Bel pulang berbunyi nyaring. Semua siswa dan siswi berhamburan keluar kelas.
"Guys, gw duluan ya" ucap Zweitson kepada tiga temannya.
"Tumben buru - buru Son?" Sahut Fajri.
Zweitson kini berdiri dari bangkunya.
"Ada janji Ji, yaudah gw duluan ya guys" ucap Zweitson sembari menyuluhkan tangannya untuk mengajak tos ketiga temannya."Hati - hati Son" teriak Gilang saat Zweitson sudah berada diambang pintu. Dan diancungi jempol sebagai balasan.
•
•"Zwei udah ngabari kalau dah sampai di cafe bang" ucap Reinna.
"Langsung sambungin aja" sahut Fenly.
Dengan segera Reinna menekan tombol telepon di pojok atas.
"Gimana dek?" Pertanyaan pertama yang Reinna lontarkan ketika panggilannya terhubung.
"Belum ada kabar dari dia kak. Zwei udah ngabari dia dari tadi, tapi sampai sekarang belum ada balasan" jawab Zweitson dari seberang sana.
Reinna menatap Fenly yang berada di sisinya.
"Tunggu setengah jam lagi, kalau dia ga dateng, pulang" intruksi Fenly.
"Sekalian kamu chat dek, bilang kalau setengah jam dia ga dateng bakal kamu tinggal" tambah Reinna.
"Siap" sahut Zweitson.
Dengan cekatan, Zweitson langsung membuka room chat milik Shandy.
Setengah jam terlewat begitu saja. Minuman yang Zweitson pula sudah habis, dan telpon masih terhubung.
"Pulang" suara dingin Fenly menginstruksi.
"Iya, aku tutup ya" jawab Zweitson, dan langsung meninggalkan cafe. Uangnya sudah ia selipkan dibawah nomor meja.
Selama perjalanan pulang, Zweitson tak berhenti mengomel.
"Buang - buang waktu aja elah. Kalau dari tadi dah pulang, udah nyenyak kali gw di kasur" ucapnya sembari memasuki halaman rumahnya.
Zweitson mengetuk sebentar pintu besar di hadapannya, lalu segera ia membuka.
Ternyata ia disambut dengan kedua kakaknya yang bersantai di ruang tengah. Niat hati Zweitson ingin bergabung, dengan cekatan Fenly berucap.
"Ganti baju dulu" ucapnya dingin.
Zweitson tak ingin tambah merusak mood sang abang, ia langsung memberikan anggukan dan menuju lantai atas.
"Kalau udah bersih - bersih, turun sini dek" ucap Reinna.
"Iya kak"
Zweitson merasaa badannya lelah sekali, ingin rasanya untuk langsung pergi tidur, tetapi Reinna seakan - akan memerintahnya.
Sesuai yang diucapkan sang Kakak. Zweitson kini turun dengan setelan rumahan. Dan langsung mengambil tempat kosong di sebelah Fenly.
Ia menyandarkan kepalanya di pinggiran sofa, dan memejamkan sejenak matanya. Tiba - tiba ada tarikan yang ia rasa.
Tanpa membuka matanya, ia mengikuti saja tarikan itu mau. Ternyata, tarikan itu berasal dari Fenly.
Sang Abang seakan - akan menyuruhnya untuk merebahkan kepalanya di paha Fenly.
Tanpa membuang kesempatan, Zweitson segera mengambil posisi ternyamannya. Menaruh kepalanya dengan bantalan paha sang Abang, dan kaki yang ia naikkan ke pinggiran sofa.
"Minum tehnya dek" ucap Reinna yang baru saja dari dapur.
Zweitson hanya mengangguk, rasanya tak ingin bangun dari acara tidurannya ini. Matanya yang mulai memberat, berusaha untuk terbuka dan sedikit terduduk, untuk menyeruput teh bikinan sang Kakak.
Setelah puas dengan teh hangatnya, ia kembali merebahkan diri ke posisi semula.
Kejadian hari ini, dari tadi pagi hingga sore itu, membuatnya kelelahan. Sedikit lebam dilengannya berusaha ia tutupi.
Tetapi, ekor mata Fenly menangkap lebam itu.
"Ini kenapa?" Tanyanya singkat, sembari mengangkan lengan baju milik Zweitson.
Zweitson terkejut.
"Jatuh" jawabnya simpel.
"Kasih tau gw, kalau ada apa apa" satu kalimat yang keluar dalam satu tarikan nafas itu cukup membuat Zweitson terkejut.
"Iya" jawab Zweitson.
Jawaban simpel yang keluar dari mulutnya, tetapi pikirannya penuh pertanyaan.
"Makasih bang udah mau berubah" batin Zweitson.
Reinna yang sedari tadi fokus ke handphonenya, memerhatikan sedikit perhatian di sebrangnya sana.
Bibirnya sedikit terangkat, bahagai saja rasanya bila Fenly memberi perhatian kepada adek bungsunya.
"Nikmati dek" batin Reinna singkat.
"Harusnya dari dulu bang" batin Reinna lagi.
***
Hai hai
Apa kabar semua?
Semoga sehat selaluGimana sama chapter ini?
Jangan lupa tinggalin jejak ya.
Vote dan komennya jangan lupa.Maaf bila typo berdebaran,
terima kasih.See you next chapter.
Salam dari yang nulis
(19 Januari 2023)
KAMU SEDANG MEMBACA
'DIA' ADIK KITA
Ficção Adolescente"DIA ADIK KITA!!" "ADIK LU DOANG KALI!" Benci? Tidak, itu bukan benci. Itu rasa sayangnya yang salah cara pengungkapan. "Asal lu gak dipaksa lahir di hari itu, semua gak bakal kayak gini Zwei" ucap lirih Fenly Sudah terlihat, dia menyayanginya namun...