Happy reading
Hari ini menjadi hari yang panjang bagi Fenly, setelah tadi pagi ia menghampiri rumah sakit tempat Shandy dirawat, dilanjut lagi dengan kerjanya. Ternyata hari ini bengkel sedang dilemburkan, karena ada rombongan kendaraan rusak.
Fenly tak mengeluh atas pekerjaannya, tetapi hingga kini kepalanya sedang terasa penuh. Beberapa kali ia kehilangan fokus yang memperlambat pekerjaannya.
"Tahan Fen tahan, dikit lagi" ucapnya menyemangati diri sendiri. Walaupun ia yakin, semangat itu tak ada pengaruh apapun.
Tenaga Fenly seakan hilang begitu saja, ia lelah, lelah raga maupun batinnya. Semua rasa seakan ditekan dalam benaknya. Ingin sekali rasanya meluapkan semua beban yang telah menumpuk. Dirinya sudah terlalu lelah memikul beban yang seharusnya ia bagi untuk kedua adiknya.
Tapi ia tak akan menjadi bodoh, karena membagi semua beban kepada kedua adiknya. Ia abang, dia harus mampu menanggung semua beban itu. Adiknya harus bahagia, bahagia dan bahagia.
"Lelah Tuhan" gumamnya sekali lagi.
Kini semua kendaraan telah selesai dikerjakan para karyawan. Jam sudah menunjukan pukul 22.30. Farhan memerintahkan semua karyawan untuk beristirahat sejenak.
"Bang gue izin langsung pulang ya" ucap Fenly selepas ia berganti baju.
"Duduk dulu sini, muka lu pucet banget" jawab Farhan melambaikan tangannya, menyuruh Fenly menghampirinya.
"Ga usah deh bang, gue langsung balik"
"Bareng gue Fen" panggil seseorang dari kejauhan.
Fenly tersenyum, "ga usah, lagian gue bawa motor kan".
"Gue buntuti, ayo" desak orang itu.
"Ga usah Rick, gue sendiri aja"
Setelah berdebat panjang akhirnya Fenly menang, ia pulang sendiri.
Angin malam yang sangat dingin menerpa tubuh Fenly, ia lupa membawa jaketnya. Segala tenaga yang tersisa sudah Fenly kerahkan untuk melawan dinginnya malam. Ia harus fokus, tenang, dan berharap segera sampai.
Tak butuh waktu lama untuk ia berhenti di depan gerbang tinggi nan lebar.
Bunyi gerbang terbuka terdengar begitu keras oleh Zweitson yang baru saja kembali dari kamar mandi.
Ia sangat yakin pasti itu adalah abangnya yang baru saja pulang. Ia bergegas menuruni tangga, niat menyambut sang Abang.
Tepat ia berada pada anak tangga terakhir, pintu besar itu terbuka, menampilkan seorang Fenly dengan keadaan cukup berantakan.
Rambut yang biasanya tersisir rapi, kini sudah tampak seperti tersengat listrik. Muka yang pucat dengan mata yang lelah. Langkah tegapnya kini sirna, terganti langkah lemah yang dipaksa untuk terus melangkah.
Dengan sigap Zweitson mendekati Fenly dan memapah sang Abang.
"Langsung ke kamar ya bang" ucap Zweitson dan dibalas anggukan oleh Fenly.
Zweitson dengan telaten kenuntun sang Abang menuju kamarnya. Hal ini cukup sulit, karena kamar mereka berada di lantai 2.
"Bersih - bersih dulu bang, biar Zwei bikinin teh anget" ucap Zweitson saat tiba di kamar Fenly.
Fenly yang mendengar itu dengan segeraa menuju kamar mandi. Dan Zweitson kembali turun menuju dapur.
Hal ini cukup membuat Zweitson terkejut. Abangnya datang dengan keadaan sangat lemah. Bagaimana ia mengendari motor tadi?
Rasa ingin taunya ia pendam dulu, tak mungkin ia bertanya sekarang. Biarkan Fenly beristirahat dulu, melepas semua penat yang dirasa.
***
Hai hai hai
Sudah berapa lama nih aku ninggalin ini cerita??
Aku akan kembali hingga cerita ini tamat
Masih ingat ga sama cerita ini?
Kalau lupa boleh baca part sebelumnya yaaGimana sama chapter ini?
Suka gak?
Maaf slow update ya.Jangan lupa tinggalin jejak ya.
Vote dan komennya jangan lupa.Maaf bila typo berdebaran,
terima kasih.Selamat menunaikan ibadah puasa
See you next chapter.Salam dari yang nulis
(14 Maret 2024)
KAMU SEDANG MEMBACA
'DIA' ADIK KITA
Teen Fiction"DIA ADIK KITA!!" "ADIK LU DOANG KALI!" Benci? Tidak, itu bukan benci. Itu rasa sayangnya yang salah cara pengungkapan. "Asal lu gak dipaksa lahir di hari itu, semua gak bakal kayak gini Zwei" ucap lirih Fenly Sudah terlihat, dia menyayanginya namun...