Bab 29 Gita's Husband

29.2K 2.3K 14
                                    

Inka hari ini menemani Sadam "berkencan" dengan tanda kutip dengan Gagita. Sadam memang sudah menceritakan semuanya pada Inka. Ia tak ingin istrinya salah paham.

Mereka bertiga berjalan berkeliling mall, Sadam tetap menggenggam tangan Inka dengan alasan Inka sedang mengandung. Gagita tampaknya mengerti dan tak mempersalahkan itu.

Gagita mengajak mereka untuk menemaninya membeli beberapa baju. Ardan memang sangat memanjakan putrinya. "Inka kamu duduk disini dulu ya, aku mau minta pendapat Sadam tentang bajuku," pinta Gagita.

Inka mengangguk, "Iya,"

Sadam meminta Gagita jalan lebih dulu, Sadam kemudian mencium perut istrinya. "Kamu tinggi disini, aku mau kesana dulu,"

Inka hanya mengangguk, matanya tak sengaja menatap lelaki yang memasuki toko dengan emosi. Lelaki itu menggendong putranya yang menangis dan bahkan lelaki itu memarahi putranya.

Inka tak tega melihat anak lelaki itu menangis sesegukan, "Mohon maaf pak, bukan saya mau ikut campur tapi lebih baik anaknya jangan dibentak kayak gitu, Sini nak sama tante," ujar Inka

Anak itu berhenti menangis dan minta turun dari gendongan ayahnya. "Tante mau punya dede?" gadis anak lelaki itu.

Inka mengangguk, anak lelaki itu mengelus perut Inka dan mendapat tendangan dari sana. "Adeknya mau ngomong sama  kamu," ujar Inka

Anak itu tertawa. "Halo dedek manis, Ini kakak Devan.  Cepat besar nanti kita ketemu," ujar Devan tersenyum.

David melihat putranya tertawa tertegun. Anak itu terlalu muda untuk menghadapi masalah sepelik ini, anaknya bahkan baru berumur 4 tahun harus menghadapi situasi sepelik ini.

"Saya boleh titip anak saya sebentar, saya harus menyelesaikan suatu masalah," ujar David kemudian masuk.

Lelaki itu masuk  dengan kesetanan. "Papa selalu marah-marah," ujar Devan dengan wajah sendu.

"Mama selalu nangis dulu dan sekarang mama udah pergi ninggalin Devan," ujar anak itu matanya mulai berderai air mata. Inka langsung memeluk Devan.

Anak sekecil ini sudah harus mengerti dengan keadaan orang tuanya. "Stttt," ujar Inka menepuk punggung anak itu.

Suara keributan membuka Inka dan Devan berjalan menuju ke pojok ruangan. Inka hampir berteriak melihat Sadam dan lelaki tadi saling adu jontos. "Hentikan," teriak Inka

Mereka berhenti, Ia langsung menarik Sadam. "Ada apa ini?" tanya Inka mengelus pipi suaminya yang sedikit membiru.

"Saya tak tahu, dia datang-datang langsung memekul saya," adu Sadam.

"Saya tak akan memukulmu kalau kamu tak menggoda istriku," marah David.

Mata Inka melebar, jadi lelaki ini suami Gagita dan anak ini adalah anak Gagita. Devan bersembunyi dibelakangnya ketakutan. "Sadam tak menggoda istrimu tuan," ujar Inka

"TAHU APA KAMU?" bentak David sembari menunjuk marah ke Inka.

Melihat perlakuan David pada istrinya membuat Sadam naik pitam, Ia menerjang David. "Watch your mouth bro!!," ujar Sadam.

David terlempar dilantai, "Jangan sekali kali kau berani berkata kasar atau menyakiti istriku," tekan Sadam membuat mata David melebar.

"Istri ? siapa yang kau bohongi. Kau hanya lelaki yang tak bisa melupakan istriku,"kekeh David

"Bukan urusanmu," ujar Sadam lelaki itu meraih tangan istrinya menjauh meninggalkan David.

"Oh iya satu lagi urus istrimu, aku hanya membantu dia untuk cepat pulih, istrimu sakit bukan fisiknya tapi jiwanya." ujar Sadam.

Lelaki itu menatap Gagita yang kebingungan "Gita dengarkan aku dan ingat kata kataku, aku sudah menikah dan ini istriku, sedangkan kamu juga sudah menikah dan dia suamimu, Kita sudah berakhir" jelas Sadam meninggalkan mereka.

Sadam memang tak seharusnya menyetujui permintaan Ardan, hanya membawa masalah. Istrinya hampir jadi korban.

"Kamu gak apa?" tanya Sadam, mereka duduk untuk menengkan diri disebuah restaurant.

"Gak apa, pipi kamu biru," Inka menyentuh pipi Sadam membuat lelaki itu mengaduh.

Inka meminta es batu untuk mengopres pipi Sadam. "Sakit.. aduh Sakit sayang," rengek Sadam

Inka sudah berusaha memelankannya. "Ternyata bogeman si cungkring kerasa juga," ujar Sadam membuat Inma terkekeh.

David tidaklah cungkring seperti yang Sadam ucapkan, lelaki itu hanya sedikit lebih kurus dari tubuh Sadam yang tegap.

"Kamu juga sih nyari gara -gara, bukannya dijelasin malah diajak ribut," ujar Inka

"Kamu gak tahu aja, dia datang datang langsung mukul  saya,"

Inka terkekeh melihat wajah sebal Sadam. "Kesal saya, udah istrinya saya tolongin , wajah ganteng saya pake dirusak pula," omelnya.

" Idih pede," ujar Inka.

"Iyakan saya emang ganteng?"

"Ganteng luar dalam malahan," ujar Inka membuat Sadam diam. Dia hanya ingin menggoda Inka, kenapa Ia yang digoda balik?

"Kamu godain saya ya?" tanya Sadam membuat Inka tertawa dan mengangguk.

"Belajar dari siapa kamu?" tanya Sadam

"Dari kamu lah," ujar Inka
***
Ditempat lain perdebatan terjadi, Gagita memang tak mengingat siapa lelaki ini dan siapa anak kecil yang sejak tadi memeluknya memanggil dirinya mama. Ingatan Gagita dirinya masih lajang belum pernah menikah dan melahirkan.

Wajah kebingungan Gagita membuat David berpikir, "Kamu tak mengingat aku dan Devan?"tanya David.

"Maaf," hanya itu yang keluar dari mulutGagita.

Ia melihat kesedihan di mata anak lelaki itu, Ia mengikuti instingnya dan menggedong anak lelaki kecil itu. Deg

Jantungnya berdebar, kekosongannya seakan terisi. "Mama,"panggil Devan.

Tangannya secara langsung memeluk tubuh kecil yang kini bersandar nyaman di pelukannya. "Ma, Devan kangen Mama," anak itu tersedu-sedu membuat hati Gagita sakit sekali.

"Mama disini nak," perkataan itu lolos begitu saja dari mulutnya. Ia merasakn kerinduan yang besar terhadap anak ini.

"Mama jangan tinggalin Devan lagi ya, Devan sayang mama," Gagita mengangguk, Ia menatap kearah lelaki yang mengaku suaminya ini.

Gagita tak mengerti keadaan, kenapa papanya tak mengatakan apapun? siapa yang harus dia percaya sekarang? Papanya atau Lelaki didepannya?

David melihat kebingungan Gagita, rasa amarahnya meluap. Ia akan membawa Gagita bersamanya. Ia perlu membuktikan perkataan Sadam, apakah benar kesehatan mental istrinya bermasalah.

David perlahan mengenggam tangan istrinya, wanita ini menghilang hampir setahun. Meninggalkan rumah tanpa alasan, bahkan sebelumnya mereka baik-baik saja.

"Ayo pulang kerumah kita," ujar David.

Entah mengapa Gagita tak bisa menolah, terlebih mata hitam itu membuatnya seakan tak mampu berkata -kata.

"Iya,"

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang