Maulana Arhan Pranata

2.3K 159 1
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Hidup memang tidak mudah, banyak usaha yang harus dilalui, banyak tangis yang harus dilewati. Tapi satu hal yang harus selalu diingat, tetap semangat untuk menggapai masa depan, walau banyak rintangan yang akan datang."

🌼🌼🌼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌼🌼🌼

Suara riuh burung berkicauan, angin yang berhembus dalam diam, kilauan cahaya matahari menghunus dari balik jendela kamar seseorang yang sedang berdzikir diatas sajadahnya.

"Arhan! Nak! Umma minta tolong, antarkan pesanan nasi uduk ke warung Bu Uti ya."

Suara seorang wanita paruh baya membuat lelaki bernama lengkap, Maulana Arhan Pranata langsung berdiri dan meletakkan tasbih, serta sajadahnya di tempat yang seharusnya, lantas menghampiri sang Umma yang memanggilnya.

"Siap Umma, tapi Arhan mandi dulu ya. Sekalian berangkat kerja," ujar Arhan membuat Umma Rani--Ibu kandung dari Arhan mengangguk seraya tersenyum.

"Sekalian ya Nak, antarkan Silla ke sekolah, Mbakmu lagi sibuk di dapur," balas Umma Rani disambut anggukan Arhan.

Sepuluh menit kemudian, Arhan sudah siap dengan pakaian sederhananya, tak lupa ia juga menggandeng keponakan perempuannya.

"Mbak Tika, Umma kemana?" tanya Arhan setelah sampai di depan meja makan sederhana di rumah kecil tersebut.

Tika--Kakak kandung Arhan mendongak menatap Adiknya. "Kerja Han."

Arhan mengerutkan keningnya. "Kok gak bareng Arhan?"

Tika menghela nafasnya, "Gak tau, Umma maksa mau berangkat sendiri, gak mau ngerepotin kamu."

Arhan menggeleng, "Arhan gak merasa direpot--"

"Om Alhan! Nanti pulang sekolah, Silla jemput ya. Lalu beli es klim lagi!" potong Silla membuat Arhan dengan gemas mengusap pucuk kepala sang keponakan yang tertutup jilbab.

"Siap Silla!"

"Silla, gak boleh makan es krim banyak-banyak, nanti kalau sakit gimana?" Tika bertanya seraya mengambilkan nasi untuk Adiknya, dan juga putri kecilnya.

Silla duduk disamping Arhan, dengan netra yang menatap Bundanya. "Tapi, Silla hanya makan sedikit, Bunda," ujarnya dengan mempertemukan jari telunjuk dan ibu jarinya.

Arhan terkekeh, ia mengambil lauk, dan berkata, "Engga papa Mbak, nanti Arhan yang beliin es krimnya deh. Insya Allah hari ini Arhan gaji--"

Tika menggeleng, ia ikut duduk di depan sang Adik. "Engga Han, uang gajian kamu buat kuliah kamu nanti. Mbak gak mau kalau--"

"Arhan mutusin buat gak kuliah Mbak, gakpapa. Toh juga Arhan udah nyaman kerja disana."

Tika menghela nafasnya, lantas hanya terdiam, dan melanjutkan sarapan pagi mereka.

Pesan dari Hati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang