Bab 10 I love you

42.1K 3.2K 39
                                    

Sadam tersenyum lega tatkala kakinya kembali menginjakan kaki di ibu kota. Jakarta yang biasanya panas terasa sejuk jika dibandingkan suhu di California.

Ia tak sabar menuju ke rumah Inka. Selama dua minggu berjauhan membuat Sadam merindukan Inka. Pasti perutnya sudah membesar.

Sadam memasuki taksi, entah sejak kapan rasa takutnya saat menaiki taksi hilang entah kemana? pertama kali Ia naik taksi lagi adalah saat kepulangan Inka dari rumah sakit. Tanpa Sadar traumanya perlahan menghilang.

Taksi yang Ia tumpangi sampai di depan ruko Inka. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Inka. "Dimas, Inka mana?" tanya Sadam.

"Mbak Inka pergi ke cafe, ketemu temennya," ujar Dimas.

Sadam memgerutkan keningnya. Teman? Ah. Sadam tak terlalu menganal teman Inka. Sadam membuka ponselnya, untung saja Ia sempat menyambung GPS pada ponsel Inka.

Lelaki itu menyusul Inka ke cafe, Ia memang sudah tak sabar melihat Inka. Membayangkan senyuman Inka membuatnya tersenyum lebar.

Ia menaiki ojek menuju cafe itu, semua barang barangnya dibawa oleh Dimas. Biar saja anak itu yang mengurus.

"Makasih bang," setelah Sadam membayar. Ia langsung masuk.

Mata tajam Sadam langsung berkobar ketika melihat tangan Inka dicekal oleh Arthur. Dengan langkah lebar, Sadam mendatangi mereka berdua.

"Anak siapa yang kau kandung Inka? katakan!!!" bentak Arthur.

Sadam langsung memukul lelaki itu. "Beraninya kau menyentuh Inka" marah Sadam.

Inka diam, air matanya menetes. Hinaan Arthur terasa menyakitkan ditelingannya bahkan Arthur menuduh Inka berselingkuh dan meragukan kandungan Inka.

"Kenapa kau membela bitch itu?" marah Arthur pada Sadam.

"Watch your mouth dude!" ujar Sadam dingin. Ia menggenggam tangan Inka erat.

"Dengar Arthur! Kamu sudah gak punya hak pada Inka. Kehamilannya bukan urusanmu" ujar Sadam lagi.

Arthur bangkit dan terkekeh, "Kau benar, bitch itu memang tak pantas untukku. Seorang yang menghianati ku memang tak pantas untuk ku," ujar Arthur lagi.

Plak

Inka sudah diam sejak tadi namun Arthur keterlaluan. Lelaki itu yang meminta bertemu namun mengapa setelah bertemu Arthur malah menghinanya.

"Itu yang pantas untukmu," ujar Inka dingin.

"Beraninya kamu!" marah Arthur hendak menampar Inka namun ditahan oleh Sadam.

"Sakiti dia, kau kuhabisi," ujarnya dingin lalu berbalik dengan membawa Inka pergi.

"Oh iya satu lagi, Kau bertanya siapa pemiliki kandungan itu? Aku .... aku ayah dari bayi ini," ujar Sadam tegas.

Ucapan Sadam membuat Inka tertegun. Air matanya mengalir. Ia mengelus perutnya sayang.

Sadam menghapus air mata Inka, "Hapus air matamu sayang, kasihan anak kita sedih," ujar Sadam pada Inka.

Melihat itu Arthur mengepalkan tangannya. Jadi benar selama ini Inka memang menghianatinya. Wanita itu memang menghianatinya. Selama ini ibunya benar Inka bukan wanita baik-baik.

"Arghhh" Arthur berteriak marah.

Ia menatap acuh orang-orang yang menjadikannya tontonan. Mereka semua adalah saksi betapa kasarnya ucapan Arthur pada Inka.

***
Sadam diam, mereka sedang berada di taksi. Inka menatap Sadam takut-takut. Inka ingkar janji, sebelumnya Sadam pernah meminta Inka untuk tidak menemui Arthur tanpa lelaki itu.

Taksi yang mereka tumpangi telah sampai tepat di depan kontrakan Inka. Sadam masuk lebih awal sembari mengabaikan Inka dibelakangnya.

Inka berusaha mengejar Sadam yang sedang marah dengannya.

Inka hanya penasaran apa yang ingin Arthur katakan."Aku minta maaf," ujar Inka pada Sadam.

Sadam menoleh, menatap ke arah Inka. Lelaki itu masih diam dan memilih untuk tidak menanggapi Inka.

Inka menatap punggu Sadam masuk ke dalam kontrakannya. "Sadam," panggil Inka manja. Ia tak terbiasa melihat sikap dingin Sadam untuknya.

Sadam mengambil minum namun dengan cepat Inka mengambil gelas ditangan Sadam dan mengisinya dengan air. "Minum dulu," ujar Inka.

Sadam meminum airnya diam, Ia duduk di sofa kecil. Inka pun ikut duduk. "Masih marah?" tanya Inka.

"Jelaskan!" titah Sadam singkat.

Inka menghela nafas, "Arthur mengirimiku dm meminta bertemu. Aku hanya penasaran apa yang ingin dia katakan padaku," jelas Inka.

"Lalu?"

"Saat Arthur sadar kalau perutku buncit Ia langsung mencercaku dan mengatakan aku pelacur," cerita Inka. Ia memang sedikit sedih mendengar ucapan itu keluar dari mulut Arthur namun kehadiran Sadam disisinya membuat Inka lebih kuat. Untuk apa Inka perduli dengan Arthur yang tak memperdulikannya?

"Dia mengatakan seperti itu?" tanya Sadam menaikan intonasinya.

Inka mengangguk dengan polos. Sadam menyesal mengapa Ia memukul Arthur sekali harusnya Ia memukul lelaki itu berkali-kali.

"Kamu juga ngapain mau ketemu Arthur, kan sudah saya peringatkan kalau memang mau ketemu Arthur harus sama saya," ujar Sadam.

"Ih.. aku aku yang dimarahin. Aku kan penasaran apa yang Arthur mau bilang,"

"Kamu masih cinta Arthur?" tuduh Sadam.

Dengan cepat Inka menggeleng keras. Rasa sayangnya untuk Arthur telah menguap entah kemana. Ia terlalu sakit hati dengan perlakuan Arthur kepadanya.

"Lalu, kamu cinta saya?" tanya Sadam lagi.

Tanpa Sadar Inka mengangguk membuat Sadam tersenyum. Inka terhipnotis melihat senyum manis Sadam yang baru Inka sadari.

Inka menatap sorot mata Sadam. Sadam mendekati Inka. "Dorong saya jika kamu ingin aku berhenti," ujar Sadam.

Inka malah semakin menatap Sadam dalam. Lelaki itu kehilangan kendali. Ia perlahan mengecup bibir merah Inka yang menjadi candunya. Sadam dengan mudah meraih tubuh kecil Inka dan mendudukannya di pangkuhan lelaki itu.

Inka mengalungkan tangannya di leher Sadam. "Damn, you lips , so sweet," ujar Sadam.

Sadam melepaskan pagutan mereka. " Would you be my wife?" tanya Sadam membuat Inka berhenti sejenak.

" I ask you again, would you be mine?" tanya Sadam lagi. Ia tidak membiarkan Inka berpikir jernih.

Ia kembali mencium Inka dalam. "Say yes please,"

"Sadam ..."

"Would you be my wife Inka Pratiwi?" tanya Sadam lagi.

"Saya hanya menerima jawaban Iya dan mau," ujar Sadam kembali mencium Inka.

"Mbakk...

"Astaaga," Dimas menutup matanya melihat pemandangan didepan matanya.

Inka yang lebih dulu sadar langsung menjauhkan diri dari Sadam, Ia memperbaiki pakaiannya yang lecek akibat ulahnya dan Sadam.

"Ada apa Dim?" tanya Inka.

Sadam malah duduk dengan santai melihat Inka berbincang dengan Dimas. Setidaknya Inka sudah menjadi miliknya..

"You and your baby are mine," gumam Sadam sembari menatap punggung Inka yang menjauh.

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang