25.Danger

970 87 12
                                    

Terror keluarga Kudo ternyata tidak hanya sampai disitu. Sudah tujuh kali mereka mendapat terror selama dua bulan ini. Mulai dari memotong saluran listrik rumah mereka, melempar bangkai burung pada Shiho saat ia menyiram bunga di pekarangan, bahkan sempat anak panah yang melesat ke arahnya.

Shinichi dibuatnya frustasi. Ia sudah beberapa kali melacaknya dengan bantuan Asahi. Tapi hanya beberapa petunjuk tidak bwrguna yang ia dapatkan.

Alhasil, pria itu mengurung Shiho di rumah. Tidak membiarkannya keluar meski untuk sekedar berbelanja. Bahkan hingga usia kandungan Shiho lebih dari delapan bulan pun ia masih mengurungnya. Pria itu bahkan mengerahkan tiga orang bodyguard untuk mengawasi rumahnya.

Shinichi semakin kacau ketika Shiho merajuk. Wanita itu tidak ingin dikurung terus menerus. Ia bahkan tidak mau makan sejak kemarin sore.

"Ayolah Haibara... Kau harus makan," pinta Shinichi membawa semangkuk bubur ayam yang akhir akhir ini digemari oleh Shiho.

"Untuk apa aku makan? Kau hanya akan mengurungku seperti peliharaanmu bukan?"

"Bukan begitu, aku hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu dan anak kita,"

"Peduli apa kau pada kami? Urusi saja pekerjaanmu!" 

"Haibara, ayolah... Kau harus makan, kasihanilah bayi kita, dia sudah tidak makan seharian..."

"Dia tidak ingin makan,"

"Kumohon..."

"Tidak,"

"Mengertilah! Aku melakukan ini untukmu, untuk anak kita, dan untuk ketenangan kita. Aku tidak ingin terror itu terus mengganggu kita,"

"Tapi aku juga butuh kehadiranmu disini! Kau selalu saja sibuk mengurusi hal itu!"

Shinichi menghela nafas sekali lagi, masih mencoba menatap Shiho penuh keyakinan.

"Lalu, kau ingin aku bagaimana?" tanya Shinichi pelan.

"Terserah!" balas Shiho tak acuh.

"Tapi..."

Belum sempat Shinichi menjawab. Fokus pria itu teralihkan pada ponselnya yang bergetar.
Dilihatnya panggilan dari Yuta. Jarang sekali pria itu menelfonnya. Shinichi yakin ini pasti hal yang penting.

Shinichi meletakkan mangkuk buburnya ke atas meja. Lalu mengangkat telfon.

"Kudo-san, ada sesuatu di kantor, di ruang kerjamu, seseorang melempar batu dengan kertas dan goresan dari darah seperti waktu itu!" ucap Yuta yang terdengar khawatir di seberang sana.

"Sial!" umpat Shinichi kesal
"Tunggu! Aku akan kesana sekarang!" ucap Shinichi dengan gugupnya.

Di sisi lain, Shiho berdecak kesal. Selalu saja seperti ini. Shinichi terlalu sibuk mengurusi pekerjaannya. Shiho tahu ini memang untuk kebaikannya sendiri, tapi ia ingin diperhatikan.

Shinichi yang melihat raut kesal Shiho kembali mendekat. Kemudian mengusap ujung kepala Shiho dengan lembut.

"Aku akan pergi sebentar, aku yakin permainan ini akan segera berakhir, percayalah... Setelah ini kita akan menghabiskan waktu bersama..." ucap Shinichi yang kemudian mengecup kening Shiho dengan lembut.

Shiho masih diam, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia percaya pada Shinichi, tapi ia juga kesal dengan sikap suaminya itu.

Shinichi yang belum mendapat respon beralih menubduk. Mencium perut besar Shiho.

"Papa pergi sebentar, jangan nakal ya, babygirl! Jangan menyusahkahkan Mama!" ucap Shinichi mengusap usapkan hidungnya.

"Akh..." desis Shiho memegangi perutnya, membuat Shinichi panik.

"Ke-kenapa? Ada yang sakit? Apa sudah mau keluar? Bukankah masih satu bulan lagi? Apa mungkin..."

"Tenanglah, Kudo-kun! Dia hanya sedikit menendang,"
desis Shiho tersenyum.

"Astaga! Kau ingin pandai bermain sepak bola seperti Papa, gadis kecil?" goda Shinichi kembali mengusapkan hidungnya

"Akh! hentikan Kudo-kun! Dia akan terus bergerak jika kau melakukannya!" kesal Shiho sambil terkikik geli.

"Dasar! Si kecil ini saja yang nakal! Benar, kan?" lanjut Shinichi tertawa.

Shiho balas tertawa, sampai tak sadar jika ujung matanya mulai berair.

"Haibara? Ada apa?" tanya Shinichi yang bingung juga takut.

"Aku hanya senang, melihatmu seperti berbicara dengannya membuatku tidak sabar untuk segera melihatnya lahir, tidak sabar melihat kau menggendongnya, tidak sabar untuk segera membesarkannya, rasanya cepat sekali..." desis Shiho penuh haru.

Shinichi menatap Shiho lembut, kemudian tersenyum dan merengkuh Shiho dalam pelukannya.

"Aku juga tidak sabar menantikan semua itu," ucap Shinichi.
"Maka dari itu, biarkan aku menyelesaikan semua ini, lalu kita akan hidup damai dengan keluarga kecil yang bahagia..." lanjut Shinichi mempererat pelukannya pada Shiho.

"Ya, kuharap ini segera berakhir seperti akhir yang kuharapkan..." balas Shiho pelan. Ada perasaan ganjak di hatinya. Meski begitu, ia tetap merelakan Shinichi pergi.

***

Shinichi tiba di kantor lima belas menit kemudian. Pria itu langsung melesat ke ruang kerjanya. Disana Yuta, Haruto, Asahi dan beberapa rekan terdekatnya sudah berkunpul di depan meja.

Shinichi menatap ke atas meja, dimana sebuah kertas dengan goresan darah itu terletak.

"KAU TIDAK TAHU BAGAIMANA RASANYA KEHILANGAN ORANG YANG SANGAT KAU SAYANG BUKAN? KAU AKAN MERASAKANNYA! SUDAH SAATNYA DENDAMKU TERBALASKAN DENGAN SANGAT CANTIK!!"

Shinichi menamati baik baik. Ia seperti tidak asing dengan bentuk tulisan itu. Seperti sering melihatnya, tapi dimana? Hal ini membuat Shinichi semakin frustasi.

"Tidak adakah yang melihat pelakunya? Tidak adakah yang melihat seseirang melemparnya?!!" serunya kacau.

Semua orang hanya menggeleng. Tidak ada yang tahu pasti dari mana benda itu berasal.
Hanya Asahi yang sejak tadi sibuk di deoan komputer, berusaha  melacak sesuatu.

"Tenanglah, aku sedang mencoba meretas CCTV tersembunyi di jalanan sekitar, batu itu dilempar setengah jam tang lalu, jadi aku akan melihat rekaman di jan itu," ucap Asahi mencoba fokus.

"Aku mendapatkan sesuatu!" seru Asahi menghebihkan seisi ruangan.
Shinichi spontan mendekat ke arah layar yang ditunjukkan oleh Asahi.

Tampak di rekaman itu, seseorang misterius dengan pakaian serba hitam. Jaket, topi, masker, dan sarung tangan hitam yang ia pakai membuatnya sulit untuk dikenali.
Orang itu melemparkan batu berlapis jertas dengan sebuah ketapel besar ke arah ruang Shinichi. Ia laku masuk je dalam sebuah mobil hitam dan melaju entah kemana.

"Dimana letak CCTV ini Asahi?" tanya Shinichi mulai khawatir.

"CCTV ini dua puluh tiga meter dari bagian tenggara kantor," jawab Asahi mantap.

"Jika dia berjalan ke barat itu berarti ada kemungkinan menuju..." ucap Yuta yang mulai mengerti.

"Menuju rumahku..." desis Shinichi mengepalkan kedua tangannya.

"Dia sengaja mengecohmu dengan mengirim pesan ini ke kantor, agar kau datang ke kantor ini dan meninggalkan istrimu di rumah, Kudo-san!" tambah Haruto membuat Shinichi panik seketika.

"Sial!"

***
Yuhu aku kembali!!!

Btw ini udah mendekati ending lho,

Pengen happy end apa sad end nih?

Vote dan comment ya!

Makasih!

Not Perfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang