"Kau benar benar akan menggugurkan kandungan istrimu?" tanya Hattori yang kini sedang bertelefon dengan Shinichi.
Sudah seminggu sejak Shinichi tahu Shiho hamil anaknya. Dan seminggu ia berfikir apa yang seharusnya ia lakukan. Pemeriksaan terakhir Dokter Kiritani kemarin sangat mengkhawatirkan. Ia tidak mau Shiho terancam bahaya demi bayi yang bahkan belum memiliki ruh itu. Ia ingin Shiho menggugurkannya. Sayangnya wanita itu tetap ingin mempertahankan bayinya.
"Ya Hattori, tapi aku sesikit ragu, dia sepertinya sangat menyayangi bayi diperutnya. Disisi lain aku khawatir saat dia selalu memuntahkan makanannya. Dia sering demam, dan Kiritani-san bilang bayi itu bisa mengancam keselamatan Haibara," balas Shinichi.
"Istrimu itu... Meski terlihat menyeramkan, dia sepertinya berhati lembut. Aku yakin dia tidak akan menerima keputusanmu untuk menggugurkannya,"
"Ya, karena itu aku akan membuat ini seolah hanya kecelakaan, Aku meminta obat aborsi pada Kiritani-san, obat itu tidak memiliki efek samping yang bedbahaya bagi yang meminumnya, akan kularutkan obat itu pada minuman Haibara, setelah itu Haibara tidak akan menyalahkanku ataupun dirinya sendiri atas keguguran yang dialaminya," balas Shinichi dengan hembusan nafas lelahnya.
"Wah Kudo, sejak kapan kau menjadi licik seperti ini?" balas Hattori sedikit tertawa garing.
"Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini Hattori, bagaimanapun janin itu adalah anakku, tapi bagiku keselamatan Haibara harus kuprioritaskan,"
"Ya, kalau bayi itu mati kau bisa membuatnya lagi dengan istrimu, tapi kalau istrimu yang..."
"Oey! Apa aku terdengar seperti sedang bercanda?" seru Shinichi kesal.
Kepalanya pusing, sedangkan Hattori malah membuat lelucon.
"Maaf maaf," ucap Hattori sedikit merasa canggung.
"Ah, kurasa aku butuh istirahat barang sejenak"
"Kalau begitu kita tutup saja pembicaraan ini, Akhir akhir ini kau terlalu banyak masalah, Aku harap pilihanmu adalah yang terbaik, Kudo!"
"Ya, semoga..." desis Shinichi dengan nafas beratnya.
***
Ini masih pagi, tapi Shiho sudah delapan kali bolak balik ke kamar mandi. Wanita itu terus merasa mual. Ia tidak pernah menyangka kehamilan akan seaulit ini.Shinichi yang menemani istrinya merasa iba. Wajah pucat Shiho yang tampak lemah membuatnya yakin untuk melaksanakan misinya.
"Akan ku ambilkan minum lagi," ucapnya, kemudian keluar dari kamar mereka.
Pria itu menuju kamar kerjanya, diambilnya sebuah botol bening kecil berisi 10 buah kapsul berwarna biru putih.
Itu kapsul aborsi yang dokter kiritani kirimkan padanya malam tadi. Dibacanya kembali pesan Kiritani pada kertas kecil yang terselip disana."Ini adalah obat aborsi sesuai permintaanmu, kau cuma perlu melarutkan kapsul itu ke segelas air putih, obatnya mungkin akan bereaksi setelah dua atau empat jam setelahnya, kau harus terus mengawasinya, jangan lupa meneleponku kalau dia sudah mulai pendarahan," tulis Kiritani pada kertas itu.
Pria itu mengatur nafasnya, mengambil satu kapsul dari botol itu. Memasukkannya pada segelas air putih yang baru ia siapkan. Pria itu lalu membawanya ke kamar.
Shiho baru saja kembali dari kamar mandi saat dia datang.
"Minumlah dulu," ucap Shinichi memberikan gelas yang ia bawa.
Tanpa curiga sama sekali Shiho meminumnya dalam sekali teguk.
Shinichi menelan ludahnya kasar. Shiho sudah meminumnya, itu berarti Shinichi harus mengawasinya setiap saat. Di satu sisi ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Sejak istrinya meminum obat itu, jantung Shinichi terus berpacu cepat. Ia merasa khawatir, tapi tidak tahu apa penyebabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Perfect
FanfictionPernikahan? Kata itu tidak pernah terlintas sekalipun di benak Kudo Shinichi. Tidak pernah sama sekali. Karena detektif hebat itu telah lama kehilangan hatinya. Hatinya telah membeku. Adakah seseorang yang bisa mencairkannya kembali?