Bab 31 Ruang Rindu

30.4K 2.5K 20
                                    

Kepala Sadam berat, Ia memang tak tidur sejak semalam karena perkataan Inka tentang menyesal dalam pernikahan ini terngiang.

Kecewa? Iya Sadam sangat kecewa. Ia suka berada dipernikahan ini namun  ternyata Inka tidak. Sadam tak siap melepaskan Inka makanya Ia berlari.

Bohong Jika Sadam bilang,  jika Ia tak mencintai Inka. Sadam mencintai Inka, Sangat !

Sebuah soup mengepul tersaji dimejanya sejak 5 menit yang lalu. Entah ada apa gerangan sekretarisnya itu tiba - tiba menyajikan soup tanpa Sadam minta.

Ia mengambil mangkuk soup miliknya, Rasa lapar tiba - tiba datang. "Enak sekali,"gumam Sadam.

seharian Ia tak sarapan karena sibuk bekerja. Soup ayam memang makanan kesukaannya karena makanan ini mengingatkannya pada Bunda.

Sadam mengecek ponselnya, Ia berharap ada pesan dari Inka. Tak ada satu pesanpun. Sadam meletakan HPnya lagi.

Lelaki itu memilih memfokuskan pikirannya pada pekerjaanya yang menumpuk. Permasalahannya selesai dengan Ardan Nugroho, lelaki itu malah banyak memberi bantuan untuk proyek Sadam saat ini.

Sebuah ketukan pada ruangannya membuat fokus Sadam teralih. "Masuk," ujar Sadam datar.

Brenda sekretarisnya berdiri bersama dengan seorang pria yang memakai setelan rapi dan cungkring menurut Sadam. Iya! David!

Lelaki itu masuk. "Mau apa kau? Aku tak ada niatan untuk berantem hari ini," ujar Sadam malas.

David terkekeh, "Easy man," ujar David duduk.

Sadam menaikan alisnya. "Sorry," ujar David. "It was my fault. Makasih sudah nolongin Gagita." lanjut David lagi.

"Itu semua diluar kuasa saya, saya gak nyangka ternyata Gagita dapat perlakuan gak baik dari adik - adik saya dan ibu saya selama ini. Itu yang membuat dia depresi ditambah saya yang kurang peka dan menganggap dia baik-baik saja," sesal David

Sadam mengangguk, Ia tak membenci David karena memukulnya, Ia hanya kesal karena lelaki didepannya berani membentak Inka. Sadam saja tak pernah melakukan itu!

"Saya juga mau minta maaf karena membentak istrimu,"

Mendengar kata istri, rindu membuncah lagi di dada Sadam. Baru beberapa jam saja mereka tak besua, Sadam sudah merasa amat kesepian. "Nanti saya sampaikan," ujar Sadam.

David berjanji akan mentraktir Sadam dan Inka setelah mereka kembali dari US. Gagita akan menjalani pengobatannya disana. "Good luck, bro," ujar Sadam sembari menepuk bahu David pelan.

David undur diri, Sadam masih termenung. Masalah yang terjadi pada Gita membuatnya waspada kalau Inka juga mendapat perlakuan buruk dari keluarganya. Tapi rasanya tak mungkin!

Sadam menggeleng kepalanya. Ponselnya berbunyi sebuah foto yang sedikit gelap. Dua orang diatas ranjang. "Sial" gumam Sadam.

Siapa yang melakukan ini? Sadam mengacak rambutnya.

Kau ingin aku mengirimnya pada istrimu?

Tulisan yang tertera pada gambar itu. Sadam segera menghubungi orang kepercayaannya. Siapa yang berani merekam aktivitasnya. Sialan!!!

Dengan cepat lelaki itu menghapus foto yang dikirim tadi. Jangan sampai ada orang mengetahui hal ini. Cukup dirinya dan mungkin si pemotret yang tahu. Sadam tak akan tinggal diam!.

****

Sadam tak pulang lagi, Inka tersenyum getir. Ini memang seharusnya bukan? Sadam memang bukan miliknya. Inka harus menyerahkan Sadam pada orang yang tepat.

Inka sudah bersiap - siap. Ia hari ini berjanji menemani Dimas di acara wisuda lelaki itu. "Mbak udah siap?"tanya Dimas.

Lelaki itu sudah rapi dengan setelan Jas yang Inka belikan. "Kamu tampan sekali" puji Inka.

"Makasih mbak," ujar Dimas. Ia sudah menganggap Inka sebagai kakaknya.

Pak Tejo mengendarai mobil, membawa Dimas kesalah satu universitas Dimas berkuliah. Banyak tamu undangan yang sudah datang.

Dimas sedang melakukan registrasi dan Inka menunggu sembari merapikan anak-anak rambutnya yang berantakan dengan bobby pin. "Astaga," gumam Inka saat jepit rambutnya Jatuh.

Inka menghela nafas, Ia tak bisa berjongkok karena kandungannya sudah memasuki usia hampir 7 bulan.

"Ini," ujar seorang lelaki pada Inka.

Inka mendongkrak menatap lelaki itu, Lelaki ini sepertinya bukan mahasiswa yang akan diwisuda atau mungkin lelaki ini tamu undangan atau pendamping wisuda.

"Makasih," gumam Inka

Darian mengangguk, Ia menatap wajah Inka. Dimana Ia pernah bertemu ? Mengapa terasa familiar? Hmm...

"Bang Darian," teriak seseorang membuat Darian mengela nafas. Mereka kali ini menghadiri acara wisuda Keylla adik sepupu dari pihak ibunya.

"Saya duluan ya mbak," ujar Darian

Inka menganggukkan kepalanya. Ia kembali fokus pada jepit rambutnya. "Sayang, ini kamu? Mama yakin ini kamu," ujar seorang wanita paruh baya tiba-tiba memeluknya erat.

Inka terkejut dan hampir terjungkal untuk saja ada lelaki yang tadi menyangga tubuhnya. "Maaf anda siapa?" tanya Inka bingung.

"Ini mama nak, ini mama kamu," Inka menaikan alisnya mendengar ucapan Wanita itu.

"Ma.. maa.. tenangkan diri,"pinta lelaki paruh baya yang Inka yakini suami wanita itu.

Wanita itu tampak histeris dan terus memegang tangannya erat. "Bisa kita bicara nak?" tanya lelaki itu lembut.

"Perkenalkan Saya Derin dan ini istri saya Hana," jelas lelaki itu.

"Maaf membuat kamu tak nyaman. hmm.. Bagaimana caranya bertanya," ujar Derin.

"Tanyakan saja pak,"ujar Inka. Ia merasa canggung pasalnya wanita paruh baya yang mengaku ibunya memeluk Inka erat.

"Hana lepas dulu, Biar kita bicara dulu," ujar Derin lembut.

Wanita itu mengikuti perinta suaminya. "Mohon maaf Bapak lancang, Berapa umurmu?" tanya Derin

Inka menatap mereka bingung, "30 tahun," jawabnya sesaat kemudian.

Mata Derin melebar, Ia kemudian mengambil dompetnya dan mengeluarkan foto yang Ia simpan selama bertahun-tahun.

" Kau mengenal anak ini?" tanya Derin, Ia tak ingin membuat Inka bingung.

Inka menatap foto itu lama, Ia merasa bahwa anak itu adalah dirinya tapi Ia tak mau terlalu percaya diri. Inka lalu ingat baju itu adalah baju yang Ia punya, baju dalam kotak pemberian Arthur.

"Baju ini," gumam Inka

"Ini foto terakhir putri kami sebelum penculikan itu terjadi," ujar Derin.

Inka sekarang buntu, "Apakah saya anak kalian?" tanya Inka.

Ia bingung, "Iya," ujar Hana yakin

Ia yakin 100% bahwa Inka adalah putrinya yang hilang. "Kamu anak kami, kamu putri kami," kekeh Hana, air mata wanita paruh baya itu mengalir.

"Ada apa ini?"tanya Dimas, Ia berjalan dengan cepat saat melihat Inka dikerubungi orang -orang. Otaknya sudah berfikit negatif. Bisa habis Dimas ditangan Sadam sampai Inka kenapa-napa.

"Mbak  gak apa kan?" tanya Dimas.

Inka menggeleng, "Kamu siapa?" tanya Derian menatap tak suka Dimas.

"Saya Dimas, adiknya mbak Inka," ujar Dimas percaya diri.

Derian merasa cemburu pasalnya sejak dulu saat ibunya menceritakan tentang kakak kandungnya yang hilang Derian selalu punya harapan untuk bertemu dan dimanja oleh kakak perempuannya itu. "Enak saja, Gue adiknya," ujar Derian

Inka tertawa, jika dilihat lagi. Dirinya dan Derian memang mirip. Mata hidung . Mereka bagai pinang dibelah dua. Sebentar, mata Inka menatap lelaki berwajah datar disebelah Derian. Jika Inka dan Derian mirip maka dirinya dan lelaki itu super mirip bahkan tanda lahir Inka di pipinya sama. Ia merasa berkaca.

"Apakah saya anak kalian?"

Fated to LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang