Happy reading
Hari minggu tiba, kini hari yang ditunggu oleh Shandy. Ia akan menemui Zweitson.
Untuk memastikan lagi, Shandy mencoba menghubungi Zweitson lagi.
*WhatsApp on*
"Son jadi?"
"Hhmm, jam 9"
"Oke, di cafe Raya ya"
"Ya"
*WhatsApp off*
Masih banyak waktu untuk bersantai, Shandy memutuskan untuk menghampiri sang Mama yang sedang bersantai di ruang keluarga.
"Mama" panggil Shandy sembari duduk di sebelah sang mama.
"Eh Shan, tumben banget kamu udah bangun?"
"Bangun siang salah, bangun pagi di tumbenin"
"Hahaha, ya soalnya ga biasa aja. Mau kemana kamu?"
"Gada sih, mau ketemu temen kerja bentar nanti jam 9" ucap Shandy berbohong.
"Ma, mama ga mau nyari tau tentang anak anak papa?" Entah Shandy kemasukan apa sampai sampai berani menanyakan hal itu.
Sang mama yang mendengar itu langsung menatap Shandy.
"Kenapa ma? Kenapa mama selalu menghindar kalau ditanya soal mereka. Katanya mama mau mencoba menerima mereka? Tapi mama ga mau mendekat ke mereka"
"Shandy"
"Susah sayang, papa kamu aja udah ga anggep mereka. Gimana mama bisa mendekat?"
"Ma, mereka hidupnya tak seenak kita loh. Cobalah mengajak papa untuk silahturahmi ke sana"
"Gak bisa Shandy, kamu jangan pernah bahas mereka lagi" ucap mama Shandy dengan nada tinggi.
Setelah mengatakan itu, sang mama meninggalkan Shandy di ruang tengah.
Shandy menghela nafas saat melihat sang mama mulai menjauh.
•••
Kini Shandy dan Zweitson sudah di tempat yang dijanjikan.
Setelah pesanan datang, Zweitson memberanikan diri untuk membuka pembicaraan.
"Langsung aja, mau ngomongin apa?" Tany Zweitson
Shandy menghembuskan nafasnya.
"Sebenernya gw cuma pengen bisa lebih deket sama lu. Dan gw penasaran kemana perginya orang tua lu"
"Farhan pernah cerita ke gw, kalau lu cuma tinggal bareng abang dan kakak lu"
Zweitson terdiam. Dia masih bingung, alasan Shandy sangat tidak masuk akal. Sepenasaran itukah lelaki di hadapannya ini dengan kehidupannya?
"Sepenasaran itu?" Tanya Zweitson dengan nada tak percaya
Shandy hanya mengangguk.
"Buat apa penasaran dengan kehidupan gw? Kehidupan gw ga semawah itu untuk dipenasaranin oleh siapa pun"
"Huft, oke kita lupakan itu. Sekarang nikmati saja hidangannya" kata Shandy.
Setelah ucapan Zweitson tadi, Shandy merasa kalah. Memang dasarnya ini terlalu pribadi untuk dipenasaranin.
"Aneh banget" batin Zweitson.
Tiba - tiba handphone Zweitson bergetar.
"Kakak"
KAMU SEDANG MEMBACA
'DIA' ADIK KITA
Teen Fiction"DIA ADIK KITA!!" "ADIK LU DOANG KALI!" Benci? Tidak, itu bukan benci. Itu rasa sayangnya yang salah cara pengungkapan. "Asal lu gak dipaksa lahir di hari itu, semua gak bakal kayak gini Zwei" ucap lirih Fenly Sudah terlihat, dia menyayanginya namun...