Bab 28 Her Past

28.7K 2.3K 2
                                    

Mata Inka menatap  gedung panti asuhannya. Ia masih menatap tak percaya. Panti asuhan tempatnya dulu sudah berkembang sebesar ini?

Inka ragu untuk masuk entah kenapa, Ia tak yakin. Sadam memegang tangan istrinya erat. "Ayo," ajak Inka.

Mereka memasuki panti, banyak anak - anak datang menyambut kedatangan mereka. "Selamat siang kak, Ada yang bisa aku bantu? " tanya anak remaja yang Inka yakini salah satu anak panti disini.

Dulu sewaktu Ia masih disini, panti masih kecil dan hanya beberapa anak saja karena banyak sudah memilih keluar dan diadopsi.

"Saya mau cari ibu Rima," ujar Inka pelan

"Duduk kak, saya panggilin Bunda sekarang," ujar Gadis itu seketika Inka menghembuskan nafasnya. Ternyata benar, keluarga pantinya disini.

Seorang wanita paruh baya datang dari arah sana, Inka tak sadar berlari. Rasa rindunya membuncah. "Bunda," ujar Inka

Rima tersenyum penuh haru, Inka putrinya kembali. Hampir sepuluh tahun mereka tak bertemu. "Inka, ini kamu nak?" tanya Buk Rima.

Inka mengangguk, Bunda Rima. Wanita yang paling berjasa dihidupnya. Inka menangis sesegukan dalam pelukan Rima. "Hari ini Inka ulang tahun Bunda," ujar Inka.

Rima memeluk Inka. "Iya nak, hari ini kamu berumur 30 tahun,"

Dug

Rima merasakan tendangan dari perut Inka yang membuncit. "Kamu hamil nak?" tanya buk Rima tak percaya.

Sejak dulu Inka memang tak pernah mau menikah karena Ia tak percaya pada cinta. Ayah dan Ibunya saja tega membuang Inka.

Mata Rima tak sengaja menatap lelaki jangkung yang berdiri di belakang Inka. "Ini siapa nak?"

Inka memanggil Sadam untuk mendekat. "Ini Sadam bunda. Suami Inka," Inka memperkenalkan Sadam. Ucapan sederhana namun membuat Sadam sangat bahagia.

Sadam langsung memberikan salim pada Buk Rima. "Saya Sadam Bunda, terimakasih sudah merawat Inka dengan baik," ujar Sadam tulus.

Buk Rima mengajak mereka duduk, wanita paruh baya itu bercerita tentang keluarga baik yang menolong panti setelah penggusuran. "Lalu Lulu kemana bunda?" tanya Inka mengenai keberadaan salah satu teman seangkatannya.

"Dia sudah menikah, banyak anak," kekeh Buk Rima membuat Inka bahagia mengetahui teman -teman senasibnya juga bahagia.

"Bagaimana kabar Arthur?" tanya Buk Rima. Seingatnya Arthurlah yang membawa Inka ke Jakarta.  Satu-satu sahabat dekat Inka.

Sadam terdiam, ternyata Inka dan Arthur sudah kenal cukup lama.

Inka menatap wajah masam Sadam langsung mengalihkan perkataan. "Kata Bunda keluarga baik yang nolong panti akan kesini hari ini. Aku bantuin bunda masak ya,"ujar Inka.

Wanita itu mengajak buk Rima kedapur. "Suami kamu cemburu sama Arthur ?" tanya Buk Rima

"Banget,"jelas Inka.

Wanita itu membuka kulkas dan membuat opor ayam untuk hidangan malam nanti. "Kamu bahagia nak?" tanya buk Rima

Inka mengangguk. Wanita itu kemudian memeluk buk Rima. "Makasih ya, kalau enggak malam itu Bunda pungut aku, mungkin aku jadi gembel atau gak bisa bertahan sampai saat ini. Makasih bunda ," ujar Inka

Buk Rima memeluk Inka erat. Selama ini Ia memang tak bisa memberikan kasih sayang penuh pada Inka dan anak anak lainnya dipanti karena Ia harus bekerja, dulu  panti sangat susah mendapatkan donatur. Rima terbiasa pergi pagi dan pulang malam sehingga anak - anak panti terbiasa mandiri bahkan kadang anak - anak yang memasakan makan malam untuknya.

Inka menatap suaminya yang sudah bergabung dengan anak -anak. Wajah kaku lelaki itu menguap entah kemana. "Suamimu nampak suka sekali dengan anak - anak," kekeh buk Rima

"Banget," jelas Inka. " Possessive banget sama calon anaknya,"jelas Inka.

Seorang lelaki datang membuat Inka terkejut. "Inka, ini kamu?" tanya Marlon pada Inka.

Inka menatap tak percaya sahaabatnya ini. "Ini kamu Marlon, kok kurus?" ujar Inka yang membuat Marlon langsung menjitak kepala Inka.

Inka memandang takjub lelaki didepannya. Dulu Marlon berbadan gembul sekarang lelaki itu memilih body goals idaman kamu hawa.

"Wah , kamu hamil, perutnya besar," ujar lelaki itu seakan pertama kali melihat orang hamil.

Tangan Marlon hendak menyentuh perut Inka namun tangan lain menghentikannya. "Watch your hand dude!" ujar Sadam.

"Gak apa Sadam. Ini Marlon sahabat kecil aku," jelas Inka.

Sadam nampak tak senang dengan ucapan Inka. Marlon melihat itu mengurungkan niatnya. Marlon menggaruk tekuknya tak gatal saat melihat tampang tak bersahabat Sadam untuknya.

"Sadam, ini Marlon temen aku dulu," ujar Inka mengalihkan perhatian Sadam.

Sadam hanya mengangguk, Ia menatap Marlon naik turun menilai lelaki itu. "Saya Sadam Gunawan, suami dari Inka Gunawan," jelas Sadam lugas.

Marlon ingin tertawa melihat wajah kaku Sadam, ide jahilnya kemudian muncul. "Saya Marlon Jusuf, cinta pertama Inka Pratiwi," ujarnya.

Sadam menolek ke Inka. "Mana ada kamu ngarep banget," ujar Inka mengelak.

Marlon tertawa, Ia menepuk pundak Sadam. "Tenang bro gue gak demen sama ni cewek atu. Dia udah kayak saudara buat gue," ujar Marlon dengan nada khasnya.

Sadam yang kaku hanya bisa menaikan alis, Ia tak terbiasa bertemu dengan orang seperti Marlon ini. Tampak pecicilan.

Mereka duduk, Marlon menceritakan semuanya. Lelaki itu memang sudah keluar dari panti dan tinggal dirumahnya sendiri namun Marlon masih sering mengunjungi panti.

"Kamu kapan nikah?" celpos Inka.

Marlon malah tertawa, "Belum ada yang cocok," ujar Marlon singkat.

Marlon memang lebih kecil setahun dari Inka namun mereka bersekolah dan lulus bersamaan.

Inka dan Marlon sibuk mengenang masa lalu mereka. Inka nampak bahagia bercerita dengan Marlon sesekali di timpali Ibu Rima. Sederhana! ternyata sesederhana ini membuat Inkanya tersenyum. Wanita itu hanya senang bercerita.

Ingatkan Sadam untuk mendengar setiap cerita Inka.

Aura kecantikan Inka meningkat saat wanita itu tertawa.

"Kamu cantik," ujar Sadam tanpa suara saat Inka tak sengaja menatap lelaki itu.

Inka hanya bisa tersenyum, pipinya memerah. Ia memandang Sadam lama. "Makasih," Inka berujar tanpa suara.

Sadam mengangguk, Ia memutuskan untuk membiarkan mereka bernostalgia dengan masa lalu.

Sadam memandang anak - anak yang sedang berlarian. Kepalanya sudah membayangkan anak - anaknya pasti akan seperti itu. Ia dan Inka pasti kerepotan mengejar mereka.

Sadam terkekeh.

"Kamu kenapa?" tanya Inka berdiri disebelah Sadam.

lelaki itu menggeleng dan malah berdiri dibelakang Inka kemudian memeluk erat wanita itu dari belakang.

"Nanti anak kita pasti senakal itu," gumam Sadam membuat Inka kembali blushing.

"Hmm, disini banyak anak bisa romantisnya dikondisikan," ujar Marlon. Inka langsung melepaskan pelukan Sadam dan menggaruk tekuknya yang tak gatal.

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang