdiskusi satu sama lain.

"Ada apa Ma?" tanya Derian dan Fabian panik. Dirinya selalu deg - degan jika Mamanya menelpon di waktu jam kantor apalagi ibunya sampai menelpon berkali - kali dan meminta mereka pulang dengan segera.

Mereka mendengar penjelasan Hana dengan seksama. Derian langsung berlari masuk ke kamar kakaknya. Diantara kembar itu, Derian memang yang mudah menunjukan emosinya.

"Kak, maafin aku yang lambat menemui kakak" ujar Derian pelan sembari menepuk puncak kepala kakak perempuannya.

Ia terluka mengetahui kehidupan berat yang dijalani kakaknya. "Aku akan cari Bang Sadam buat kakak, Aku yakin dia juga mencintai kakak" ujarnya pelan.

Derian menyelimuti Inka dan keluar dari kamar sang kakak. Ia menatap Fabian yang sejak tadi diam mematung di depan kamar Inka. "Lo mau masuk? ngomong aja sama kakak, sejak kemarin lo gak sempat nyapa dia" ujar Derian menepuk pundak Fabian.

Dengan ragu Fabian masuk, Ia masih belum percaya bahwa keluarganya berhasil menemukan kakak kandungnya yang Ia puluhan tahun silam. Ia menatap wajah kakaknya yang tertidur. Fabian merasa sedang berkaca. "Kakak" panggil Fabian pelan.

Fabian mengelus kepala kakanya hingga Inka mengeliat. "Fabian" ujar Inka.

Mata Fabian melebar, Ia tak menyangka Inka bisa langsung mengenalinya. Derian dan dirinya kembar identik bahkan tak ada yang mudah mengenali mereka.

Inka dengan sedikit kesusahan duduk. "Duduk sini, kamu ngapain bersimpuh disana" titah Inka.

Fabian duduk disamping kakaknya. "Kakak" panggil Fabian pelan membuat Inka mengerjapkan matanya berkali-kali.

Pasalnya sejak kemarin, Fabian hanya diam tak menyapa ataupun mengatakan apapun kepada dirinya. "Ada apa hmm?" tanya Inka pelan.

"Maafin aku kak, kami baru bisa menemukan kakak setelah sekian lama, setelah sekian banyak penderitaan yang kakak lalui" ujar Fabian. Kalimat terpanjang yang lelaki itu katakan hari ini.

Inka tersenyum kecil menepuk pundak adiknya. "Aku bahagia bisa bertemu kalian"

"Boleh peluk kak?" tanya Fabian.

Inka mengangguk dan memeluk Fabian erat, Fabian bahkan meneteskan air matanya. Kakak yang Ia rindukan selama ini.

"Udah jangan nangis, Kakak udah ada disini sama kalian. Kamu udah 27 masih aja cengeng" ujar Inka.

Fabian memang pandai menyembunyikan perasaanya namun sesungguhnya Ia mudah menangis karena hal -hal kecil dihadapan orang yang Ia sayangi.

"Aku sayang kakak" ujar Fabian

"Kakak juga sayang kamu"

Pelukan mereka terurai saat sebuah suara menginterupsi. "Oh jadi pelukan gak ngajak - ngajak" ujar Derian di ambang pintu.

Lelaki itu kemudian ikut bergabung saling memeluk satu sama lain. Saudara,  sahabat sejati yang tak akan pernah mengianatimu. "Kakak sayang kalian"

****

Hana senang melihat ketika anaknya akur begitu juga Derin.

"Makasih sudah berjuang sejauh ini" bisik Derin pada Hana.

Mereka melui banyak hal, kehilangan anak bukanlah hal mudah bagai rumah tangga. "Makasih udah jadi kuat untuk kita" balas Hana.

Fabian dan Derian menghibur Inka, mereka mengajari Inka main ps. "Kak, bukan gitu caranya"ujar Derian frustasi.

"Terus gimana?" tanya Inka bingung.

"Gini kak" Fabian menuntun tangan kakanya. Inka jadi teringat dengan Sadam lelaki itu sangat gemar main PS bahkan saat hari minggu tak mandi dari pagi hingga sore hanya untuk main PS.

"Kenapa bengong kak?"

"Ingat Suami kakak, Kamu udah hubungi Sadam?" tanya Inka membuat Derian maupun Fabian bungkam.

Melihat ekpresi kedua adiknya, Inka mengangguk. "Sadam itu keras kepala plus nekat. Kakak mohon hubungi dia buat kakak" ujar Inka. Hormon kehamilan membuatnya sangat emosional.

Derian menghela nafas, "Aku sudah telpon berkali kali tapi hpnya mati"

"Coba cari kekantor, atau ke rumah kami, di rumah Oma Elisye atau dirumah Nenek Weni" cecar Inka.

Ia menuliskan alamat pada adiknya. "Kakak mau cari kesana temani kakak ya" pinta Inka namun Fabian menggeleng.

"Kakak dirumah aja , biar Derian dan Fabian yang cari kak Sadam"

"Tapi?"

"Kakak lagi hamil besar, Ingat kandungan kakak" ujar Derian.

Akhirnya Inka mengalah. Ia menunggu dan berharap cemas. Inka juga menghubungi Asisten Sadam namun wanita itu bilang Sadam tidak masuk dari kemarin.

Sebuah telpon masuk dari  Fabian. "Gimana kak?" tanya Inka.

"Gak ada kak, Aku sudah cari kerumah Oma Elisye. Beliau malah jadi panik sekarang" ujar Fabian membuat Inka menepuk kepalanya. Ia lupa bahwa Oma Elisya sangat menyayangi Sadam.

Inka meminta ayahnya mengantar Inka kerumah oma Elisye. "Oma maafin Inka" ujar Inka.

Oma Elisye memeluk cucu memantunya. "Sadam pasti baik-baik saja. Dia hanya menenangkan diri" ujar Oma Elisye menenangkan Inka.

"Iya Oma" ujar Inka ikut menengkan Oma. Saat seperti ini, mereka hanya bisa saling menguatkan sembari berharap Sadam baik - baik saja. 

"Dimana kamu Sadam" ujar Inka pelan.

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang