34-Need Him🎓

40 3 0
                                    

Kesialan ini bukan apa-apa, dibandingkan dengan kesialan karena sudah menaruh perasaan padamu.

👑👑

Selama perjalanan ke Cafe, Ratu menggerutu tak henti-henti. Bagaimana tidak, saat Ia menelpon Shina untuk meminta bantuan, gadis itu justru menyuruh Angkasa untuk membantunya. Dengan alasan, Ia tengah sibuk dengan tugas miliknya.

Memang tidak salah juga. Ratu, sebagai sahabatnya, tidak bisa memaksa gadis itu, jika memang gadis itu tengah sibuk. Tapi, kenapa harus Angkasa? Kenapa tidak Gema? Atau yang lain?

Tapi, yasudahlah, masih untung ada yang bisa membantunya.

"Ratu? Kamu—kok masuk kerja?" Tanya Afifah. Aktivitas nya terhenti, saat Ratu masuk kedalam Cafe.

"Harusnya yang nanya itu gue. Bukannya lo gak bisa kerja hari ini?"

"Mmm—itu—aku—gak jadi perginya. Jadi aku masuk kerja" Afifah menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Ia bisa melihat tatapan Ratu yang tengah mencurigainya. "Maaf, tapi—kamu bukannya lagi dikasih surat peringatan ya?"

Kedua alis Ratu menukik tajam. "Maksudnya?"

"Saya sudah WhatsApp kamu sebelumnya. Mulai hari ini, sampai satu minggu ke depan kamu gak perlu masuk kerja. Dan tentu, saya juga akan memotong gaji kamu" kemudian Bu Lili-sang pemilik Cafe, melempar amplop ke meja. Amplop berisikan surat peringatan untuk gadis itu. "Itu surat resminya. Alasan saya melakukan itu, karena belakangan ini kinerja kamu turun drastis, kamu juga sudah terlalu banyak izin"

Dengan lantang, Ratu menjawab. "Maaf kalo soal kinerja saya yang menurun, saya akan berusaha bekerja lebih keras lagi. Tapi, soal izin itu. Sebenarnya saya tidak masalah jika Ibu melarang saya untuk pergi atau tidak memberikan izin pada saya. Ibu memberi izin saya, karena sebelumnya teman-teman saya sudah memberikan uang kepada Ibu, dengan berdalih itu adalah uang ganti rugi karena sudah mengambil waktu kerja saya" gadis itu menjeda. "Jadi, saya rasa, itu bukan sepenuhnya salah saya."

"Lancang sekali kamu berkata seperti itu" Bu Lili berteriak tak suka. Wanita itu berkacak pinggang, dan sesekali menunjuk-nunjuk wajah Ratu. "Sudah untung cuma saya kasih surat peringatan, mau saya pecat?"

Sedikit menetralkan dirinya, agar tetap sabar dan tidak terbawa emosi, Ratu menarik nafasnya dalam-dalam. Menghembuskannya dengan perlahan.

Tenang Ratu, lo masih butuh pekerjaan ini. Gumamnya dalam hati.

"Maaf, Bu. Kalo begitu, saya permisi"

Sebelum pergi, Ia mengambil suratnya itu. Memasukkannya ke dalam tas.

Memang, kalo dipikir lagi, akhir-akhir ini dia sering tidak fokus bekerja. Dan perihal izin, sudah Ia katakan tadi, itu semua terjadi semenjak Ia bertemu dengan kedua cowok Kakak-beradik itu—Angkasa dan Tangguh.
Haruskah Ia menyalahkan mereka? Sangat benar, mengingat sejak bertemu dengan mereka, hidupnya bagai jungkir balik berbeda dari sebelumnya.

Gadis itu melirik jam tangannya. 14.45

Sekarang pikirannya tertuju pada tugas kuliahnya. Biarlah ini menjadi pelajaran untuknya, agar nantinya Ia bisa lebih baik lagi dalam bekerja.

Dan, apa mungkin Ia harus menghubungi Angkasa lebih dulu?
Ratu menatap layar ponselnya, mencari nama kontak cowok itu.

Ketua

Kali ini bukan nama panggilan yang aneh atau embel-embel lainnya. Hanya 'ketua' tidak lebih.

Dilihatnya profil kontak Angkasa.

RASA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang