Maaf sebelumnya,
aku mau kasih info ya readers!
Aku gk tahu kenapa part cerita ini jadi acak acakan T.TJadi buat yang nyari part 3 nya ada setelah part 11
Makasih💗
***
Sedang apa kau disini?!" seru Shiho yang mendapati Kaito sudah berdiri angkuh di dalam rumahnya.
"Aku merindukanmu, sayang! Apa tidak boleh?"
Balas Kaito dengan seringaian mengerikannya."Pergi! Pergi kau!!!"
"Hei, kau masih belum melupakanku kan? Kau juga belum melupakan malam itu, benar kan? Bagaimana kalau kita lanjutkan?" ucap Kaito semakin mendekat ke arahnya. Shiho semakin mundur, rasa takut itu kembali menyeruak. Shiho menangis.
"Aku akan berteriak!!" ancam Shiho pada Kaito.
Tapi pria itu justru menertawakannya. Semakin dekat.
"HENTIKAN!!!" seru Shiho terlonjak dari tidurnya.
"Brugh!" ia jatuh dari sofa.
Mata gadis itu membelalak meneliti setiap sudut ruangan, memastikan orang itu benar-benar tidak ada."Cuma mimpi," desis gadis itu, disusul dengan hembusan nafas kasarnya. Ia tidak tahu sampai kapan bayangan pria brengsek itu akan menghantuinya.
"Haibara!" panggil Shinichi sembari turun dari anak tangga kamarnya.
Shiho sadar, ia belum membuat sarapan, segera saja ia mengemasi selimut dan bantal bantal Shinichi, kemudian membopongnya ke atas.
"Kau tidak melihat pakaianku?" tanya pria itu saat berpapasan dengan Shiho.
"Ada di kamarku, kemarin aku mencuci dan menyetrikanya, kau bilang aku tidak boleh ke kamarmu, jadi kuletakkan di kamarku saja," jelas Shiho dengan polosnya.
"Astaga..."
"Akan kuambil," lanjut Shiho, ia masih membopong bantal selimut milik Shinichi.
"Berikan saja ini padaku," ucap Shinichi yang sadar Shiho sedikit kesusahan.
"Tapi belum kucuci," balas Shiho khawatir.
"Kau tidak mengompol kan?"
"Tidak,"
"Ngiler?"
"Tidak,"
"Kalau begitu kenapa kau harus mencucinya?"
"Tapi..."
"Ambilkan saja pakaianku!" ucap Shinichi memerintah.
Shiho mengangguk, kemudian mengambil pakaian Shinichi di kamarnya.
"Terima kasih," ucap Shinichi singkat menerima pakaian yang Shiho berikan. Lumayan rapi dan wangi.
Pria itu baru saja ingin melangkah ke kamarnya, tapi urung saat menyadari Shiho masih menatapnya di sana.
"Kau boleh bertemu dengan teman temanmu jika kau bosan di rumah, aku tidak akan mencampuri urusanmu," ucap Shinichi.
"Apa aku boleh bertemu Hakuba?" balas Shiho antusias. Dia benar benar merindukan sahabatnya itu.
Shinichi mendengus, ia heran kenapa Shiho selalu bersemangat tentang Hakuba.
"Hm, asalkan kau ingat batasanmu sebagai istri,"
Jawab Shinichi tak acuh."Baiklah Tuan Kudo yang terhormat!" balas Shiho kesal.
****
"Bagaimana malam pertamamu nyonya Shiho Kudo?" goda Hakuba yang sedang bertelfon dengan Shiho dari sebrang sana.
"Kami bahkan tidak tidur di satu kamar,"
"Apa? Ini sudah tiga hari dan kalian belum melakukan apapun?"
"Kau ini! Yang ada di otakmu hanya begituan!"
"Suamimu itu jual mahal sekali ya? Apa dia benar benar tidak ingin menerkammu?"
"Sekalipun dia ingin akulah yang tidak bisa, Hakuba... Trauma itu masih menguasaiku, bahkan Si Brengsek kembali dalam mimpiku, aku takut..."
desis Shiho mulai sesenggukan. Ia merasa bodoh."Cobalah untuk menghadapi traumamu! Kau harus melawannya," ucap Hakuba dengan hati hati.
Shiho mengangguk, ia tidak terlalu yakin. Karena sekali lagi, bayangan seringaian Kaito kembali muncul di pikirannya.
Gadis itu menutup sambungan teleponnya, ia tahu Hakuba punya pekerjaan lain selain menemaninya. Hakuba juga seorang detektif, meski tak seterkenal suaminya.
Baru saja Shiho ingin beristirahat ke kamarnya, ponselnya kembali berbunyi. Ia sedikit terkejut melihat siapa yang menelfon. Kudo Shinichi, tidak biasanya pria itu seperti ini.
"Halo..." ucap Shiho sedikit ragu.
"Haibara, apa aku mengganggu?" tanya pria itu tidak seperti biasanya.
"Tidak, ada apa?"
"Bisa siapkan makan siang?Aku akan pulang cepat hari ini, kasusnya ternyata tidak terlalu sulit," ucap pria itu terdengar lebih ramah.
Shiho tersenyum, selama ini Shinichi jarang sekali makan di rumah. Dan ia sudah tidak sabar untuk menyiapkannya."Aku akan menyiapkannya," balas Shiho antusias.
"Buatlah yang banyak, Kaito akan mampir dan makan siang bersama kita," ucap Shinichi yang sontak membuat Shiho terlonjak.
Tangannya bergetar, bagaimana mungkin Shinichi akan membawa sumber ketakutannya itu ke rumah mereka?"Kenapa, Haibara? Ada masalah?" tanya Shinichi membuyarkan lamunan Shiho.
"Tidak apa apa," balas Shiho dengan gugup.
Tepat saat sambungan telepon itu terputus, Shiho bangkit dengan tubuh yang masih bergetar ketakutan.
"Aku tidak akan pernah menemui Si Brengsek Kaito! Tidak akan pernah!"
***
"BLAM!!" Shiho menutup kasar pintu kamarnya setelah menyiapkan hidangan makan siang untuk tamu brengsek suaminya.
Ia mengambil ponselnya, menelpon seseorang yang sekiranya dapat menenangkannya.
"Ada ap..." belum selesai Hakuba mengucap.
"Hakuba! Gawat! Aku takut, bagaimana kalau..." potong Shiho dengan gemetar.
"Shiho, tenanglah dulu! Ceritakan apa yang terjadi!" balas Hakuba menenangkan.
"Kudo membawa Kaito makan siang di rumah kami!" seru gadis itu mengacak rambutnya frustasi.
"Apa? Sialan! Apa dia tidak bisa melihat ketakutanmu setiap bertemu si brengsek itu?"
"Bagaimana ini?"
"Kau tetaplah dikamarmu, jangan temui dia jika itu hanya akan membuatmu takut, kau tenang saja,"
Tidak ada jawaban dari Shiho, gadis itu hanya mengangguk mengerti.
"Kau perlu menceritakan masalahmu pada suamimu, Shiho! Itu akan membuatmu tenang! Dia akan melindungimu"
"Dia tidak akan percaya, mereka terlihat sangat dekat seperti saudara,"
"Tenanglah, panggil aku jika Si brengsek itu macam macam!"
Shiho menutup sambungan, duduk di kamarnya dengan ketakutan. Ia ingin tidur, tapi setiap matanya terpejam, seringaian Kaito malam itulah yang muncul di kepalanya.
Dan tubuh gadis itu semakin gemetar saat mendengar gerbang rumah mereka terbuka, dan sebuah mobil masuk ke halaman.
Kaito Kuroba telah menjadi mimpi buruk paling nengerikan baginya.
****
Udah segini aja,
Kayaknya cerita ini akan hiatus sampai tiga bulan kedepan.Aku mau sekolah jadi sedih,
T_T
Jangan lupa vote ya!
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Perfect
FanfictionPernikahan? Kata itu tidak pernah terlintas sekalipun di benak Kudo Shinichi. Tidak pernah sama sekali. Karena detektif hebat itu telah lama kehilangan hatinya. Hatinya telah membeku. Adakah seseorang yang bisa mencairkannya kembali?